Kuasa Hukum MS Sebut LPSK Siap Tanggung Biaya Pengobatan Kliennya ke Psikiater
MS, Korban pelecehan di lingkungan kerja KPI Pusat mendapat pendampingan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
![Kuasa Hukum MS Sebut LPSK Siap Tanggung Biaya Pengobatan Kliennya ke Psikiater](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/gedung-kpi-di-juanda-jakpus.jpg)
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - MS, Korban pelecehan di lingkungan kerja KPI Pusat mendapat pendampingan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjalani pengobatan ke psikiater.
Kuasa hukum MS, Muhammad Mu'alimin mengatakan pendampingan pengobatan itu dilakukan setelah sebelumnya pihak KPI menolak permintaan kliennya untuk berobat ke psikiater yang dipilihnya sendiri.
"Kita tahu, beberapa hari lalu KPI menolak membiayai MS yang ingin memilih psikiater sendiri untuk dirinya dan psikolog untuk istri dan ibunya," kata Mu'alimin.
Lebih lanjut kata Mu'alimin, LPSK sudah menyatakan siap untuk menanggung pembayaran obat-obatan serta seluruh biaya tagihannya.
Pengobatan ini kata dia, dinilai penting untuk mengurangi rasa cemas MS yang hingga kini masih dirasakan setelah kejadian pelecehan menimpanya.
"Untuk akses psikiater bagi MS, alhamdulillah LPSK siap menanggung biaya pengobatan beserta tagihan yang timbul dari pembelian obat. Kita tahu, usai MS beli obat penenang minggu lalu kecemasannya berkurang dan kualitas tidurnya mulai membaik," katanya.
Sebelumnya, Kuasa hukum terduga korban pelecehan seksual berdasar perundungan di lingkungan kerja KPI Pusat MS, Muhammad Mu'alimin mengungkapkan rasa kecewanya kepada pimpinan lembaga pengawas penyiaran tempat kliennya bekerja.
Baca juga: Tak Ada Bantuan KPI, Kuasa Hukum Sebut MS Periksa ke Psikiater hingga Beli Obat Pakai Uang Sendri
Dirinya merasa kecewa sebab pihak KPI tak memfasilitasi keinginan MS untuk menjalani pemeriksaan ke psikiater dan membeli obat sesuai kemauan MS.
Mu'alimin menyebut, sikap pimpinan KPI dalam menyikapi permintaan dari MS sangat egois dan tak mendengar apa yang dibutuhkam MS sebagai korban.
"Kerusakan psikis MS hanya bisa ditangani Psikiater, tapi KPI ngotot dan bersikeras hanya memberikan psikolog. Sikap KPI sungguh egois dan tak mendengar keluhan MS sebagai korban yang butuh pengobatan," kata Mu'alimin kepada Tribunnews.com Minggu (24/10/2021).
Tak hanya itu, KPI juga kata dia tidak mengabulkan permintaan MS untuk menanggung biaya pengobatan di Psikiater hingga membeli obat-obatan.
Baca juga: KPI Jatim Adukan Rizky Billar dan Lesti Kejora ke Polda Metro Jaya
Akhirnya kata dia, MS harus mengeluarkan biaya pribadi untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya itu.
"KPI sudah membalas surat permintaan pengobatan MS, tapi jawaban KPI tidak mengabulkan permintaan MS untuk penanggungan biaya dan memilih sendiri psikiater," ucapnya.
Mu'alimin mengatakan, yang dibutuhkan saat ini oleh MS yakni pengobatan dari Psikiater.
Namun, pihak KPI malah memberikan alternatif pengobatan yang tidak dibutuhkan MS yakni dengan menyarankan kliennya diperiksa oleh psikolog di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)
"MS butuhnya psikiater agar bisa mendapat pil atau obat penenang, penghilang cemas, tapi KPI malah menawarkan psikolog di Kementerian Komunikasi dan Informasi. Pimpinan KPI memberikan sesuatu yang tidak dibutuhkan MS," ucapnya.
Dirinya mengibaratkan langkah yang diberikan kepada MS adalah tidak sesuai dengan penanganannya.
"Ini ibarat MS butuh operasi di RS tapi KPI malah memberikan tukang pijit," ujarnya.
Baca juga: Komnas Perempuan Ungkap Alasan Korban Dugaan Pelecehan di KPI Melapor Kepada Pihaknya
Lebih jauh Mu'alimin mengatakan, hasil dari pemeriksaan MS dengan psikiater yang ditempuhnya dengan biaya sendiri memiliki efek yang baik.
Di mana MS kata Mu'alimin diberikan tiga jenis obat untuk menutunkan kecemasan dan memberikan efek ketenangan agar MS bisa beristirahat.
"Kemarin MS berobat ke RS Polri dengan biaya sendiri dikasih 3 jenis obat, alhamdulillah setelah diminum jadi bisa tidur tenang dan kecemasannya hilang," kata Mu'alimin.
"Inilah kenapa MS meminta KPI agar menanggung pengobatan di psikiater pilihan MS sendiri. Sayangnya KPI tidak mengabulkan permintaan korban dan ini mengecewakan," katanya.
Kelanjutan Proses Hukum
Proses hukum terkait kasus dugaan pelecehan seksual di lingkungan kerja KPI Pusat yang dialami MS di Polres Metro Jakarta Pusat, hingga kini belum diketahui update perkembangannya.
Kuasa hukum MS, Muhammad Mu'alimin angkat suara terkait hal tersebut.
Dia mengatakan, pihaknya juga hingga saat ini belum mendapatkan informasi terbaru terkait proses hukum atas kejadian yang dialami kliennya tersebut.
"Belum ada info apa-apa, Ya, kita juga belum dapat info terbaru dari Polres Jakpus," kata Mu'alimin saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Minggu (24/10/2021).
Mu'alimin mengatakan, lanjutan proses hukum di Polres Metro Jakarta Pusat bisa dilakukan jika pihak kedokteran Psikiatri Rumah Sakit (RS) Polri telah mengeluarkan hasil tes psikis terhadap MS.
Diketahui, hasil tes psikis tersebut nantinya akan dijadikan bahan penyidikan lanjutan oleh penyidik Polres Metro Jakarta Pusat terhadap perkara ini.
"Sebenarnya kalau dari RS Polri sudah keluar (hasil pemeriksaannya) bolanya ada di Polres. Selama RS Polri belum keluarkan hasil, kita tak bisa mendesak penyidik," kata Mu'alimin.
"Penyidik menunggu hasil kesimpulan dari Dokter Psikiatri forensik RS Polri," sambungnya.
Sebagai informasi, hingga kini kata Mu'alimin, MS telah menjalani proses pemeriksaan psikis sebanyak 6 kali sejak pertama kali dimintakan untuk diperiksa pada September lalu.
Namun, Mu'alimin menegaskan kalau pihaknya, belum mendapatkan informasi detail terkait kapan hasil tersebut keluar dari tim kedokteran Psikiatri RS Polri.
Pihaknya kata Mu'alimin hanya diminta untuk menunggu hasil dari proses pemeriksaan tersebut.
"Kami tanya ke dokternya jawabannya tidak tegas. Kita disuruh menunggu. Hanya itu yang kami tahu kepastiannya," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.