Peneliti Kritik Sikap PSI yang Dukung Amandemen UUD 45 untuk Akomodasi Presiden 3 Periode
Virdika mengkritik sikap PSI yang juga ikut mendukung amandemen UUD 1945 untuk bisa mengakomodasi wacana 3 periode jabatan presiden.
Penulis: Reza Deni
Editor: Dewi Agustina
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Para Syndicate, Virdika Rizky Utama, mengkritik sikap Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang juga ikut mendukung amandemen UUD 1945 untuk bisa mengakomodasi wacana 3 periode jabatan Presiden.
"Sikap PSI yang mengklaim dirinya partai anak muda yang ingin mengubah wajah dan warna perpolitikan Indonesia ya memalukan. Dalam sejarah Indonesia, hampir enggak ada anak muda yang selalu mengekor kepada penguasa," kata Virdika dalam pesan yang diterima Tribunnews, Sabtu (5/3/2022).
Dia mengatakan semua literasi sejarah pergerakan kaum muda di Indonesia selalu paling gigih dalam mengawasi kekuasaan, sebab harta anak muda adalah keberanian dan idealisme.
"Keberanian dan idealisme ini yang saya rasa tidak ada dalam diri PSI sebagai partai yang ingin mengubah wajah dan warna perpolitikan Indonesia," tambah dia.
Virdika menilai PSI tak berani mengkritik kebijakan pemerintah yang keliru.
"Lebih memalukan, mereka mengkultuskan individu. Kita tahu bagaimana dalam sejarah, kalau seorang individu atau penguasa dikultuskan. Tak ada bedanya PSI dengan partai-partai lama itu," kata Virdika.
Baca juga: PSI DKI Jakarta Tolak Wacana Penundaan Pemilu 2024 dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Lebih lanjut, Virdika mengatakan konsep politik PSI sangat keliru.
Pasalnya, sebagai partai yang pemilihnya adalah anak muda perkotaan kelas menengah, Virdika menilai mestinya PSI peka bahwa ada beberapa isu yang mewakili anak muda dan berpotensi menambah jumlah pemilihnya.
"Tapi mereka tak sejalan dengan anak muda (dalam hal ini mahasiswa misalnya). Contohnya demo UU Omnibus Law, pelemahan KPK, dan rencana penundaan pemilu atau penambahan masa jabatan presiden," kata Virdika.
Padahal, Virdika mengatakan anak muda perkotaan sudah melek teknologi dan aware dengan isu politik, tetapi PSI seolah malah menjadi humas penguasa.
"Celakanya itu ya mengkultuskan individu. Mestinya mereka sadar kalau individu itu ada masanya. Ada titik suatu saat sudah tidak laku lagi. Kalau 2024 Jokowi sudah tidak laku lagi, apa yang bisa dijual dari mereka? Tak ada program yang jelas, tak banyak mewakili aspirasi anak muda kelas menengah perkotaan," kata Virdika.
"Misi politik selama ini kan hanya dekat dan berlindung pada penguasa atau lebih tepatnya satu individu. Selama cuma berharap sama satu individu. Kalau individunya turun, dia akan turun. Apa lagi yang mau dijual? Sentimen terhadap pengkritik atau yang disebut anti-Jokowi? Kalau terus seperti itu berarti PSI juga merawat polarisasi di masyarakat," ujarnya.
Diketahui, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menolak penundaan Pemilu 2024 sebagaimana diusulkan sejumlah pimpinan parpol.