Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Plagiarisme Marak Terjadi di Dunia Pendidikan, Akademisi UNS Singgung soal Mentalitas

Akademisi UNS menanggapi maraknya kasus plagiarisme di dunia pendidikan. Menurutnya, plagiarisme adalah masalah mentalitas.

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Pravitri Retno W
zoom-in Plagiarisme Marak Terjadi di Dunia Pendidikan, Akademisi UNS Singgung soal Mentalitas
recruitingdaily.com
Ilustrasi plagiarisme. Kaprodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Sri Hastjarjo, S.Sos., Ph.D menanggapi maraknya kasus plagiarisme di dunia pendidikan. 

"Plagiarisme adalah pelanggaran etika akademik yang sangat berat, karena ini termasuk tindakan penipuan publik yakni dengan mengklaim ide atau karya orang lain sebagai ide sendiri," kata Sri Hastjarjo.

Apalagi saat ini banyak pengguna media sosial yang dengan mudahnya mendapatkan ataupun membagikan informasi.

Tentu ada sikap tanggung jawab yang harus dimiliki.

Bagi seorang akademisi, baik itu mahasiswa bahkan Guru Besar sekalipun, harus tetap memahami tentang plagiarisme.

Jika kedapatan melakukan plagiarisme, berarti mentalitas seseorang tersebut perlu dipertanyakan.

"Karena itulah, saya mengatakan bahwa praktik plagiarisme, apalagi dilakukan oleh seseorang yang sudah memiliki jabatan guru besar, itu adalah masalah mentalitas."

"(Para pelaku plagiarisme mungkin) memang kehabisan ide tulisan."

Berita Rekomendasi

"Sehingga kemudian terjebak dalam praktik plagiarisme."

Baca juga: Bertemu Pengurus FRPKB, KSAD Jenderal Dudung Ungkap Keprihatinan Atas Maraknya Radikalisme di Kampus

"(Yakni dengan) mengambil ide orang lain tanpa menyebutkan sumber."

"Atau malah yang lebih parah adalah mengakui karya orang lain sebagai karyanya sendiri."

"Karena sebenarnya plagiarisme itu jenisnya cukup banyak."

"Ada yang bisa dilakukan tidak sengaja (misalanya lupa mencantumkan sumber asli, atau keliru dalam cara pengutipan)."

"Ada pula yang memang disengaja, misalnya mengutip tulisan orang lain dan dengan sengaja tidak menyebut sumber aslinya."

"(Bahkan juga bisa) mengganti nama pengarang asli dengan nama sendiri, atau mengakui kerja kelompok sebagai kerja individu," jelas Sri Hastjarjo.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas