Kasus Covid-19 Terus Melonjak, Simak Aturan Lengkap SE Menag terkait Kegiatan di Rumah Ibadah
SE ditujukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dalam melaksanakan kegiatan peribadatan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lonjakan kasus Covid-19 membuat pemerintah kembali memberlakukan pembatasan di tempat ibadah. Kementerian Agama (Kemenag) resmi menerbitkan kebijakan terkait pelaksanaan kegiatan peribadatan/keagamaan di rumah ibadah.
Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor SE. 04 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah Pada Masa PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19, Optimalisasi Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan, serta Penerapan Protokol Kesehatan 5M.
"Kami kembali terbitkan surat edaran dalam rangka mencegah dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang saat ini mengalami peningkatan dengan munculnya varian Omicron," kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dalam keterangan resmi, Minggu (6/2/2022).
Yaqut mengatakan, Surat Edaran tersebut juga ditujukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dalam melaksanakan kegiatan peribadatan dengan menerapkan protokol kesehatan 5M pada masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
"Edaran diterbitkan dengan tujuan memberikan panduan bagi pemangku kepentingan dan umat beragama dalam melaksanakan kegiatan peribadatan/keagamaan dan penerapan protokol kesehatan 5M di tempat ibadah pada
masa PPKM," sambungnya.
Baca juga: Aturan Terbaru Pelaksanaan Ibadah: Jemaah di Tempat Ibadah Wilayah PPKM Level 3 Maksimal 50 Orang
Edaran ini ditujukan kepada Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pimpinan Tinggi Pratama Pusat, Rektor/Ketua PTKN, Kakanwil Kemenag provinsi, Kepala Kankemenag kabupaten/kota, Kepala Madrasah/Kepala Satuan Pendidikan Keagamaan, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Penghulu dan Penyuluh Agama, ASN Kemenag, Pimpinan Ormas Keagamaan, Pengurus dan pengelola tempat ibadah, serta seluruh umat beragama di Indonesia.
Ketentuan dalam edaran ini, memuat empat hal, yaitu: tempat ibadah, pengurus dan pengelola tempat ibadah, Jemaah, serta skema sosialisasi dan monitoring.
Ada beberapa hal yang diatur dalam edaran tersebut.
Di antaranya Kemenang menginstruksikan agar pengurus dan pengelola tempat ibadah memberlakukan jarak maksimal satu meter antarjemaah dalam peribadatan salat.
"Mengatur jarak antarjemaah paling dekat 1 (satu) meter dengan memberikan tanda khusus pada lantai, halaman, atau kursi," demikian bunyi poin keenam yang diatur dalam SE tersebut.
Selain peraturan soal jarak salat, Kemenag juga meminta agar kegiatan peribadatan atau keagamaan paling lama dilaksanakan selama satu jam.
Pengurus dan pengelola tempat ibadah juga wajib memastikan pelaksanaan khutbah, ceramah, atau tausiyah
wajib memenuhi ketentuan.
Yang pertama, khatib, penceramah, pendeta, pastur, pandita, pedanda, atau rohaniwan memakai masker dan pelindung wajah atau face shield dengan baik dan benar.
Kedua, pemimpin keagamaan tersebut menyampaikan khutbah dengan durasi paling lama 15 menit.
Dan ketiga, pemimpin diminta untuk mengingatkan jemaah untuk selalu menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan.
"Pengurus dan pengelola tempat ibadah menyiapkan, menyosialisasikan, dan mensimulasikan penggunaan aplikasi
PeduliLindungi," lanjut Kemenag.
Pengurus tempat ibadah juga diimbau tidak mengedarkan kotak amal, infak, kolekte, atau dana punia ke jemaah.
Lalu memastikan tidak ada kerumunan sebelum dan setelah kegiatan ibadah.
Baca juga: Ketentuan Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan di Daerah PPKM Level 2 Berdasar Surat Edaran Menteri Agama
"Melakukan desinfeksi ruangan pelaksanaan kegiatan peribadatan secara rutin dan memiliki ventilasi udara yang baik," bunyi SE tersebut.
Lebih lanjut, Kemenag juga mengingatkan bagi tempat ibadah yang berada di kabupaten/kota di wilayah Jawa dan Bali dan kedua wilayah itu dengan kriteria PPKM level 3 dapat mengadakan kegiatan keagamaan secara berjamaah selama masa penerapan PPKM dengan jumlah jemaah paling banyak 50 persen dari kapasitas, dan paling banyak 50 orang jemaah.
Kemudian, untuk daerah di Jawa-Bali dengan kriteria level 2 dapat mengadakan kegiatan keagamaan dengan jumlah jemaah paling banyak 75 persen, dan paling banyak 75 orang.
Sementara pada daerah level 1, dibatasi paling banyak 75 persen dari kapasitas.
Sementara itu, jemaah diminta menerapkan prokes dengan ketat. Kemudian memastikan kondisi tubuh sehat sebelum mengikuti ibadah secara langsung.
Seluruh jemaah juga diimbau membawa perlengkapan peribadatan sendiri seperti sajadah dan mukena.
Lalu menghindari kontak fisik atau bersalaman.
Masyarakat berusia 60 tahun ke atas dan ibu hamil atau menyusui disarankan beribadah di rumah.
Sebelumnya Majelis Ulama Indonesia juga sudah mengimbau umat Islam untuk mengganti salat Jumat berjamaah di masjid dengan salat Zuhur di rumah masing-masing di tengah lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron.
Menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Miftahul Huda, hal itu sudah diatur dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020
tentang Panduan Ibadah di tengah pandemi masih relevan untuk dijadikan pedoman bagi umat.
"Artinya, bila suatu tempat kita tinggal itu positif Covid itu banyak yang mengenai jamaah atau tetangga kita yang dinyatakan positif, tentunya ibadah salat berjamaah bisa dilakukan di tempat masing-masing. Dan pelaksanaan salat Jumat bisa diganti dengan salat Zuhur. Itu jika kondisi tak terkendali," kata Miftahul dalam keterangannya di laman resmi MUI dikutip Kamis (3/2/2022).
Miftahul menjelaskan saat fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 ditetapkan Indonesia bahkan seluruh dunia belum siap menghadapi virus corona.
Secara pengetahuan pun masih ada simpang siur bagaimana hidup bersama virus corona.
Menurutnya, kondisi sekarang ini sudah berbeda lantaran sudah banyak masyarakat yang sudah divaksinasi
Covid-19.
Baca juga: Epidemiolog: Menaikkan Level PPKM Saat ini Sudah Sangat Mungkin
Bahkan, pengetahuan masyarakat terhadap Covid-19 sudah banyak.
Sehingga masyarakat sudah siap untuk bagaimana menghadapi dan hidup bersama Covid-19," ucapnya.
Kendati demikian, Miftahul menegaskan bahwa Fatwa MUI itu masih relevan untuk dijadikan pedoman bagi umat Islam dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
Sebaliknya, jika kondisi lingkungan terkendali dan terdeteksi sangat sedikit dari jamaah suatu masjid atau tetangga yang dinyatakan positif Covid-19, Miftahul mengingatkan agar masyarakat melakukan edukasi pasien positif Covid-19 melakukan isolasi.
"Saya kira kita bisa menyampaikan edukasi kepada mereka untuk isolasi di rumah atau dirawat. Sehingga tidak ikut salat di masjid atau tidak ikut berkerumun di tempat umum," ujar dia.(tribun network/ras/dod)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.