Jokowi Dikabarkan Kesulitan Putuskan Calon Panglima Baru, Pengamat: Soliditas TNI Jadi Taruhannya
Ia mendengar kabar Presiden Joko Widodo kesulitan memilih Panglima TNI baru sebagai pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Golkar sekaligus Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mendengar kabar Presiden Joko Widodo kesulitan memilih Panglima TNI baru sebagai pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto.
Dia menyebut Jokowi sulit menentukan karena ada tiga calon potensial yang kinerjanya bagus.
"Kalau figur (nama pengganti Panglima TNI), semua bagus, semua calon-calon yang kita dengar. Memang pasti Presiden sulit untuk memutuskan karena pertimbangannya banyak dan calon-calonnya bagus-bagus semua," kata Ketua Komisi I DPR rI Meutya Hafid kepada wartawan, dikutip Selasa (19/10/2021).
Meski begitu, Meutya menyebut Presiden Jokowi hanya akan mengirim satu nama ke DPR.
Penilaian itu disampaikan Meutya berkaca dari pengalaman fit and proper test calon panglima TNI sebelumnya, dimana Presiden hanya menyodorkan satu nama saja.
"Biasanya sih kalau di Komisi I, calon tunggal ya," kata Meutya.
Baca juga: KSAL Laksamana Yudo Margono Tanggapi Rumor Soal Calon Panglima TNI: Mbok Ya Sabar
Adapun sampai saat ini, Meutya mengaku DPR belum menerima surat presiden (surpres) terkait pergantian Panglima TNI.
Adapun untuk waktu kapan surpres dikirim ke DPR, Meutya mengatakan hal itu akan terjadisesudah masa reses.
"Kurang lebih awal-awal November, begitu yang saya dengar terakhir. Dan memang masih ada waktu sampai akhir November prosesnya. Jadi enggak harus diburu-buru juga, ini keputusan penting kita memilih Panglima TNI," pungkasnya.
Seperti diketahui bersama, pergantian Panglima TNI kali terasa seperti Pemilihan Presiden (Pilpres), karena terjadi perang narasi yang sangat keras dan vulgar.
Direktur Indo Strategi Research and Consulting Arif Nurul Imam mengatakan situasi ini jelas tidak menguntungkan bagi TNI karena bisa mengancam soliditas internal.
Selain itu, bisa juga memicu terjadinya disintegrasi bangsa dan hal tersebut berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
"Jabatan Panglima TNI memang tidak lepas dari variabel politik. Meski kita sadar TNI adalah institusi yang dilarang untuk berpolitik praktis," ujar Arif, kepada wartawan, Selasa (19/10/2021).
Masalahnya, kata dia, yang berhak mengangkat Panglima TNI adalah pejabat yang lahir dari proses politik yakni Presiden.