Pakar Hukum Prediksi Vonis Penjara Terdakwa Kasus Asabri Akan Nol, Ini Maksudnya
Petrus juga mempertanyakan alasan jaksa tidak menggabungkan dakwaan dan tuntutan pidana kasus Jiwasraya dan kasus Asabri.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana yang sekaligus merupakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus memprediksikan putusan vonis penjara terdakwa kasus Asabri Heru Hidayat bakal berakhir nol.
Hal ini, kata Petrus, mengandaikan majelis Hakim Tipikor yang mengadili perkara ini konsisten dengan surat dakwaan dan fakta persidangan serta tidak mempertimbangkan tuntutan hukuman mati JPU terhadap Heru Hidayat karena tidak dicantumkan dalam surat dakwaan.
“Karena Heru Hidayat sudah divonis putusan penjara seumur hidup dalam kasus Jiwasraya, maka jika yang bersangkutan divonis bersalah lagi dalam kasus Asabri dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, maka putusan dalam kasus Asabri akan dengan vonis penjara akan nol,” ujar Petrus kepada wartawan, Minggu (16/1/2022).
Indonesia, kata Petrus, tidak mengenal pidana penjara komulatif seperti di Amerika Serikat yang memungkinkan orang bisa dipenjara sampai ratusan tahun.
Baca juga: 2 Eks Direksi PT Asabri Divonis 15 Tahun Penjara, Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa
Pidana penjara tertinggi di Indonesia, tutur dia, adalah seumur hidup.
Dan jika bukan seumur maka pidana penjara terberatnya adalah penjara tertinggi ditambah sepertiga-nya.
“Karena penjara seumur hidup merupakan pidana penjara tertinggi dan Indonesia tidak mengenal pidana penjara komulatif seperti di AS,” tandas Petrus.
Selain itu, Petrus juga mempertanyakan alasan jaksa tidak menggabungkan dakwaan dan tuntutan pidana kasus Jiwasraya dan kasus Asabri.
Pasalnya, kata Petrus, hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 141 KUHAP yang menyebutkan penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan menerima beberapa berkas perkara dalam hal, pertama beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya.
Kedua, beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lain.
Ketiga, beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.
“Sebenarnya di dalam pasal 141 KUHAP diatur mengenai penggabungan dakwaan dan tuntutan, di mana Heru Hidayat dan Beny Tjokro merupakan terdakwa korupsi dalam kasus korupsi Jiwasraya, mengapa JPU tidak membuat penggabungan tuntutan pidana dalam kasus korupsi Asabri bersamaan dengan korupsi Jiwassraya sesuai ketentuan Pasal 141 KIHAP karena syarat-syaratnya terpenuhi. Ini menjadi tanda tanya bahkan menimbulkan kecurigaan publik,” pungkas Petrus.
Terkait putusan nol dalam kasus Asabri sebenarnya sudah diprediksikan juga oleh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga Nur Basuki Minarno.
Nur menyebutkanya putusan blanko karena Heru Hidayat sudah divonis penjara seumur hidup dalam kasus yang lain, yakni kasus Jiwasraya.