Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Akademisi: Kebangsaan Indonesia Dapat Tekanan dan Tarikan Globalisasi

Globalisasi sekaligus menekan balik, sehingga ideologi itu menciptakan perlawanan di tingkat akar rumput

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Akademisi: Kebangsaan Indonesia Dapat Tekanan dan Tarikan Globalisasi
Fitri Wulandari/Tribunnews.com
Yudi Latif 

Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Akademisi Universitas Paramadina Yudi Latif mengingatkan semua pihak bahwa globalisasi menarik bangsa Indonesia ke ideologi-ideologi internasional.

Globalisasi sekaligus menekan balik, sehingga ideologi itu menciptakan perlawanan di tingkat akar rumput.

Yudi Latif menyampaikan pemikiran tersebut, pada webinar nasional yang diselenggarakan Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII), pada Minggu (20/2/2022).

“Untuk menjadi rakyat Indonesia harus memiliki keluasan mental seluas Indonesia, dan memiliki kekayaan rohani sebanyak dan semajemuk Indonesia. Pancasila mampu menyatukan perbedaan, namun sebagai ideologi negara ia juga tak lepas dari tantangan akibat globalisasi,” ujarnya.

Ia menjabarkan, Pancasila menggambarkan keragaman Indonesia dari berbagai sisi.

Baca juga: Direktur Eksekutif JMM: Media Sosial Jadi Arena Pertarungan Ideologi

Sila pertama menggambarkan keragaman agama, sila kedua menggambarkan keragaman ras manusia, sila ketiga menggambarkan keragaman etnis, adat, dan budaya, sila keempat menggambarkan keragaman aliran-aliran dan afiliasi politik, serta sila kelima menggambarkan keragaman bentuk lampiran hirarki sosial dan peradaban.

BERITA REKOMENDASI

Menurutnya, dalam kondisi keterkinian, fenomena globalisasi membawa dua konsekuensi.

Pertama globalisasi adalah take away, yang menarik bangsa dipersatukan dalam pengaruh internasional, lewat teknologi telematika.

Sehingga, pusat global merembes masuk ke berbagai wilayah, bahkan masuk pada sudut terpencil di dunia, menghasilkan fenomena global village.

“Akibatnya, ideologi global merembes masuk nyaris tanpa gatekeeper. Dahulu ulama dan kyai, bisa menyeleksi dahulu, baru kemudian mana yang diperbolehkan masuk ke masyarakat, mana yang tidak. Kini dengan teknologi digital, merembet masuk ke desa,” ungkapnya.

Kedua, globalisasi bersifat pushdown, menekan bangsa dan negara ke bawah, sehingga melahirkan luberan.


Hal tersebut, membuat Indonesia yang majemuk dikarenakan tekanan globalisasi tersebut, menghadapi kenyataan pluralisasi eksternal dan internal,” jabarnya.

Kompleksitas tersebut membuat, isu yang berkaitan dengan conflict resolution, bagaimana menjaga ketertiban dan keamanan, mendapatkan tekanan yang sangat serius.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas