Sewindu UU Desa, Gus Halim Optimistis Desa Dapat Membuka Jalan Kedaulatan Pangan Indonesia
Gus Halim yakin keberadaan Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan akan menjadi penyokong utama ketahanan pangan hewani Indonesia.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar optimistis desa dapat membuka jalan kedaulatan pangan di Indonesia.
Menteri yang akrab disapa Gus Halim tersebut juga yakin keberadaan Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan akan menjadi penyokong utama ketahanan pangan hewani Indonesia.
Selain telah menjadi tumpuan produksi sapi lokal, lanjut dia, ketersediaan lahan pangan di desa mendorong potensi tersebut.
Hal tersebut disampaikan Gus Halim saat Selamatan Sewindu Undang Undang Desa yang diselenggarakan di Kasepuhan Cipta Gelar, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi, Sabtu (15/1/2022).
"Akhir 2021, Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan, mulai dijalankan 7 BUM Desa Bersama, di 7 kabupaten, di 3 provinsi sebagai pilot project. Tahun 2022 ini, mendapatkan napas lebih besar, didukung oleh Presiden, melalui Perpres 104 tahun 2021, bahwa 20 persen dana desa digunakan untuk program ketahanan pangan dan hewani. Saya optimis, Desa akan membuka jalan kedaulatan pangan Indonesia," kata Gus Halim.
Gus Halim menjelaskan Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan merupakan konsep peternakan komunal yang dikelola BUM Desa Bersama.
Baca juga: Sewindu UU Desa, Gus Halim Serahkan Bantuan Rp 500 Juta Kepada Kasepuhan Ciptagelar
Ia mengatakan bentuknya adalah penggabungan beberapa komoditi unit usaha peternakan pada satu pasar di suatu daerah.
Selain itu, arah desa-desa yang berpotensi di sektor peternakan akan dikembangkan sebagai sentral-sentral penyedia daging baik dari sapi, kambing, hingga ayam hingga pusat holtikultura.
Melalui program tersebut, kata dia, akan terintegrasi pengelolaan peternakan dari hulu ke hilir.
Ia mengatakan dari penggemukan hingga kotoran ternak harus memberi nilai ekonomisnya.
"Tujuannya jelas, selain untuk kesejahterakan masyarakat desa itu sendiri, minimal dapat menurunkan kebutuhan impor dengan meningkatkan ketahanan pangan khususnya pemenuhan kebutuhan daging dan swasembada daging sapi nasional," kata dia.
Berdasarkan data Kemendesa PDTT, menurut Gus Halim, sejak tahun 2015 sampai tahun 2020 produksi daging sapi di Indonesia mengalami fluktuasi.
Dalam rentang waktu tersebut, tahun 2016 mencapai titik tertinggi dengan produksi 518.484 ton atau naik 2,3 persen dari tahun sebelumnya.
Kemudian pada 2017 produksi daging sapi turun lagi menjadi 486.319,7 ton.
Pada tahun 2018, produksi mengalami kenaikan kembali menjadi 497.971,7 ton.
Selanjutnya pada 2019 naik menjadi 504.802,29 ton dan pada tahun 2020 mengalami peningkatan kembali mencapai 515.627,74 ton.
Namun demikian, peningkatan produksi yang selalu dibarengi dengan peningkatan kebutuhan terhadap daging sapi merupakan hal lumrah.