Eks Pegawai KPK Kritik Politikus PDIP Arteria Dahlan, Sebut Polisi, Hakim, & Jaksa Tak Boleh Di-OTT
-ramai mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ramai-ramai mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan.
Hal ini terkait ucapan Arteria yang menyebut Operasi Tangkap Tangan (OTT) tak perlu dilakukan kepada polisi, jaksa, dan hakim.
Kritikan pertama datang dari eks penyidik senior KPK Novel Baswedan.
"Sekalian saja semua pejabat tidak boleh di-OTT agar terjaga harkat dan martabatnya. Mau korupsi atau rampok uang negara bebas. Kok bisa ya anggota DPR berpikir begitu? Belajar di mana," cuit Novel dalam akun twitter @nazaqistsha, seperti dikutip pada Jumat (19/11/2021).
Pendapat Novel tersebut membalas cuitan mantan penyelidik KPK Aulia Postiera yang menyebarluaskan pemberitaan berisi pandangan Arteria yang menyebut polisi, jaksa, dan hakim tidak seharusnya di-OTT karena mereka simbol negara di bidang penegakan hukum.
Aulia melalui akun twitter @paijodirajo menilai pandangan Arteria tersebut ngawur.
Hal itu, menurutnya, tak jauh berbeda dengan sejumlah pihak tertentu yang membangun fitnah bahwa ada taliban di KPK.
"Argumentasi-argumentasi ngawur terkait OTT ini seperti sengaja dibangun seperti saat dulu mereka membangun fitnah bahwa ada taliban di KPK yang berakibat adanya revisi UU KPK dan pemecatan pegawai dengan dalih TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) abal-abal. Semua pejabat takut terkena OTT karena ketika tertangkap enggak bisa berkelit lagi," tulis Aulia.
Baca juga: Arteria Dahlan Sebut Penilaian Kejaksaan Sarang Koruptor Sudah Tidak Tepat
Mantan penyelidik KPK lainnya, Rieswin Rachwell, melemparkan satire terhadap pernyataan Arteria.
Rieswin berkata seharusnya semua pejabat--tak hanya aparat penegak hukum--adalah simbol negara sehingga tidak boleh di-OTT.
Sebab, jika ditangkap, akan mengganggu pembangunan.
"Lebih mudah tidak OTT daripada menyuruh jangan korupsi. Inilah wawasan kebangsaan pancasila anti-taliban," cuit Rieswin.
Baca juga: PROFIL Bupati Banyumas Achmad Husein yang Viral karena Pernyataan Takut Kena OTT KPK
Sebagaimana diketahui, OTT menjadi salah satu keunggulan KPK dalam memberantas korupsi.
Melalui metode tersebut, KPK berhasil menangkap hakim dan jaksa selaku penegak hukum serta bisa membongkar kasus dugaan korupsi.
Salah satu peristiwa yang sempat membuat heboh publik adalah penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar pada Oktober 2013 lalu.
Saat itu, Novel terlibat ke dalam tim yang menggelar OTT.
Sampai saat ini, tepatnya pada kepemimpinan era Firli Bahuri Cs, OTT masih menjadi strategi KPK dalam menangani kasus dugaan korupsi.
Baca juga: Jawaban Ketua KPK Firli Bahuri untuk Bupati Banyumas: Jika Korupsi dan Cukup Bukti, Ya Ditangkap
Sebelumnya, Arteria mengatakan polisi, jaksa, dan hakim yang bertugas di Indonesia tidak seharusnya menjadi objek OTT kasus dugaan korupsi.
Ia menilai aparat penegak hukum tersebut adalah simbol negara.
"Bukan karena kita pro-koruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum," kata Arteria dalam diskusi daring bertajuk 'Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah?' pada Kamis (18/11/2021).
UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan sendiri mengatur secara rinci soal Simbol Negara.
Dalam konstitusi dan UU tersebut Simbol Negara terdiri dari Bendera Negara Indonesia yang adalah Sang Merah Putih, Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia, Lambang Negara yakni Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.