Tarik Ulur Jadwal Muktamar NU Jangan Jadi Pemicu Perpecahan, Ingat Selalu Ada Kejutan di Muktamar NU
Situasi pandemi Covid-19 terkait dengan rencana pemerintah akan memberlakukan PPKM di masa liburan Natal dan Tahun Baru jadi pemicunya.
Editor: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Muktamar Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) belum digelar. Namun, friksi tajam mulai muncul ke permukaan terkait dengan tarik ulur jadwal Muktamar NU yang muncul dari dua kubu kandidat Calon Ketua Umum PBNU.
Kubu KH. Said Aqil Siradj menginginkan agar jadwal muktamar NU diundur ke akhir Januari 2022 sementara kubu KH. Yahya Cholil Staquf lebih sreg muktamar NU dimajukan jadwalnya pada pertengahan Desember 2021.
Situasi pandemi Covid-19 terkait dengan rencana pemerintah akan memberlakukan PPKM di masa liburan Natal dan Tahun Baru jadi pemicunya. Awalnya, PBNU merencanakan Muktamar NU sedianya akan diselenggarakan pada 24 Desember 2021.
Tarik ulur maju mundurnya jadwal Muktamar NU ini tampaknya berujung pada dampak keuntungan dan kerugian bagi kedua kandidat calon Ketum PBNU baik bagi kubu KH. Said Aqil Siradj maupun kubu Gus Yahya.
“Dalam situasi seperti in dengan konflik yang cukup tajam kalau tidak bisa diselesaikan dengan baik kita khawatir nanti akan ada friksi yang tajam setelah muktamar. Kita tidak mau mengulang kasus yang terjadi di Muktamar Jombang, dimana friksi yang tajam akhirnya melahirkan kelompok baru yang anti terhadap PBNU, mereka menggugat hasil muktamar bahkan membikin kelompok tersendiri yang seolah antitesa NU, bahkan melahirkan kelompok garis keras yaitu NU Garis Lurus,” kata Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, KH. Imam Jazuli lewat voice note yang dikirim ke Tribunnews.com, Selasa (30/11/2021).
“Pada intinya kelompok sempalan ini merupakan salah satu mesiu atau residu dari Muktamar Jombang, padahal friksi yang di Jombang itu tak setajam sekarang, yang di Jombang itu terjadi ketika menit-menit akhir pemilihan Ketum PBNU,” tambah Kiai Imam.
Kiai Imam Jazuli yang juga Alumni Pesantren Lirboyo dan Al Azhar Mesir ini mengingatkan semua pihak jika friksi yang tajam terkait maju mundurnya jadwal muktamar ini tak bisa disikapi dengan arif dan bijaksana potensi perpecahannya sangat memungkinkan.
“Sekarang friksi ini tajam sekali, semua perang pernyataan resiko terjadinya konflik ini tajam sekali. Nah kita berharap, para tokoh NU wabil khusus yang tua mulai memberikan nasihat kepada kedua kubu supaya mengembalikan NU kepada ideologi ASWAJA. Jangan merisaukan soal waktu karena yang akan menentukan hasil akhir siapa yang akan memimpin NU kedepan Allah SWT,” katanya.
Kiai Imam Jazuli mengingatkan semua pihkan bahwa NU sebagai organisasi kewaliyan tidak mungkin jauh dari ketetapan Allah dan meminta kepada semua pihak agar tidak membuat pernyataan yang kontra produktif yang bisa membuat perpecahan.
“Kita khawatir setelah muktamar ini pecah. Mufaroqoh ini bisa terjadi karena friksinya terlalu keras, bahkan ini harus melahirkan solusi bahkan harus ada solusi. Harus muncul calon lain yang bisa merangkul keduanya, dan saya kira banyak tokoh yang bisa meredam,” katanya.
Kiai Imam Jazuli lalu menyebut nama-nama tokoh alternatif selain kedua calon yang muncul saat ini. Diantaranya adalah KH. Mutawakkil Alallah, KH. Marzuki Mustamar, KH. Marsudi Syuhud, dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin). “Mestinya kita malu dengan orang diluar, kok kita ribut masalah remeh temeh hanya karena sebuah keyakinan yang diluar Aswaja,” katanya.
Kiai Imam Jazuli juga mengingatkan kedua kandidat calon Ketum PBNU bahwa jangan terlalu percaya diri bisa memenangkan kontestasi pemilihan Ketum PBNU dengan mudah. Menurutnya, setiap Muktamar NU selalu menghadirkan kejutan.
“Yang tidak disadari oleh kedua calon, dari muktamar NU yang selama ini terjadi selalu saja ada kejutan. kita tahu di Makassar ketika Mbah Hasyim Muzadi yang sangat kuat pada saat itu dan sudah dua kali memimpin PBNU tetapi ternyata ketika pemilihan gagal, yang naik justru Kiai Said,”katanya.
“Dan yang kedua ketika muktamar di Jombang, kita tahu kekuatan Gus Solah yang didudkung Kyai Sepuh tapi ternyata lewat sebuah operasi tertentu yang menang ternyata Kyai Said Agil, itu yang menyisakan residu. Nah sekarang juga kita tidak tahu karena bisa jadi di luar dugaan ada kuda hitam yang tiba-tiba menang,” ujar Kiai Imam.
“Atau ada yang sudah yakin menang tapi tiba-tiba kalah, jadi tidak usah terlalu percaya diri, bahwa semua akan ditentukan di muktamar bukan sebelum muktamar, banyak yang menguasai peta sebelum muktamar tapi saat muktamar justru kalah. Saya kira ini catatan penting karena kedua belah pihak harus mau menerima apakah muktamar ini maju atau mundur,” pungkas Kiai Imam Jazuli.