Soal Kasus Nurhayati Pelapor Korupsi yang Jadi Tersangka, Kompolnas: Ini Preseden Buruk
Kompolnas tanggapi soal kasus Nurhayati, pelapor dugaan korupsi di Cirebon yang ditetapkan jadi tersangka.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti memberi tanggapannya soal kasus Nurhayati, seorang bendahara atau Kaur Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Nurhayati adalah pelapor dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Citemu Tahun Anggaran 2018-2020, yang Kepala Desa Citemu berinisial S.
Namun, di ujung penyidikan, Nurhayati sebagai pelapor malah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga turut membantu Kades S memperkaya diri menggunakan dana desa.
Baca juga: Nurhayati Jadi Tersangka, LPSK: Bisa Buat Publik Takut untuk Laporkan Kasus Korupsi
Poengky menyayangkan penetapan tersangka pada Nurhayati.
Menurutnya, kasus ini memberikan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
"Ini jadi preseden buruk. Saksi dan korban punya niat baik untuk melaporkan tapi ternyata akhirnya malah dijadikan tersangka," kata Poengky, dikutip dari tayangan langsung Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Selasa (22/2/2022).
Baca juga: Cerita Nurhayati, Bendahara Desa di Cirebon yang Jadi Tersangka Setelah Laporkan Atasan Korupsi
Dari kasus Nurhayati ini, Poengky menilai adanya komunikasi yang kurang baik antara Kejaksaan Negeri Cirebon dengan penyidik Polres Cirebon.
Terlebih, jaksa baru memberikan petunjuk soal peran Nurhayati diduga turut serta dalam kasus korupsi itu di akhir penyidikan.
"Saya melihat ini bentuk komunikasi koordinasi kurang bagus antara penyidik dengan jaksa penuntut umum. Di satu sisi, penyidik sebetulnya ingin kasus yang disidiknya segera dinyatakan P21 atau dinyatakan lengkap oleh jaksa."
"Tapi kemudian jaksa memberi petunjuk untuk melengkapi bukti-bukti atau untuk tindakan tindakan lain sehingga kasus ini dianggap cukup bukti," kata Poengky.
Poengky menyebut terkadang aparat polisi alami kesulitan agar berkas perkara bisa dinyatakan lengkap.
Baca juga: Pelapor Kasus Korupsi Dana Desa Jadi Tersangka, Kapolres dan Kajari Cirebon Beberkan Alasannya
Ia pun menduga adanya kurang komunikasi dan masalah yang berkaitan saat proses berkas perkara dinyatakan lengkap.
"Saya melihat di beberapa kasus seperti ini, jadi kadang-kadang polisi ini pusing juga gimana caranya agar segera P-21."
"Karena dia akan melakukan berbagai macam cara sesuai dengan petunjuk dari jaksa. Saya menduga ini kaitannya dengan hal itu," ucap Poengky.
Untuk itu, sejak awal kasus ini terungkap, Kompolnas mendorong Polri untuk menurunkan Biro Pengawas Penyidik atau Wassidik ke lapangan.
Sehingga ditemukan bagaimana proses sebenarnya yang terjadi dalam proses penetapan Nurhayati sebagai tersangka.
"Kompolnas sejak awal kami mendorong Wassidik untuk turun dan memeriksa."
"Ini harus pengetahuan Wassidik untk memberikan masukan ataupun konsultasi pada para penyidik," tutur dia.
Polri Turunkan Tim
Terkait kasus Nurhayati itu, Polri bakal menurunkan tim Biro Pengawasan Penyidikan (Rowassidik) ke lapangan.
Wassidik diterjunkan untuk memeriksa proses penyidikan terkait dugaan kasus korupsi di Desa Citemu, Kabupaten Cirebon yang dilakukan oleh Polres Cirebon.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyampaikan tim pengawas tersebut untuk mengetahui proses penyidikan yang membelit Nurhayati.
"Sedang saya arahkan Wassidik (Biro Pengawas Penyidikan) untuk cek," ujar Agus kepada wartawan, Senin (21/2/2022) diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.
Baca juga: Duduk Perkara Kasus Nurhayati, Wanita yang Laporkan Kasus Korupsi Tapi Malah Dijadikan Tersangka
Kendati demikian, Agus masih enggan untuk menjelaskan lebih lanjut terkait pemeriksaan perkara tersebut.
Termasuk, apakah ada dugaan pelanggaran prosedur penyidikan di balik penetapan tersangka tersebut.
Sebelumnya, video pengakuan Kaur Keuangan atau Bendahara Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, bernama Nurhayati, viral di media sosial.
Pasalnya, Nurhayati yang melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan Kuwu atau Kepala Desa Citemu berinisial S, justru turut ditetapkan sebagai tersangka.
Menanggapi, isu pelapor jadi tersangka, Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar, mengatakan, penetapan Nurhayati sebagai tersangka berawal dari pelimpahan berkas perkara S yang dilimpahkan ke Kejari Kabupaten Cirebon.
Namun, menurut dia, berkas itu dinyatakan tidak lengkap atau P19 oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Kabupaten Cirebon.
Bahkan, JPU memberikan petunjuk yang dituangkan dalam berita acara koordinasi dan konsultasi untuk memeriksa Nurhayati secara lebih mendalam.
"Penyidik Satreskrim Polres Cirebon Kota melengkapi berkas tersebu sesuai petunjuk dari JPU," ujar M Fahri Siregar saat konferensi pers di Mapolres Cirebon Kota, Jalan Veteran, Kota Cirebon, Sabtu (19/2/2022).
Ia mengatakan, hal itu untuk memastikan perbuatan Nurhayati sebagai bendahara desa yang telah memperkaya S termasuk kategori tindakan melawan hukum atau tidak.
Baca juga: FAKTA Nurhayati Jadi Tersangka Usai Laporkan Kades atas Dugaan Korupsi, Disebut Polisi Sesuai Hukum
Pasalnya, dalam kasus dugaan korupsi APBDes Citemu tahun anggaran 2018 - 2020 itu Nurhayati memberikan uang yang seharusnya diserahkan ke Kaur atau Kasi Pelaksana Kegiatan kepada S sebagai kuwu.
"Walaupun Nurhayati kooperatif dalam memberi keterangan kepada penyidik, tapi tindakannya masuk dalam rangkaian terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan S," kata M Fahri Siregar.
Atas dasar itu, pihaknya pun menetapkan Nurhayati sebagai tersangka karena melanggar Pasal 66 Permendagri Momor 20 Tahun 2018 yang mengatur tata kelola regulasi dan sistem administrasi keuangan.
Selain itu, dari hasil pemeriksaan juga diketahui bahwa Nurhayati telah 16 kali menyerahkan anggaran yang seharusnya diserahkan ke Kaur atau Kasi Pelaksana Kegiatan kepada S dan mengakibatkan kerugian negara Rp 818 juta.
"Itu berlangsung dari 2018 hingga 2020, sehingga tindakannya melanggar Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 KUHP," kata M Fahri Siregar.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Igman Ibrahim)