Kasus Korupsi di Bawah Rp 50 Juta Diselesaikan dengan Cara Pengembalian Kerugian Negara
Jaksa Agung meminta jajarannya menyelesaikan hukum kasus-kasus korupsi di bawah Rp 50 juta dengan cara pengembalian kerugian negara.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin meminta jajarannya menyelesaikan hukum kasus-kasus korupsi di bawah Rp 50 juta dengan cara pengembalian kerugian negara.
Hal itu disampaikannya saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Kamis (27/1/2022).
"Untuk perkara tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara, Kejaksaan Agung telah memberikan imbauan kepada jajaran untuk tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara di bawah Rp 50 juta untuk bisa diselesaikan cara pengembalian kerugian keuangan," kata Burhanuddin saat merespons tanggapan dari sejumlah legislator.
Burhanuddin mengatakan langkah itu agar proses penyelesaian perkara korupsi dalam bentuk kerugian negara di bawah Rp 50 juta bisa dilakukan cepat.
"Sebagai upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana, dan biaya ringan," ungkap dia.
Namun tak dijelaskan lebih jauh, apakah ada pidana badan yang turut disertakan atau memang murni hanya pengembalian uang sejumlah kerugian negara saja yang perlu dilakukan oleh koruptor di bawah Rp 50 juta.
Baca juga: KPK Hapus OTT untuk Jerat Koruptor, Diganti dengan Istilah Baru Tangkap Tangan
Selain kasus dugaan korupsi tersebut, Burhanuddin juga menyoroti perkara-perkara penyalahgunaan dana desa yang nilai kerugiannya tidak terlalu besar.
Jika perbuatan tersebut tak dilakukan secara terus menerus, ia meminta penyelesaian perkara dilakukan secara administratif dan pembinaan.
"Dengan cara pengembalian kerugian tersebut. Terhadap pelaku dilakukan pembinaan oleh Inspektorat untuk tidak mengulangi perbuatannya," tambah dia.
Desember 2021 lalu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keras Wakil Ketua KPK Alexander Marwata perihal usulan terkait kepala desa yang bisa mengembalikan uang korupsi kecil tanpa harus dipenjara lewat putusan pengadilan.
Menurut peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur dengan tegas bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana seseorang.
Kurnia mengingatkan Alex bahwa anggaran dana desa merupakan sektor yang paling banyak terindikasi korupsi pada semester I tahun 2021 dengan jumlah 55 kasus dan total kerugian negara mencapai Rp 35,7 miliar.
Kepala desa menempati peringkat ketiga dari sisi latar belakang pelaku dengan jumlah 61 orang.
Menurut Transparency International Indonesia (TII), Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2021 berada di skor 38 atau naik satu poin dari tahun sebelumnya.
Indonesia menempati rangking 96 dari 180 negara yang dilibatkan.
Peneliti TII, Wawan Suyatmiko mengatakan negara yang mempunyai skor dan rangking sama dengan Indonesia yaitu Argentina, Brazil, Turki, Serbia, dan Lesotho.
Empat dari negara termasuk Indonesia merupakan bagian dari G20 atau Group of Twenty.
"Sehingga ini menjadi tantangan berat bagi negara-negara anggota terkait dengan relasinya terhadap korupsi," ucap Wawan.(tribun network/den/dod)