Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Temuan LPSK: Bupati Langkat Dapat Keuntungan Lebih dari Rp 177 Miliar terkait Praktik Perbudakan

LPSK mengungkap adanya praktik perbudakan yang dilakukan oleh Terbit Rencana kepada para anak kereng--sebutan korban yang berada di dalam kerangkeng.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Temuan LPSK: Bupati Langkat Dapat Keuntungan Lebih dari Rp 177 Miliar terkait Praktik Perbudakan
H/O Tribun Medan
Suasana pembongkaran kuburan salah satu korban tewas akibat kerangkeng milik Terbit Rencana Peranginangin, Sarianto di Dusun II V Suka Jahe, Desa Purwobinangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat pada Sabtu (12/2/2022). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah melakukan kegiatan koordinasi, investigasi dan penelahaan sejak 27 Januari – 5 Maret 2022 atas keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).

Dalam temuannya itu, LPSK mengungkap adanya praktik perbudakan yang dilakukan oleh Terbit Rencana kepada para anak kereng--sebutan korban yang berada di dalam kerangkeng.

Bahkan kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, dari hasil perbudakan itu Terbit Rencana Peranginangin disinyalir telah mendapatkan keuntungan besar hingga lebih dari Rp 177 miliar.

"Mengacu pernyataan Kapolda Sumut bila setidaknya ada 600 korban dalam 10 tahun terakhir yang dipekerjakan oleh TRP di bisnisnya tanpa digaji, maka TRP diuntungkan dengan tidak membayar penghasilan mereka sebesar Rp 177.552.000.000," kata Edwin dalam keterangannya, dikutip, Jumat (11/3/2022).

Lebih lanjut, Edwin mengungkapkan, pihaknya menduga keras adanya praktik perbudakan dengan iming-iming rehabilitasi bagi pecandu narkotika dalam kasus kerangkeng manusia di Langkat ini.

Sebab kata Edwin, berdasarkan informasi yang didapati pihaknya saat melakukan investigasi itu, dominan yang dimasukkan ke dalam kerangkeng, merupakan mereka yang pecandu narkoba.

BERITA REKOMENDASI

"Telah terjadi praktik perbudakan dengan iming-iming rehabilitasi bagi pecandu narkotika," beber Edwin.

Bahkan ada konsekuensi yang dialami korban setelah masuk kerangkeng ini. Di mana mereka yang sudah masuk, kata Edwin akan sangat sulit untuk pulang kembali ke rumah.

Terlebih, Terbit Rencana Peranginangin telah membentuk tim pemburu yang bertugas untuk mencari dan menjemput paksa para korban yang kabur.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Tak Ada Usulan LPSK Soal Menkopolhukam Bentuk Tim Usut Kasus Kerangkeng di Langkat

"Tim pemburu terdiri dari anak buah TRP dan anak buah Dewa (anak TRP) serta oknum aparat. Dalam praktiknya, tim pemburu juga mengancam keluarga dari korban yang kabur untuk menggantikan posisi dalam kerangkeng," ucap Edwin.

Tindakan Kejam yang Didapati LPSK


Dalam temuannya atas keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin tersebut, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, pihaknya mendapati adanya tindakan merendahkan martabat manusia.

Setidaknya ada 12 poin temuan yang dilakukan LPSK dari adanya kerangkeng manusia tersebut.

"Kami mendapati adanya peristiwa merendahkan martabat para anak kereng (sebutan penghuni kerangkeng atau korban)," kata Edwin saat konferensi pers di Gedung LPSK, Jakarta Timur, Rabu (8/3/2022).

Edwin lantas menjabarkan secara detail keseluruhan tindakan merendahkan martabat yang dialami anak kereng selama di dalam kerangkeng milik Terbit Rencana Peranginangin itu.

Pertama, kata dia, ada tindakan membotakkan kepala anak kereng, kedua, menelanjangi, serta meludahi mulut dari anak kereng.

Tak hanya itu, terdapat pula tindakan menelan air seni sendiri, menjilati sayur di lantai, mengunyah cabai sebanyak setengah kilogram lalu dilumuri ke wajah serta kelamin.

Bahkan kata Edwin, ada tindakan yang membuat dirinya tak kuasa menyebut hal itu, yakni anak kereng diminta untuk lomba onani hingga menjilati kelamin hewan.

"Ini bahkan, sampai saya tak kuasa menyebutnya, baru saat ini selama 20 tahun saya menangani korban, kasus ini yang paling kejam yang saya temui," ujarnya.

"Disuruh minum air seni sendiri dan menjilati kemaluan hewan anjing, anak kereng disuruh lomba onani," ujar dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas