Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terawan Masih Miliki Waktu 25 Hari untuk Klarifikasi, DPR Diminta Fasilitasi Pertemuan dengan IDI

Dokter Terawan Agus Putranto masih memiliki waktu sekitar 25 hari untuk klarifikasi ataupun konfirmasi terkait dengan pemecatan yang dilakukan MKEK

Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
zoom-in Terawan Masih Miliki Waktu 25 Hari untuk Klarifikasi, DPR Diminta Fasilitasi Pertemuan dengan IDI
Biro Pers Sekretariat Presiden
Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) dr Terawan Agus Putranto masih disebut memiliki waktu sekitar 25 hari untuk klarifikasi ataupun konfirmasi terkait dengan pemecatan yang dilakukan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) dr Terawan Agus Putranto disebut masih memiliki waktu sekitar 25 hari untuk klarifikasi ataupun konfirmasi terkait dengan pemecatan yang dilakukan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Diketahui berdasar dengan ketentuan yang ada, pencabutan status Terawan sebagai dokter harus dilakukan oleh Pengurus Besar IDI, bukan dari MKEK.

Untuk itu, Dewan Pakar Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia, Hermawan Saputra meminta kepada DPR RI untuk segera memfasilitasi antara IDI dengan Terawan, berdialog.

"Saya berharap, DPR RI cukup fair untuk memfasilitasi kalau pun masih ada proses klarifikasi atau konfirmasi."

"Kan sebenarnya masih ada waktu, amanat MKEK itu kan sebenarnya ada 28 hari kerja untuk diimplementasikan rekomendasi (dari MKEK) itu," jelas Hermawan dikutip dari Kompas Tv, Senin (28/3/2022).

Baca juga: Risiko Penggunaan Obat Covid-19 Paxlovid Jika Tak Sesuai Resep Dokter

Hermawan menyebut, saat-saat seperti ini tepat bagi DPR RI untuk memfasilitasi komunikasi atau klarifikasi.

"Tapi kalau terlalu lama saya rasa apa yang menjadi keputusan ini bisa berdampak luas dan menjadi pembelajaran juga organisasi profesi dan masyarakat," imbuhnya.

Berita Rekomendasi

Fasilitasi duduk bersama ini sangat diperlukan, mengingat Terawan adalah individu dokter yang mumpuni dan memiliki banyak prestasi di bidang kedokteran.

Sementara IDI juga merupakan organisasi profesi yang cukup kuat, yang di dalamnya terdapat banyak spesialis dokter-dokter.

"Jangan lupa, dokter Terawan ini adalah individu yang sudah sangat berjasa."

"Sementara IDI (hadir) mengatasnamakan (kumpulan) profesi di bidang kedokteran dan kesehatan lainnya yang juga tentunya membawa gerbong yang cukup besar manfaatnya untuk masyarakat," lanjut Hermawan.

Artinya, dengan melihat kondisi ini, Hermawan berharap DPD RI dapat profesional dalam menempatkan diri untuk memfasilitasi IDI dan Terawan berdialog. 

Baca juga: Deretan Tokoh yang Pernah Jadi Pasien Cuci Otak Dokter Terawan, Dahlan Iskan: Terasa Plong

"Jadi, dr. Terawan masih memiliki waktu hingga 28 hari (usai pemecatan dari MKEK)."

"Sehingga dalam 28 hari ini (setelah tiga hari berlalu) ya mungkin hanya tersisa sekitar 25 hari lagi ini, dan ini harus segera diselesaikan," sambung Hermawan.

Menurut Hermawan, komunikasi profesional inilah yang paling penting untuk menjembatani keduannya, baik IDI maupun Terawan.

"Kita tidak perlu melihat ini dari perpektif politik praktisnya, tetapi lebih kita kembalikan kepada komunikasi profesional jadi inter dan intra kedokteran yang harus di urai.

"Karena memang ada hal-hal yang substansi keilmuan di situ, tetapi juga ada perspektif attitude, integrity dan juga sikap dia juga turut dinilai dari aspek ini," kata Hermawan.

Sebelumnya, pemecatan dr Terawan Agus Putranto dari keanggotaannya di IDI menuai perhatian Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay.

Baca juga: Dokter Terawan Dipecat IDI, Ribka Tjiptaning: Terlalu Mengada-ngada dan Ada Unsur Politis

Saleh menyayangkan atas pemecatan yang dilakukan kepada Terawan.

"Saya benar-benar terkejut dengan keputusan (pemecatan dr Terawan oleh IDI) itu."

"Muktamar semestinya dijadikan sebagai wadah konsolidasi dan silaturahim dalam merajut persatuan."

"Kok ini malah dijadikan sebagai wadah pemecatan, permanen lagi. Ini kan aneh ya?” kata Saleh yang dikutip dari laman resmi DPR RI, Senin (28/3/2022). 

Menurut Saleh, Terawan merupakan salah satu dokter terbaik yang dimiliki Indonesia.

Selama bertugas menjadi dokter dan anggota TNI, banyak prestasi yang sudah ditorehkan Terawan.

Satu di antaranya adalah sukses membesarkan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) menjadi rumah sakit yang memiliki kualitas baik.

"Saya kira, baru di Indonesia ini ada seorang dokter profesional yang dipecat."

"Tidak tanggung-tanggung, yang dipecat itu adalah seorang dokter berpangkat Letnan Jenderal dan pernah memimpin RSPAD bertahun-tahun lamanya."

Baca juga: Dokter Terawan Dipecat IDI, Politisi PDIP Bilang Terlalu Mengada-ngada dan Berbau Politis

“Bahkan, beliau pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI."

"Bagaimana bisa Mantan Menteri Kesehatan bisa dipecat (dari keanggotaan IDI)? Apalagi yang lain,” kata Saleh.

Alasan Pemecatan

Anggota PB IDI 2012-2015 Pandu Riono mengungkapkan alasan dipecatnya mantan Terawan dari IDI.

Pemecatan terhadap Terawan, kata Pandu, sebenarnya tidak semata-mata terjadi.

Ini karena Terawan sudah diperiksa oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI sejak 2013.

"Ini kan prosesnya sudah lama, sejak 2013 dr Terawan Agus Putranto itu sudah diperiksa oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI)."

Baca juga: Komisi IX DPR Sesalkan Pemecatan Dokter Terawan dari IDI, Inginkan Adanya Solusi Terbaik

"Terutama untuk pelanggaran etika, yang waktu itu adalah mempromosikan, menjanjikan, dan tentang terapi yang kita sebut dengan brain wash (cuci otak)," kata Pandu dikutip dari Kompas TV, Senin (28/3/2022).

Terapi cuci otak tersebut diklaim Terawan dapat memberikan hasil positif dan bisa melancarkan peredaran darah di kepala untuk pasien stroke.

Namun, kata Pandu, terapi cuci otak tersebut masih belum teruji secara ilmiah dan tidak disertai bukti-bukti yang sesuai kaidah publikasi ilmiah.

"Yang paling krusial adalah sebagai seorang dokter, seharusnya melakukan pelayanan kesehatan berbasis ilmu pengetahuan dan berbasis riset yang sudah terbukti manfaatnya dan tidak merugikan," lanjut Pandu.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas