Banyak Pelecehan Seksual di Perguruan Tinggi, Ketua Komnas HAM: Kampus Tak Steril dari Kesalahan
Jadi Dosen selama 34 tahun, Ketua Komnas HAM Ahmad ungkap banyak kasus kekerasan maupun pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan selama ini banyak kasus kekerasan maupun pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi.
Dirinya mengaku mengetahui hal tersebut karena telah menggeluti dunia akademik sebagai dosen selama 34 tahun.
"Iya banyak sekali kasus-kasus seperti itu. Dan ini juga mengembangkan dan menumbuhkan sensitivitas kita yang terhadap ya bukan hanya kekerasan ya, tapi juga perundungan itu ya," ujar Taufan dalam diskusi Polemik MNC Trijaya bertajuk 'Pro Kontra Permen PPKS', Sabtu (13/11/2021).
Baca juga: Nadiem Makarim: Perguruan Tinggi Vokasi Harus Mampu Bersaing di Skala Internasional
Menurut Taufan, di lingkungan kampus kerap terjadi pelecehan seksual, namun tidak disadari karena tidak ada sensitivitas terkait perbuatan itu.
"Kita kadang enggak sensitif, ada body shaming itu dianggap seperti hal yang joke biasa atau orang yang di rendahkan martabat nya dengan hal-hal yang sebetulnya itu pelecehan," tutur Taufan.
"Kita kadang-kadang tidak terlalu sensitif ya. Misalnya lewat ada orang lewat kita 'suit suit' dan kita ketawa-ketawa. Kita kan tidak merasa itu sebetulnya adalah perendahan martabat," tambah Taufan.
Baca juga: Kawal Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswi Unsri, Ini yang Dilakukan BEM Setempat
Taufan mengatakan perbuatan tersebut tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa, namun juga oleh dosen.
Dirinya menyebut ada dosen yang membicarakan bagian dari fisik mahasiswinya.
Hal tersebut, menurutnya, merupakan bagian dari pelecehan seksual dan perendahan martabat.
"Kampus sama, dari dosen terhadap mahasiswa misalnya. Enggak usah ditutup-tutupi itu terjadi. Saya melihat sendiri tapi sulit diatasi, karena kadang-kadang kita sensitivitas kita soal pelecehan, kecuali kekerasan. Kalau kekerasan kita langsung semuanya sensitif, tetapi perundungan itu kita enggak sensitif. Misalnya ada orang membicarakan bagian dari fisik mahasiswinya misalnya," ungkap Taufan.
Perbuatan tersebut, kata Taufan, membuat para mahasiswa mengeluh.
Bahkan dapat menyebabkan gangguan psikologis bagi mahasiswa.
Menurut Taufan, perbuatan tersebut juga terjadi dalam berbagai kegiatan di kampus.
"Banyak mahasiswa ngeluh kepada kita, karena dia merasa itu dianggap normal. Kemudian sebetulnya Katakanlah mengganggu psikologisnya dan tentu saja mengganggu suasana belajar dia. itu tidak saja dosen, tapi juga antar mahasiswa, senior. Dalam perpeloncoan misalnya sering terjadi," kata Taufan.
Baca juga: Nadiem Makarim Targetkan Oktober 2022 Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual Capai 100 Persen
Dirinya meminta pihak kampus terbuka terhadap kasus kekerasan maupun pelecehan seksual yang terjadi.
Baginya, kampus bukan wilayah yang steril dari kesalahan seperti kekerasan seksual.
"Kita enggak usah menutupi, bahwa kampus bukan hal yang steril dari kesalahan. Saya orang kampus 34 tahun, jadi saya merasa kampus harus berani mengkoreksi dirinya bahwa ada memang banyak kekeliruan yang harus kita benahi sebagai lembaga pendidikan bagi generasi kita ke depan," pungkas Taufan.