Kisruh Partai Demokrat, Kubu Moeldoko Sebut AHY Ingin Merusak Citra Pemerintahan Jokowi
Ia menilai, dengan menyebut nama jabatan Kepala Staf Presiden, maka AHY telah menyeret lembaga kepresidenan dalam konflik Partai Demokrat.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru bicara Partai Demokrat hasil KLB Deli Serdang, M Rahmad menilai Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah mendeskreditkan pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan menyeret nama Kepala Staf Presiden ke dalam konflik internal Partai Demokrat.
"Partai Demokrat KLB Deli Serdang berkewajiban menyampaikan sikap resmi terkait pernyataan AHY dari Amerika Serikat yang menyebut nama Kepala Staf Presiden atau KSP di dalam konflik internal Partai Demokrat. Pernyataan AHY tersebut adalah keliru dan tidak dapat dibenarkan," kata Rahmad kepada wartawan, Jumat (12/11/2021).
Menurut Rahmad, KSP adalah nama jabatan dalam lembaga kepresidenan di bawah kendali Presiden, dan KSP itu diangkat oleh Presiden.
Ia menilai, dengan menyebut nama jabatan Kepala Staf Presiden, maka AHY telah menyeret lembaga kepresidenan dalam konflik Partai Demokrat.
Baca juga: Kuasa Hukum Demokrat Soal Gugatan Moeldoko Cs ke PTUN : Langkah Itu Tidak Tepat
"Dalam konflik Partai Demokrat yang di dalam berbagai kesempatan disebut pihak AHY sebagai pelaku kudeta dan pembegal partai demokrat," ungkapnya.
Rahmad mengklaim, Moeldoko ditunjuk menjadi KSP karena kecemerlangannya.
Hal itu disebut tidak ada hubungannya dengan Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat KLB Deli Serdang.
Kemudian ia menyebut, pemerintah lewat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly telah menyampaikan secara terbuka bahwa pemerintah tak terlibat konflik Demokrat.
Menurutnya, penegasan itu telah diabaikan AHY.
Baca juga: Kukuh Ingin Kembalikan Partai Demokrat ke Marwahnya, Kubu Moeldoko Siapkan Gugatan Lagi
"AHY sepertinya ingin merusak citra dan mendiskreditkan Pemerintahan Presiden Jokowi. AHY sepertinya memiliki target untuk merusak nama baik lembaga kepresidenan dengan menyeret nama Kepala Staf Presiden kedalam konflik internal Partai Demokrat," tuturnya.
Rahmad menuding AHY sengaja ingin menyeret lembaga kepresidenan seolah-olah terlibat dalam soal kudeta dan begal politik ditubuh Partai Demokrat.
Ia mengatakan, seharusnya AHY menghormati pemerintah.
"Jika KLB itu disebut AHY sebagai Kudeta dan Pembegal Politik, maka tentu pelaku kudeta dan pembegal politik itu adalah SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sendiri. Untuk diketahui, SBY mengambil alih dan menduduki kursi Ketua Umum Partai Demokrat adalah dari hasil KLB di Bali tahun 2013," ujarnya.
"Pembegalan itu berlanjut dengan memanipulasi AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) Partai Demokrat Tahun 2020 yang memasukan nama SBY menjadi pendiri Partai Demokrat, berdua dengan almarhum Bapak Ventje Rumangkang," pungkasnya.
Sementara itu, pegiat media sosial, Chusnul Chotimah melontarkan sindiran AHY terkait sikapnya dan kader-kadernya yang menyebut Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai pengganggu Partai Demokrat.
Padahal, menurutnya, pihak yang menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang adalah para mantan kader Demokrat.
Bahkan bukan hanya itu, para mantan kader Demokrat juga meminta Gatot Nurmantyo dan Rizal Ramli untuk menjadi Ketua Umum.
“Yang sering serang kamu hingga SBY itu eks kader PD,” kata Chusnul Chotimah melalui akun Twitter pribadinya pada Kamis, (11/11/2021) kemarin.
Chusnul juga menyinggung bahwa pihak yang menggugat AHY dan AD/ART Partai Demokrat itu juga para mantan kader Demokrat.
AHY: Moeldoko Tak Punya Hak Mengganggu Demokrat
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyambut gembira atas ditolaknya gugatan AD/ART Partai Demokrat oleh Mahkamah Agung.
AHY menegaskan kini Moeldoko tak punya hak mengganggu rumah tangga Partai Demokrat.
Baca juga: Sidang Lanjutan PTUN, Demokrat dan Kemenkumham Hadirkan Saksi Ahli Lawan Gugatan Tiga Mantan Kader
AHY mengatakan bahwa sejak awal pihaknya yakin gugatan tersebut akan ditolak karena dinilai tak masuk akal.
"Judicial Review AD ART Partai Demokrat ini hanyalah akal-akalan Pihak KSP Moeldoko, melalui proxy-proxynya, yang dibantu pengacara Yusril Ihza Mahendra," kata AHY dalam konferensi pers melalui video, Rabu (10/11/2021).
