Rencana Aksi Mogok Serikat Pekerja Pertamina Dinilai Korbankan Kepentingan Masyarakat
Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi yang menilai demo dan ancaman mogok kerja FSPPB beberapa waktu lalu telah mengorbankan kepentingan masyarakat
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang menuntut Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dicopot dari posisinya terus menuai kritik.
Salah satunya dari Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi yang menilai demo dan ancaman mogok kerja FSPPB beberapa waktu lalu telah mengorbankan kepentingan masyarakat demi tujuan politik.
"Menurut saya tujuannya (demo dan ancaman mogok kerja) lebih ke politik untuk melengserkan direktur utama (Pertamina)," kata Fahmy dalam penjelasannya, Selasa (11/1).
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM ini menduga para elit serikat pekerja Pertamina dalam beberapa aksinya telah acap kali membungkus muatan politis dengan dalih kepentingan pekerja agar tak kentara.
Dugaan tersebut diperkuat dengan aksi demo beberapa waktu lalu yang menginginkan adanya pencopotan direktur utama Pertamina, namun dibungkus dengan tuntuan kenaikan gaji.
"Selama ini ancaman mogok sering dibungkus alasan perbaikan gaji dan kesejahteraan. Padahal, gaji karyawan Pertamina dan bahkan uang pensiunnya sudah besar, sehingga tidak ada alasan memperjuangkan gaji dan kesejahteraan. (Ancaman) itu bisa jadi sebagai bungkus untuk kepentingan lain, yaitu agenda ingin melengserkan Nicke," ujarnya.
Ironisnya, FSPPB seperti mengabaikan bahwa aksinya memiliki dampak negatif terhadap kepentingan masyarakat. Jika mogok kerja benar terjadi, maka akan berakibat fatal.
Di hulu dampaknya bisa berupa produksi minyak mentah yang berkurang.
Baca juga: DPR Apresiasi Direksi Pertamina Berhasil Atasi Ancaman Mogok Serikat Pekerja
Paling berbahaya ada di hilir, dampaknya bisa mengganggu proses pengolahan bahan bakar minyak (BBM) serta pendistribusiannya ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
"Dampak mogok kerja ini akan mengakibatkan proses kerja di Pertamina macet total, ujung-ujungnya masyarakat yang menjadi korban. Sangat tidak terpuji kalau memang tujuannya untuk politik menurunkan direktur utama, namun akhirnya malah mengorbankan kepentingan masyarakat," kata Fahmy.
Undang-Undang (UU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi dasar hukum pembentukan serikat pekerja di perusahaan plat merah tersebut pun melarang para pekerjanya bermain politik.
Sehingga jika ada pekerja BUMN yang terindikasi bermain politik maka sudah seharusnya layak ditindak.
Baca juga: Gaji Naik Karyawan Pertamina Batal Mogok, Bikin Iri Karyawan Lain?
Amanat UU BUMN wajib dilaksanakan, sehingga jika ada elit-elit di serikat pekerja Pertamina yang terbukti melakukan penyimpangan bermain politik dalam balutan demo tuntutan kenaikan gaji beberapa waktu lalu maka perlu ditindak.
Elite-elite ini dianggap berbahaya karena sudah memobilisasi para pekerja di Pertamina untuk mogok demi memenuhi kepentingan golongan tertentu.
Fahmy menyarankan bagi para pekerja Pertamina yang ingin berpolitik agar sebaiknya keluar dari perusahaan.
Menurutnya, perjuangan politik mereka justru akan lebih jelas serta bebas dilakukan jika keluar dari perusahaan dan bergabung dengan partai politik.
"Jadi kalau mau bermain politik ya harus keluar, terus masuk saja ke partai politik," ujar dia.
Sebelumnya pada tanggal 10 Desember 2021, FSPPB memang telah mengirimkan surat kepada Menteri BUMN bernomor 110/FSPPPB/XII/2021-ON3 perihal Permohonan Pencopotan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawaty.
Surat tersebut ditandatangani oleh Presiden FSPPB Arie Gumilar dan Sekjen FSPPB Sutrisno.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.