Dituntut Hukuman Mati dalam Kasus Asabri, Heru Hidayat Bacakan Nota Pembelaan Hari Ini
Dalam perkara tersebut, Heru Hidayat yang merupakan Komisaris PT Trada Alam Mineral (TRAM) itu dituntut hukuman mati oleh jaksa.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) Heru Hidayat, bakal bacakan nota pembelaan alias pleidoi atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam perkara tersebut, Heru Hidayat yang merupakan Komisaris PT Trada Alam Mineral (TRAM) itu dituntut hukuman mati oleh jaksa.
Kuasa Hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk mengatakan pihaknya dalam hal ini tim kuasa hukum serta terdakwa sendiri akan membacakan pleidoi dalam persidangan sore nanti.
"Kira-kira sore ini sih (agenda pembacaan pleidoi)," kata Kresna saat dikonfirmasi, Senin (13/12/2021).
Baca juga: ICW Sindir Kejagung soal Tuntatan Hukuman Mati Heru Hidayat dengan Kasus Pinangki
Persidangan dengan agenda pembacaan pleidoi dari kubu terdakwa ini bakal digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Bantah Nikmati Uang Rp 12 Triliun
Kuasa hukum terdakwa dugaan kasus korupsi di PT ASABRI Heru Hidayat yakni Kresna Hutauruk mengatakan kalau kliennya tidak menikmati total uang senilai Rp 12 Triliun atas kasus rasuah di perusahaan bidang asuransi pelat merah itu.
Pernyataan itu merespons terkait dengan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) yang menyatakan Heru Hidayat telah menikmati uang bernilai fantastis itu.
Sebab kata dia, selama proses persidangan berlangsung, tidak ada bukti yang cukup kalau aliran dana itu ke Heru Hidayat bahkan ke pihak-pihak yang berhubungan dengan kliennya tersebut.
"Dari mana Rp12 triliun dikatakan dinikmati pak Heru? sepanjang persidangan, menurut kami tidak ada bukti-bukti yang menunjukkan adanya aliran Rp12 triliun kepada Pak Heru atau kepada orang-orang yang katanya afiliasi pak Heru," kata Kresna kepada awak media, Selasa (7/12/2021).
Atas hal itu, kata Kresna, pihaknya membantah adanya uang Rp 12 Triliun yang dinikmati oleh Heru Hidayat, sebab penghitungan atas uang tersebut tidak berdasar.
Bahkan saat pihak Badan Pengawas Keuangan (BPK) RI hadir dalam sidang, kata dia, aliran keuangan tersebut tidak dihitung secara menyeluruh.
"Mereka (BPK) hanya menghitung uang keluar, tidak pernah menghitung uang masuk, tidak pernah menghitung sisa barang yang masih ada, sahamnya masih dimiliki ya kan unit pernyataan di reksa dana masih ada tidak dihitung, ya gimana kerugian nggak membengkak kalau cara menghitungnya seperti itu," tutur Kresna.
"Selain itu, menurut kami, unsur kerugian negara juga tidak terbukti, karena sampai saat ini ASABRI masih memiliki saham-saham dan Unit Penyertaan dalam Reksadana, sehingga jelas tidak terbukti perbuatan yang didakwakan oleh JPU," tukasnya.
Diketahui, Jaksa penuntut umum (JPU) menjatuhkan tuntutan pidana terhadap pihak swasta dalam hal ini Komisaris PT Trada Alam Mineral (TRAM) Heru Hidayat.
Pembacaan tuntutan itu dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (6/12/2021).
Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan terdakwa Heru secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan pertama dan dakwaan kedua primer dari Jaksa.
"Menyatakan terdakwa Heru terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer pasal Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahaan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," kata jaksa dalam persidangan, Senin (6/12/2021).
"Serta, pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," lanjut jaksa.
Atas hal itu, jaksa menjatuhkan tuntutan terhadap Heru yang dinilai melakukan tindak pidana luar biasa atau extra ordinary crime dengan pidana hukuman mati.
Penjatuhan tuntutan ini juga dilayangkan jaksa mengingat karena Heru juga merupakan terpidana pada kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya yang telah merugikan negara Rp 16 Triliun, dimana dia divonis hukuman seumur hidup.
"Kami menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada PN Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi terhadap terdakwa Sony Wijaya untuk memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Heru Hidayat dengan hukuman mati," tuntut jaksa.
Tak hanya menjatuhkan tuntutan hukuman pidana, jaksa juga menuntut Heru untuk membayar uang pengganti yang telah dinikmati atas perbuatannya yakni senilai Rp 12,6 Triliun.
Jika tidak mampu membayar uang pidana pengganti tersebut maka seluruh harta benda Heru akan disita untuk menutupi pidana uang pengganti.
"Membayar uang pengganti sebesar Rp12,64 triliun dengan ketentuan tidak dibayar sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk uang pengganti tersebut," ucap jaksa.