Dia mengatakan bahwa langkah Meoldoko dkk ini sangat jelas, yakni melakukan gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat yang sah dan diakui oleh Pemerintah.
"Padahal jika kita analogikan Partai Demokrat ini sebagai aset properti, maka sertifikat yang sah dan diakui pemerintah hanya satu, yakni yang sekarang saya kantongi dan saya pegang mandatnya hingga 2025," kata AHY.
Menurutnya, tidak pernah Moeldoko mendapatkan sertifikat dari pemerintah atas kepemilikan properti itu.
"Jadi tidak ada hak apa pun bagi KSP Moeldoko atas Partai Demokrat. Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada haknya KSP Moeldoko mengganggu rumah tangga Partai Demokrat," ujar dia.
AHY juga menyebut sejak awal ia telah mencium adanya gelagat dari pihak Moeldoko yang gemar memamerkan kekuasan dan jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden (KSP).
"Sejak awal pula kami telah mencium gelagat pihak KSP Moeldoko yang gemar 'memamerkan' kekuasaannya, dengan jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden (KSP)," kata AHY dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (11/11/2021).
Baca juga: AHY Sebut Sudah Perkirakan Gugatan AD/ART Partai Demokrat akan Ditolak MA: Gugatannya Tak Masuk Akal
Lebih lanjut AHY menyebut ia telah mendapatkan laporan bahwa para penggugat sangat yakin bisa memenangkan gugatannya ini karena adanya faktor kekuasaan.
Yakni kekuasaan yang dimiliki Moeldoko sebagai KSP, sehingga mereka yakin gugatannya akan diterima oleh Mahkamah Agung.
"Saya mendapatkan laporan, bahwa setelah beberapa kali dibriefing oleh KSP Moeldoko di kediamannya, para penggugat sangat yakin bahwa faktor kekuasaan akan berhasil memenangkan permainannya dan gugatannya akan diterima oleh Mahkamah Agung," terang AHY.
Baca juga: Demokrat Berharap Vonis MA soal JR jadi Rujukan Hakim PTUN Putuskan Gugatan kubu KLB Deli Serdang
AHY pun menilai, hasutan dan pamer kekuasaan tersebut tidak hanya akan mencoreng nama baik presiden sebagai atasan Moeldoko.
Namun juga akan menabrak etika politik, moral, dan merendahkan supremasi hukum di Indonesia.
"Hasutan dan pamer kekuasaan seperti ini tidak hanya mencoreng nama baik Bapak Presiden, selaku atasan langsung beliau, tetapi juga menabrak etika politik, moral, serta merendahkan supremasi hukum di Tanah Air," tegas AHY.
Seperti diberitakan, Mahkamah Agung (MA) menolak uji materi atau judicial review terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat kepengurusan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Hal ini dikonfirmasi oleh juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, kepada Tribunnews.com, Selasa (9/11/2021).
Baca juga: AHY Angkat Bicara Soal Mahkamah Agung Tolak Gugatan Yusril Soal AD ART Partai Demokrat
Perkara itu sendiri tercatat dengan nomor 39 P/HUM/2021. Tertera identitas pemohon yakni Muh Isnaini Widodo dkk melawan Menkumham Yasonna Laoly.
Para pemohon diketahui memberikan kuasa kepada Yusril Ihza Mahendra.
Adapun majelis yang menangani perkara tersebut yakni ketua majelis Supandi dengan anggota Is Sudaryono dan Yodi Martono Wahyunadi.
Objek sengketa perkara tersebut yakni AD/ART Partai Demokrat tahun 2020. AD/ART itu diketahui telah disahkan berdasarkan Keputusan Nomor M.H-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan AD ART, pada 18 Mei 2020.
Para Pemohon pada pokoknya mendalilkan bahwa:
⦁ AD ART Parpol termasuk peraturan perundang-undangan, karena AD ART Parpol merupakan peraturan yang diperintahkan oleh UU 2/2008 jo. UU 2/2011 (UU Parpol) dan dibentuk oleh Parpol sebagai badan hukum publik. Pembentukan AD ART Parpol beserta perubahannya juga harus disahkan oleh Termohon, sehingga proses pembentukannya sama dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UU;
⦁ objek permohonan baik dari segi formil maupun materiil bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu:
1. UU 2/2008 jo. UU 2/2011 (UU Parpol)
2. UU 12/2011 jo. UU 15/2019 (UU PPP), dan
3. Anggaran Dasar Partai Demokrat Tahun 2015
Baca juga: Fraksi Partai Demokrat Gelar Doa Bersama untuk Kesembuhan SBY
Sementara pendapat MA:
MA tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus objek permohonan, karena AD ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 UU PPP, sebagai berikut:
• AD ART Parpol bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal Parpol yang bersangkutan;
⦁ Parpol bukanlah lembaga negara, badan atau lembaga yang dibentuk oleh UU atau Pemerintah atas perintah UU;
⦁ tidak ada delegasi dari UU yang memerintahkan Parpol untuk membentuk peraturan perundang-undangan;
"Menyatakan permohonan keberatan HUM dari Para Pemohon tidak dapat diterima," kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.