Media Asing Ungkap Fakta Baru Tragedi 1965, Komnas HAM: Perlu Ditindaklanjuti Jaksa Agung
M Choirul Anam mengatakan fakta baru Tragedi 1965 yang baru-baru ini diberitakan media asing harus ditindaklanjuti Jaksa Agung.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI M Choirul Anam mengatakan fakta baru Tragedi 1965 yang baru-baru ini diberitakan media asing harus ditindaklanjuti Jaksa Agung.
Anam mengatakan Jaksa Agung harus menindaklanjutinya dalam konteks penyidik pelanggaran HAM Berat.
"Dalam konteks ini, tentu saja (dokumen tersebut) berhubungan dengan fakta. Oleh karenanya dokumen itu perlu ditindaklanjuti oleh Jaksa Agung. Dalam konteks sebagai penyidik pelanggaran berat HAM," kata Anam ketika dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (20/10/2021).
Tidak hanya pemerintah Inggris yang disebut dalam dokumen dan pemberitaan tersebut, kata dia, namun Amerika Serikat (AS) juga perlu menindaklanjuti dokumen tersebut.
Sebagaimana diketahui AS melalui Central Intelligence Agency (CIA) juga kerap disebut terlibat dalam peristiwa tersebut oleh sejumlah sejarawan.
"Tidak hanya Inggris, AS juga. Terkait negara asing, dalam mekanisme internasional, penting bagi mereka menindaklanjuti. Karena ada kejahatan dan ada korbanlah mereka dapat ditarik menjadi pihak, ini memungkinkan dalam konteks mekanisme HAM," kata Anam.
Bagi korban atau keluarga korban Tragedi 1965, kata Anam, dapat melakukan advokasi hukum terkait hal tersebut.
Baca juga: Presiden Jokowi Didesak Buka Lagi Investigasi Tragedi 1965 Setelah Media Asing Ungkap Fakta Baru
"(Korban atau keluarga korban) Dapat juga melakukan advokasi hukum untuk ini," kata Anam.
Diberitakan Intisari-Online sebelumnya, baru-baru ini, The Guardian menerbitkan sebuah artikel menarik tentang peran Inggris dalam pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) pada pertengahan 1960-an.
Berdasarkan dokumen yang baru-baru ini dideklasifikasikan Kantor Luar Negeri Inggris, artikel tersebut mengungkapkan bahwa para propagandis Inggris diam-diam menghasut para tokoh anti-komunis Indonesia.
Mereka itu termasuk para komandan senior angkatan darat, untuk melancarkan kampanye pembunuhan massal.
Penghancuran PKI oleh tentara Indonesia, yang diikuti dengan upaya kudeta misterius oleh para perwira militer pembangkang pada malam 30 September 1965, merupakan “salah satu yang terbesar dan tercepat."
Setidaknya 500.000 orang yang terkait dengan PKI, dan sebanyak satu juta, dibunuh selama tahun 1965 dan 1966.
Itu adalah 'pembersihan' yang menyebabkan jatuhnya Sukarno dan diganti oleh Jenderal Suharto nantinya yang memerintah Indonesia hingga tahun 1998.
Menjelang kampanye mengerikan, The Guardian melaporkan, Inggris meluncurkan kampanye propaganda.
Inggris menyerukan “PKI dan semua organisasi komunis” untuk “dilenyapkan.”
Kampanye tersebut memperingatkan bahwa Indonesia akan berada dalam bahaya “selama para pemimpin komunis masih buron dan anggotanya dibiarkan berkeliaran.”
Menurut laporan The Guardian, kampanye propaganda Inggris dimaksudkan sebagai tanggapan atas kampanye permusuhan Presiden Indonesia Sukarno terhadap pembentukan Federasi Malaysia pada tahun 1963.
Baca juga: Presiden Jokowi Didesak Buka Lagi Investigasi Tragedi 1965 Setelah Media Asing Ungkap Fakta Baru
Sukarno memandang pembentukan Malaysia, yang menyatukan Malaya merdeka dengan koloni Inggris di Singapura, Sarawak, dan British North Borneo (Sabah), sebagai plot untuk mengabadikan pengaruh kolonial London atas Asia Tenggara.
Untuk mencegah pembentukannya, ia meluncurkan kampanye militer diplomatik dan tingkat rendah yang dikenal sebagai Konfrontasi.
Konfrontasi ini melibatkan serangan bersenjata oleh pasukan Indonesia ke Malaysia, di mana dalam beberapa kasus mereka bentrok dengan pasukan Inggris dan Persemakmuran.
Pada tahun 1965, ketika Sukarno mulai condong ke kiri dalam kebijakan luar negeri dan dalam negerinya, dokumen-dokumen yang tidak diklasifikasikan itu menunjukkan, para spesialis dari departemen penelitian informasi Kantor Luar Negeri dikirim ke Singapura untuk memproduksi agit-prop yang dirancang untuk melemahkan rezim Sukarno.
Ini melibatkan produksi buletin oleh para emigran Indonesia dan ditargetkan pada sejumlah individu terkemuka dan berpengaruh, termasuk jenderal-jenderal Angkatan Darat, yang meluas hingga Sukarno sendiri.
Selain itu, melalui stasiun radio di Malaysia mereka menyiarkan pesan-pesan anti-komunis ke Indonesia.
Upaya propaganda ini sudah mapan ketika para perwira tentara pembangkang melancarkan upaya kudeta mereka pada bulan September 1965, menculik dan membunuh enam perwira senior tentara.
Setelah menggagalkan kudeta, Jenderal Suharto mengoordinasikan pembunuhan massal terhadap komunis Indonesia.
Pada titik ini, propaganda London mulai secara terbuka menghasut penghapusan PKI.
Dalam edisi khusus buletin, para propagandis London mengeluarkan tuntutan agar “atas nama semua orang patriotik agar kanker komunis ini disingkirkan dari tubuh negara.”
PKI “sekarang menjadi ular yang terluka,” tambah mereka.
"Sekarang adalah waktu untuk membunuhnya sebelum mereka pulih."
Dalam buletin edisi lain, mereka mendesak para patriot Indonesia: “PKI dan semua yang diperjuangkannya harus dilenyapkan untuk selama-lamanya.”
Kantor Luar Negeri Inggris selalu menyangkal bahwa Inggris terlibat dalam kekerasan yang melanda seperti gelombang berdarah di seluruh kepulauan Indonesia setelah September 1965.
Namun The Guardian berpendapat bahwa pengungkapan ini menunjukkan bahwa badan intelijen dan spesialis propaganda Inggris terlibat, melakukan operasi rahasia.
Hal itu dilakukan untuk meruntuhkan rezim Sukarno dan melenyapkan PKI.