Kemenkes dan BPOM Diminta Tak Main-main Soal Vaksin Covid-19 Kedaluwarsa
Kurniasih Mufidayati, meminta Kementerian Kesehatan dan BPOM tidak main-main tentang vaksin Covid-19 kedaluwarsa.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati, meminta Kementerian Kesehatan dan BPOM tidak main-main tentang vaksin Covid-19 kedaluwarsa.
Hal itu disampaikannya menanggapi perpanjangan masa kedaluwarsa 18 juta dosis vaksin oleh pemerintah.
Mufidayati mengingatkan satu di antara kendala vaksinasi di lapangan adalah tingkat kepercayaan publik terhadap vaksinasi.
Jika perpanjangan masa kedaluarsa vaksin ini dilakukan, ketidakpercayaan publik bisa jadi akan kembali mencuat dan menghambat capaian Program Vaksin.
"Kita masih punya target vaksinasi booster yang hingga kini masih rendah capaiannya. Kita harus menjaga benar kepercayaan publik yang sudah membaik terkait vaksinasi ini. Jika vaksinasi kedaluwarsa ini diberikan ke publik justru akan timbul pertanyaan besar. Publik bukan menjadi semacam kelinci percobaan," kata Mufidayati dalam keterangan yang diterima, Senin (14/3/2022).
Baca juga: Jelang MotoGP Mandalika, BNPB Kebut Vaksinasi Covid-19 Masyarakat Lombok
Baca juga: 14,5 Juta Orang di Indonesia Sudah Disuntik Vaksin Booster Covid-19
Mufida mengingatkan saat mendengar kabar dari Menkes bakal ada 18 juta dosis vaksin yang akan kedaluwarsa akhir Februari, dirinya sudah mewanti-wanti agar langkah yang dilakukan pemerintah adalah percepatan vaksinasi.
"Saya sudah sampaikan itu sebelum jutaan dosis vaksinasi ini akan kedaluwarsa. Sekarang jika strateginya adalah memperpanjang masa kedaluwarsa itu tentu jadi pertanyaan besar. Kemenkes dan BPOM harus terbuka soal ini sebab ini adalah vaksin dari luar yang sebelumnya sudah ditentukan masa tenggat kedaluwarsanya," ujarnya.
Mufida mengatakan, jutaan vaksinasi yang kedaluwarsa ini adalah program vaksinasi gratis dari negara-negara maju ke negara berkembang.
Dia menyebut beberapa negara di Afrika tegas menolak vaksin bantuan ini karena masa kedaluwarsanya sudah mepet.
Sementara Indonesia mengambil bantuan ini karena merasa mampu untuk melakukan percepatan vaksinasi nasional.
"Faktanya kan sampai masa kedaluwarsa masih tersisa jutaan. Maka harus dievaluasi. sekali lagi saya ingatkan mesti vaksinnya gratis tapi proses sejak penerimaan, penyimpanan, distribusi ke daerah, penyimpanan di daerah sampai proses vaksinasi melibatkan anggaran negara," ujar Mufida.
Baca juga: Epidemiolog: Syarat Bebas Testing bagi Pelaku Perjalanan Dapat Tingkatkan Cakupan Vaksinasi Covid-19
Lebih lanjut, Mufida menyebut sudah meminta agar Komisi IX segera memanggil Kemenkes dan BPOM untuk meminta penjelasan terkait vaksin kedaluwarsa dan akan masuk menjadi pembahasan dalam Panja Vaksin untuk mengevaluasi berbagai persoalan terkait vaksinasi.
Menurutnya, perlu ada kajian yang independen tentang perpanjangan kedaluwarsa vaksin.
"Tapi kami minta karena hal ini sudah disampaikan secara terbuka harus ada penjelasan secara terbuka. Kami harapkan Kemenkes dan BPOM tidak main-main dengan kepercayaan publik soal vaksinasi dan tidak menjadikan bahan percobaan," katanya.
"Ini aneh. Kalo memang masih bisa dilakukan perpanjangan vaksin yang sudah kadaluwarsa, mengapa baru sekarang diinformasikan. Harusnya sudah sejak awal disampaikan kepada publik," pungkasnya.