Sejarah Hari Pers Nasional, Wartawan Berperan sebagai Aktivis Pers Sejak Zaman Penjajahan
Sejarah Hari Pers Nasional, wartawan berperan sebagai aktivis pers dan aktivis politik sejak zaman penjajahan. HPN diperingati setiap 9 Februari.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Daryono
Dikutip dari laman Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), wartawan menyandang dua peran sekaligus, sebagai aktivis pers yang melaksanakan tugas-tugas pemberitaan dan penerangan guna membangkitkan kesadaran nasional dan sebagai aktivis politik yang melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan membangun perlawanan rakyat terhadap penjajahan.
Setelah Kemerdekaan Indonesia, wartawan Indonesia masih melakukan peran ganda sebagai aktivis pers dan aktivis politik.
Kemudian terbentuklah organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai wadah perjuangan wartawan dan pers Indonesia, yang berdiri pada tanggal 9 Februari 1946.
Wartawan Indonesia terlibat dalam perjuangan nasional untuk menentang kembalinya kolonialisme dan dalam menggagalkan negara-negara boneka yang hendak meruntuhkan Republik Indonesia.
Munculnya SPS dan PWI
Wartawan dan tokoh pers nasional berkumpul di Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1946 untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Suratkabar (SPS).
Sebagai informasi, SPS lahir bersamaan dengan lahirnya PWI di Surakarta pada tanggal 9 Februari 1946.
SPS berdiri untuk metata dan mengelola pers, baik dari segi idiil dan komersialnya.
Di balai pertemuan “Sono Suko” di Surakarta pada tanggal 9-10 Februari itu wartawan dari seluruh Indonesia berkumpul dan bertemu.
Pertemuan besar yang pertama itu memutuskan:
a. Disetujui membentuk organisasi wartawan Indonesia dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), diketuai Mr. Sumanang Surjowinoto dengan sekretaris Sudarjo Tjokrosisworo.
b. Disetujui membentuk sebuah komisi beranggotakan:
- Sjamsuddin Sutan Makmur (harian Rakjat, Jakarta),
- B.M. Diah (Merdeka, Jakarta),