Deretan Tindak Pidana yang Bisa Diancam Hukuman Mati: Korupsi hingga Rudapaksa Anak
Macam-macam tindak pidana yang bisa diancam hukuman mati, ada kasus korupsi hingga rudapaksa anak. Ini penjelasan advokat.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Keberadaan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana menimbulkan pro dan kontra.
Pasalnya, beberapa pihak ada yang menilai hukuman mati bertentangan Hak Asasi Manusia (HAM) seseorang.
Namun di sisi lain, ada yang menilai hukuman mati bisa memberi efek jera bagi pelaku kejahatan.
Baru- baru ini, hukuman mati juga disorot lantaran menjadi salah satu tuntutan jaksa kepada terdakwa guru pesantren atas kasus merudapaksa 13 santrinya.
Baca juga: Siapa Pemegang Hak Asuh Anak jika Kedua Orang Tuanya Sudah Meninggal? Ini Kata Advokat
Sebenarnya tindakan pidana apa saja yang bisa diancam hukuman mati?
Wakil Sekretaris DPC Peradi Solo, Wawan Muslih menyebut memang hukuman mati masih menjadi salah satu jeratan pidana yang berlaku di Indonesia.
Kendati demikian, tidak semua tindak pidana dapat divonis hukuman mati.
Salah satu tindak pidana yang terancam hukuman mati, yakni soal pembunuhan berencana.
"Pembunuhan yang ancamannya hukuman mati, terkait delik tindak pidana pembuhuhan berencana yang membuat nyawa seseorang hilang," jelas Wawan dalam program Kacamata Hukum Tribunnews.com, Senin (17/1/2022).
Baca juga: Herry Wirawan Dituntut Kebiri Kimia, Bagaimana Mekanisme Hukumnya? Ini Kata Pakar
Kemudian, hukuman mati juga bisa dikenakan pada pelaku tindak pidana narkotika.
Biasanya ancaman itu ditujukan kepada pelaku gembong narkoba.
"Berkaitan dengan narkotika, itu gembong dimana mengedarkan narkoba hingga ratusan kilogram narkoba," tambah dia.
Selanjutnya, vonis hukuman mati juga bisa diberikan pada pelaku tindak pidana terorisme.
Selain itu, kata Wawan, tindakan kejahatan lain yang dapat dihukum mati adalah kasus rudapaksa terhadap anak, dimana korban lebih dari satu.
Baca juga: Asuransi Bermasalah, Apa Upaya Hukum yang Bisa Dilakukan Nasabah? Ini Penjelasan Advokat
Hal itu diatur dalam Pasal 76D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Disebutkan, bahwa setiap orang dilarang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak bersetubuh dengannya atau orang lain.
Kemudian, diatur lebih lanjut pada Pasal 81 ayat 5 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
"Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun," demikian bunyi pasal itu.
Baca juga: Apa Itu Delik Aduan? Begini Penjelasan dari Pengamat Hukum
Selanjutnya, tindak pidana lain yang terancam hukuman mati adalah tindak pidana korupsi.
Wawan menjelaskan, koruptor bisa dihukum mati jika perbuatannya di lakukan dalam waktu tertentu, misalnya saat pandemi Covid-19.
"Contohnya saat ini pandemi, negara kita butuh keuangan yang sangat besar untuk penanganan Covid-19. Tapi, ternyata dilakukan korupsi."
"Maka penerapan pidananya bisa pasal 2 ayat 2 UU Tipikor," tambah dia.
Baca juga: Pengertian Narkoba, Jenis-jenis Narkoba, hingga Aspek Hukum tentang Narkotika
Selain itu, Wawan juga menyebut, ada tindak kejahatan lain yang bisa dihukum mati.
Misalnya dalam KUHP, soal tindakan seseorang melakukan pengkhiatan kepada negara ketika terjadi perang.
Menurut Wawan, dari deretan tindak pidana tersebut, mayoritas ada 2 yang pelakunya sering divonis hukuman mati.
"Putusan hukuman mati terhadap tindak pidana kebanyakan kalau enggak kasus narkotika atau teroris," tandasnya.
Adapun eksekusi hukuman mati pada terpidana dilakukan dengan cara menembak.
(Tribunnews.com/Shella Latifa)