Soal Wacana Penundaan Pemilu 2024, MPR: Baru Wacana Ruang Publik, Tidak Perlu Direspons
Wakil ketua MPR RI dan Wakil Ketua Umum PPP, Arsul Sani memberi pernyataannya terkait wacana penundaan pemilu 2024.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (RI), Arsul Sani memberi pernyataannya terkait wacana penundaan pemilu yang dilontarkan sejumlah pihak.
Menurutnya, MPR tidak perlu memberi tanggapan yang lebih jauh terkait adanya isu penundaan pemilu.
Lantaran wacana tersebut baru bergulir di ruang publik dan belum pernah secara formal disampaikan ke MPR.
"Wacana penundaan pemilu kan baru bergulir di ruang publik dan baru disampaikan oleh sejumlah ketua umum tetapi belum pernah secara formal disampaikan ke pimpinan MPR," ujar Arsul dalam acara Kabar Petang TVOneNews, Selasa (8/3/2022).
"Karena itu baru wacana di ruang publik dan belum pernah ada yang menyampaikan, paling tidak dalam forum rapat pimpinan MPR dengan fraksi-fraksi, maka kemudian tidak ada yan perlu ditanggapi atau direspons oleh MPR," tandasnya.
Baca juga: Ketua DPD Minta Parpol Tak Bikin Gaduh soal Wacana Penundaan Pemilu, Sebut Harus Menahan Diri
Baca juga: Begini Respons Cak Imin Dianggap Galau Karena Usul Tunda Pemilu Tapi Tetap Ingin Maju Capres
Lebih lanjut, Arsul juga memberi respon mengenai amandemen konstititusi yang juga sempat diinisiasikan sejumlah pihak terkait penundaan pemilu ini.
Ia menegaskan, pimpinan MPR tidak memiliki kewenangan untuk menginisiasi sebuah amandemen atau perubahan Undang-Undang Dasar (UUD).
Karena hal tersebut sudah ditetapkan dalam Pasal 37 UUD 1945 mengenai perubahan Undang-Undang Dasar.
"Aturan mainnya sudah ditetapkan dalam pasal 37, yaitu harus ada yang mengusulkan minimal sepertiga dari anggota MPR yang ada, sepertiga itu kalau anggota MPR itu ya kira-kira 238," kata Asrul.
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.**)
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.**)
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.** )
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.**)