Pakar Hukum Tata Negara UGM Sebut Tak Penting Ada Representasi Pemerintah di Pansel KPU-Bawaslu
akar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengatakan dirinya tak setuju jika tim pansel KPU-Bawaslu disebut wakil pemerinta
Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan dirinya tak setuju jika tim pansel KPU-Bawaslu 2022-2027 dibagi dalam segmentasi-segmentasi tertentu.
Diketahui, dalam pansel KPU-Bawaslu ini, ada 11 anggota pansel yang terdiri atas pemerintah, akademisi, dan unsur masyarakat.
Adapun Ketua Pansel KPU-Bawaslu ini dijabat oleh Juri Ardiantoro yang juga menduduki sebagai Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) dan juga pernah menjabat sebagai Wakil Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019 lalu.
Menurut Zainal, tak ada urgensi untuk membagi segmentasi-segmentasi tertentu.
"Karena pada dasarnya memang sudah dibagi locusnya. Locusnya itu tahapan pansel substantif, selanjutnya adalah tahapan politik," kata Zainal dalam diskusi virtual bertajuk Timsel KPU-Bawaslu 2022-2027: Sebuah Catatan Krusial yang diadakan Perludem, Minggu (17/10/2021).
Zainal mengatakan jika memang pemerintah ingin menuangkan idenya dalam hal ini, seharusnya hal tersebut dilakukan di tahapan politik, yakni saat fit and proper test di Komisi II DPR RI, bukan di ranah pansel.
"Pemerintah adalah bagian dari partai politik dan bagian dari konstruksi di DPR. Pemerintah punya koalisi di DPR," lanjut Zainal.
Baca juga: Puan Minta Pansel KPU dan Bawaslu Kirim Calon Best of The Best ke DPR
Menurutnya, seharusnya pansel KPU-Bawaslu tidak berbasis segmentasi seperti sekarang, melainkan berbasis kepada kualitas yang paham segala hal tentang kepemiluan dan turunannya atau istilahnya teknokratis.
"Saya kurang bisa menerima logika di mana harus ada namanya representasi pemerintah dan lain-lain sebagainya," tambahnya.
Dia lebih lanjut mengatakan bahwa Indonesia sebagai lembaga negara independen, yang mana masyarakat sipil diberikan 'wajah' negara, bukan sekadar diberi peran seperti NGO.
Maka itulah, Zainal menilai bahwa sebenarnya tidak ada komposisi dalam suatu pansel yang mensegmentasikan atau menyertakan unsur pemerintah di dalamnya.
"Tidak penting ada komposisi pemerintah. Yang paling bagus adalah pemerintah membuat orang yang memiliki kapasitas, kemampuan analisis dan tahu kepemiluan di 2024 itu mau dibawa ke mana," tandasnya.
Diketahui, pembentukan tim seleksi KPU-Bawaslu RI oleh Presiden Joko Widodo didasarkan pada Pasal 22 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca juga: PKB Tanggapi Polemik Pemilihan Juri Ardiantoro Sebagai Ketua Pansel KPU dan Bawaslu RI
Pada ayat (3) Pasal 22 tersebut, disebutkan anggota tim seleksi terdiri dari ; 3 (tiga) orang unsur pemerintah, 4 (empat) orang unsur akademisi dan 4 (empat) orang unsur masyarakat.
Adapun 11 nama pansel ini antara lain:
1. Deputi IV Kantor Staf Presiden, Juri Ardiantoro (ketua)
2. Mantan Wakil Ketua KPK, Chandra M. Hamzah (wakil dan anggota)
3. Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri, Bahtiar (sekretaris)
4. Wakil Menteri Hukum dan Keamanan, Edward Omar Sharif Hiariej (anggota)
5. Akademisi Unair, Airlangga Pribadi Kusman (anggota)
6. Akademisi UI, Hamdi Muluk (anggota)
7. Endang Sulastri (anggota)
8. Mantan Hakim MK, I Dewa Gede Palguna (anggota)
9. Anggota Kompolnas, Poengky Indarty (anggota)
10. Abdul Ghaffar Rozin (anggota)
11. Aktivis anti korupsi, Betti Alisjahbana (anggota)