Kuasa Hukum Tuding Erick Thohir Giring Opini Emirsyah Satar Dalam Dugaan Korupsi Garuda Indonesia
Kuasa hukum Eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar menyayangkan sikap Menteri BUMN Erick Thohir yang menyeret nama kliennya
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar menyayangkan sikap Menteri BUMN Erick Thohir yang menyeret nama kliennya dalam dugaan kasus korupsi pengadaan pesawat ATR 72-600.
Kuasa Hukum Emirsyah Satar, Afrian Bondjol menyampaikan kasus tersebut masih dalam tahapan penyelidikan di Kejaksaan Agung RI. Pihaknya meminta seluruh pihak menghormati asas praduga tak bersalah.
"Kami sayangkan tindakan pejabat publik setingkat menteri. Bahwa penggiringan opini yang terjadi di media seolah-olah benar hanya klien kami lah yang menjadi pelaku dalam perkara ini. Walaupun kasus ini masih dalam proses penyelidikan oleh Kejaksaan Agung RI masih dalam tahap mencari keterangan dan barang bukti," kata Afrian dalam konferensi pers di Kantornya, Jakarta Selatan, Senin (17/1/2022).
Dijelaskan Afrian, proses pengadaan pesawat ATR 72-600 diadakan PT Citilink Indonesia.
Selanjutnya, PT Garuda Indonesia melakukan pengambilalihan karena pihak ATR dan Lessor meminta jaminan kepada maskapai plat merah tersebut.
Afrian menuturkan pengambilalihan pengadaan pesawat ATR 72-600 tak hanya disetujui oleh Emirsyah Satar saja. Namun, ada pihak lain yang juga terlibat dalam proses pengalihan pesawat itu dari Citilink Indonesia.
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Garuda Indonesia Jadi Atensi, Kejagung Segera Tentukan Sikap
"Klien kami telah mendapatkan persetujuan dari rapat direksi dan dewan komisaris yang menguatkan poin pertama bahwa klien kami sangat mengedepankan prinsip-prinsip good corporate governance serta kehati-hatian sesuai dengan wewenang sebagaimana tertulis pada anggaran dasar PT Garuda Indonesia dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," jelas Afrian.
Afrian menuturkan bahwa pengadaan pesawat ATR 72-600 itu merupakan murni keputusan bisnis untuk kepentingan Garuda Indonesia dengan mengacu pada Rencana Kerja Anggaran Perusahaan dan Rencana Kerja Jangka Panjang Perseroan.
"Bahwa kebijakan pengalihan pesawat ATR 72-600 juga tidak terlepas dari program pemerintah terkait masterplan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia tahun 2011-2015 (MP3EI)," terang Afrian.
Selanjutnya, lanjut Afrian, laporan audit investigatif BPKP atas pengadaan pesawat ATR 72-600 pada Garuda Indonesia dituding tidak jelas. Pasalnya, tidak dijelaskan pihak yang bersalah dalam kasus tersebut.
"Tidak jelas menyatakan siapa pihak yang harus bertanggungjawab termasuk klien kami namun saat ini seolah olah klien kami lah yang bertanggungjawab atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut," tukas dia.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI membenarkan bahwa dugaan kasus tindak pidana korupsi pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terjadi di era kepimpinan Direktur Utama Emirsyah Satar.
"Iya benar (Emirsyah Satar)," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Supardi saat dikonfirmasi, Rabu (12/1/2022).
Diketahui, Emirsyah Satar menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia pada periode 2005-2014. Dia divonis 8 tahun penjara usai tersandung kasus korupsi pengadaan pesawat dan mesin dari Airbus dan Rolls-Royce.