Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sejarah Hari Pers Nasional, Wartawan Berperan sebagai Aktivis Pers Sejak Zaman Penjajahan

Sejarah Hari Pers Nasional, wartawan berperan sebagai aktivis pers dan aktivis politik sejak zaman penjajahan. HPN diperingati setiap 9 Februari.

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Daryono
zoom-in Sejarah Hari Pers Nasional, Wartawan Berperan sebagai Aktivis Pers Sejak Zaman Penjajahan
net
Ilustrasi - Berikut ini sejarah Hari Pers Nasional yang diperingati setiap 9 Februari. 

- Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta),

- Ronggodanukusumo (Suara Rakjat, Modjokerto),

- Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya),

- Bambang Suprapto (Penghela Rakjat, Magelang),

- Sudjono (Berdjuang, Malang), dan

- Suprijo Djojosupadmo (Kedaulatan Rakjat,Yogyakarta).

Delapan orang tersebut dibantu oleh Mr. Sumanang dan Sudarjo Tjokrosisworo.

Berita Rekomendasi

Mereka bertugas merumuskan hal-ihwal persuratkabaran nasional waktu itu dan mengkoordinasinya ke dalam satu barisan pers nasional di mana ratusan jumlah penerbitan harian dan majalah.

Tujuan mereka adalah menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Belanda, mengobarkan nyala revolusi, dengan mengobori semangat perlawanan seluruh rakyat terhadap bahaya penjajahan, menempa persatuan nasional, untuk keabadian kemerdekaan bangsa dan penegakan kedaulatan rakyat.

Komisi 10 orang tersebut dinamakan juga “Panitia Usaha” yang dibentuk oleh Kongres PWI di Surakarta tanggal 9-10 Februari 1946.

Baca juga: Hari Pers Nasional 2022, CEO Tribun Network Sampaikan Pentingnya Jurnalis Mengabdi kepada Publik

Perkembangan Pers Indonesia

Ilustrasi koran
Ilustrasi koran ()

Sekitar tiga minggu kemudian, Panitia Usaha bertemu lagi di Surakarta untuk menghadiri sidang Komite Nasional Indonesia Pusat yang berlangsung dari 28 Februari hingga Maret 1946.

Pertemuan tersebut membahas perlunya wadah pengusaha surat kabar, lalu berdirilah Serikat Perusahaan Suratkabar.

Untuk mengatasi kesulitan di bidang percetakan, lahirlah Serikat Grafika Pers (SGP) pada era 1960.

Pada 1965-1968, pers Indonesia mengalami kemerosotan karena peralatan cetak di dalam negeri tidak memadai.

Mesin-mesin dan peralatan cetak letter-press yang sudah tua, matrys dengan huruf-huruf yang campur-aduk, teknik klise ternyata tidak lagi mampu menghasilkan gambar yang baik.

Keadaan itu lalu mendorong para wartawan untuk meminta pemerintah ikut mengatasi kesulitan tersebut.

SPS dan PWI mendukung para wartawan melayangkan nota permohonan pada Presiden Soeharto pada Januari 1968.

Isi permohonan tersebut adalah agar pemerintah turut membantu memperbaiki keadaan pers nasional, terutama dalam mengatasi pengadaan peralatan cetak dan bahan baku pers.

Setelah mengatasi kesulitan percetakan, muncullah berbagai organisasi pers yang mempermudah pengadaan, penyaluran informasi, dan pengelolaan media pers.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Artikel lain terkait Hari Pers Nasional

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas