Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Istri Marahi Suami Berujung Tuntutan Penjara, Ini Tanggapan Advokat

Advokat tanggapi kasus seorang istri yang dituntut satu tahun penjara karena marahi suami, singgung pentingnya restorative justice.

Penulis: Shella Latifa A
Editor: Miftah
zoom-in Istri Marahi Suami Berujung Tuntutan Penjara, Ini Tanggapan Advokat
TribunBekasi.com
Sidang kasus KDRT psikis terdakwa Valencya (45) di Pengadilan Negeri Karawang, pada Kamis (11/11/2021) sore. Terdakwa dituntut satu tahun penjara oleh jaksa, dalam sidang terdakwa sempat menangis tidak terima tuntutan itu. Dia menilai memarahi suaminya karena kesal suaminya sering pulang dalam keadaan mabuk. 

TRIBUNNEWS.COM - Pengakuan seorang istri di Karawang, Jawa Barat yang dituntut satu tahun penjara lantaran memarahi suaminya pulang dalam keadaan mabuk, viral di media sosial.

Diketahui, sang istri dituntut satu tahun penjara karena terbukti melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) secara psikis.

Kasus ini menyita perhatian publik dan menimbulkan pertanyaan bagaimana bisa hanya memarahi pasangan bisa berujung pidana.

Terkait hal itu, advokat sekaligus Ketua Young Lawyers DPC Peradi Surakarta, T Priyanggo Tri Saputro mengatakan setiap jenis KDRT termasuk kekerasan verbal bisa saja dilaporkan.

Baca juga: Valencya yang Dituntut 1 Tahun Bui karena Marahi Suami Dapat Ancaman: Biar Saja, Saya Pasrah

Namun, menurut dia, perkara KDRT perlu dilakukan analisis penegak hukum mendalam apakah kasus bisa diselesaikan tanpa jalur meja hijau.

"Apakah kondisi seperti itu dijadikan suatu permasalahan hukum atau perkara pidana? Tentu dari sudut pandang mana dulu kita bisa melihat."

"Berbicara terkait materi tentu bisa dilaporkan, namun apakah itu nanti layak disidangkan atau tidak. Ini yang akan menjadi analisa berikutnya," kata Angga dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (22/11/2021).

BERITA REKOMENDASI

Angga menjelaskan KDRT termasuk dalam delik pidana aduan, yang artinya hanya korban saja yang berhak melaporkannya ke kepolisian.

Sifat delik ini membuat terkadang kasus KDRT tidak menjadi konsumsi publik.

Apa saja ancaman hukuman bagi oknum pejabat yang berselingkuh ? Begini penjelasan dari ahli hukum, T Priyanggo Trisaputro pada program siaran langsung Kacamata Hukum Tribunnews, Senin (29/3/2021).
Apa saja ancaman hukuman bagi oknum pejabat yang berselingkuh ? Begini penjelasan dari ahli hukum, T Priyanggo Trisaputro pada program siaran langsung Kacamata Hukum Tribunnews, Senin (29/3/2021). (Tangkapan Layar Youtube Tribunnews)

Baca juga: Soal Kasus Istri Dituntut Penjara karena Marahi Suami, Komnas Perempuan Singgung Restorative Justice

Dari kasus istri dituntutn penjara karena memarahi suami, Angga menilai semestinya ada solusi lain yang dilakukan penegak hukum selain jalur pengadilan.

Ia menekankan pentingnya restorative justice yang bisa dilakukan para penegak hukum.

Baik itu, dari advokat yang mendamping pelapor maupun terlapor hingga majelis hakim.


"Catur wangsa meliputi advokat, penyidik atau dari kepolisian, jaksa penuntut umum,kemudian hakim. Inilah 4 pilar bisa mencoba memberi solusi baik itu kepada terlapor maupun pelapor, seberapa berat efek dari KDRT."

"Ketika efek KDRT cenderung kepada efek yang ringan, kenapa tidak lebih menggunakan restorative justice."

"Seperti mediasi. Ketika konsepnya adalah melakukan restorative justice, kita tidak mengedepankan hukum materiil. Dalam konsep hukum pidana, ada asas Ultimum remedium artinya pidana itu langkah akhir," ucap dia.

Baca juga: MA Vonis Bebas Terdakwa Pencemaran Nama Baik Istri Kombes Terkait Utang Rp 70 Juta

Sidang kasus KDRT psikis terdakwa Valencya (45) di Pengadilan Negeri Karawang, pada Kamis (11/11/2021) sore. Terdakwa dituntut satu tahun penjara oleh jaksa, dalam sidang terdakwa sempat menangis tidak terima tuntutan itu. Dia menilai memarahi suaminya karena kesal suaminya sering pulang dalam keadaan mabuk.
Sidang kasus KDRT psikis terdakwa Valencya (45) di Pengadilan Negeri Karawang, pada Kamis (11/11/2021) sore. Terdakwa dituntut satu tahun penjara oleh jaksa, dalam sidang terdakwa sempat menangis tidak terima tuntutan itu. Dia menilai memarahi suaminya karena kesal suaminya sering pulang dalam keadaan mabuk. (TribunBekasi.com)

Ia pun mengingatkan sejatinya hukum janganlah dipergunakan sebagai alat balas dendam antar pihak.

Melainkan, hukum dimanfaatkan sebagai instrumen menyadarkan pelaku.

"Sepeti apa yang disampaikan oleh Prof Satjipto Raharjo dalam konsep hukum progresif. Beliau menekankan bahwa hukum bukan untuk alat balas dendam, tapi alat untuk menyadarkan diri. "

"Kemudian dalam perkara ini, hukum terkesan untuk alat balas dendam," tuturnya.

Diharapkan cara pernyelesaian perkara tanpa jalur sidang bisa digunakan lebih maksimal.

"Ini lah yang menjadi PR bersama antara penegak hukum yang tergabung dengan catur wangsa."

"Tidak hanya tugas penyidik, jaksa penuntut umum dan hakim. Pengacara yang mendampingi perkara ini wajib menasehati. Ketika perkara itu bisa diselesaikan tanpa adanya peradilan, kenapa tidak?," tandasnya.

(Tribunnews.com/Shella Latifa)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas