Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Stafsus BPIP: Pembumian Pancasila Jadi Langkah Tepat Mencabut Radikalisme

Banyak gerakan dari masa ke masa yang berusaha menekan pemerintahan yang sah dengan mengatasnamakan agama maupun golongan.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Stafsus BPIP: Pembumian Pancasila Jadi Langkah Tepat Mencabut Radikalisme
ISTIMEWA
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Benny Susetyo atau Romo Benny saat menjadi pembicara diskusi bertajuk "Sinergi Pembumian Pancasila" di The Tribrata Convention Center, Jakarta (22/4/2021). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menyatakan pembumian Pancasila sebagai langkah yang tepat dalam mencabut radikalisme.

Pernyataan tersebut disampaikannya pada acara penguatan karakter komponen bangsa dalam menangkal radikalisme/separatisme, di Jakarta.

Di awal dialog, Benny menekankan latar belakang radikalisme adalah suatu paham yang digunakan oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial politik secara drastis dengan menggunakan kekerasan.

Menurutnya, dalam catatan sejarah radikalisme di Indonesia, banyak gerakan dari masa ke masa yang berusaha menekan pemerintahan yang sah dengan mengatasnamakan agama maupun golongan.

"Radikalisme itu dipakai semua agama, semua itu dipakai untuk membenarkan agama dengan cara kekerasan," kata Benny, Kamis (17/3/2022).

Menurut Benny, akar dari radikalisme ada dan berkembang di semua negara.

Baca juga: Momen KSAD Dudung Pimpin Rapim TNI AD: Bahas Radikalisme hingga Situasi Keamanan di Papua

BERITA TERKAIT

"Dalam catatan itu paham radikalisme adalah kepentingan sempit yang menggunakan segala cara untuk menggantikan ideologi Pancasila. Menggunakan agama itu mudah menjadi sesuatu yang dimanipulasi dan tidak melihat ke dalam konteks sosial budaya," ungkapnya.

Lebih lanjut, Benny menjelaskan bahwa pemahaman agama itu tidak bisa diajarkan dalam waktu instan, untuk menguasainya dibutuhkan waktu dan pengahayatan yang lama.

"Jika kita tidak melihat konteks agama dan kitab secara arti sebenarnya maka itu mengakibatkan kesalahpahaman," sambungnya.

Menurut Benny, di satu sisi harus menghormati martabat dan kebudayaan dan ditempatkan dalam tempat yang seimbang.

"Selain pendekatan budaya dan agama kita juga harus melakukan dengan pendekatan kemanusiaan," ujar Benny.

"Hal ini dilakukan untuk mengcounter kebanyakan paham radikal dan teroris yang mengamalkan budaya kematian dan menyukai budaya kematian."

"Hal itu semata-mata dilakukan karena mereka yang melakukan itu ibarat takut hidup tapi berani mati. Orang-orang ini pada dasarnya adalah orang yang mencari eksistensi diri berdasarkan janji dari kepentingan pihak tertentu," jelas Benny.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas