Wamenkumham Ungkap Penjatuhan Pidana Mati di Indonesia Merupakan Hukuman Khusus pada Perkara Tentu
hukuman mati dalam penerapan peradilan di Indonesia merupakan hukuman khusus atas pidana tertentu alias special punishment.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, hukuman mati dalam penerapan peradilan di Indonesia merupakan hukuman khusus atas pidana tertentu alias special punishment, bukan hukuman utama atau main punishment.
Hal itu disampaikan Hiariej menyoroti terkait isi dari Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang masih menerapkan pidana mati.
Dia mengatakan, dalam wacana hak asasi manusia, penerapan hukuman mati dalam RUU KUHP menuai pro dan kontra publik.
"Hampir semua negara di Kawasan Eropa menolak penerapan hukuman mati. Jerman termasuk salah satunya," kata Hiariej saat menerima kunjungan Dubes Jerman HE Ina Lepel yang disiarkan, Senin (28/3/2022).
Kendati masih ada aturan pidana mati di Indonesia, khususnya dalam RUU KUHP, dia memberikan penjelasan bahwa penerapan pidana mati adalah hukuman spesial dan bisa berubah.
Baca juga: Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco: RKUHP Akan Diselesaikan Tahun 2022
Artinya kata Wamen yang akrab disapa Eddy itu, jika seorang terpidana berkelakuan baik akan dapat diberikan penurunan hukuman menjadi penjara seumur hidup atau dua puluh tahun penjara.
"Jadi hukuman mati bukan main punishment, tapi menjadi special punishment," jelasnya.
Tak hanya itu, kata Eddy, selama menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan), narapidana yang dimaksud juga diberikan pembinaan.
Dia memastikan, pembinaan yang didapat tidak hanya berupa pembinaan kemandirian berupa mental dan spiritual tetapi juga pembinaan keterampilan.
Baca juga: Pemerintah Tegaskan RUU KUHP Tak Akan Dibahas Ulang
"Sikap berkelakuan baik selama menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dapat dijadikan acuan dalam pemberian penurunan hukuman atau pengajuan bebas bersyarat," katanya.
Menyikapi hal yang disampaikan Eddy, Lepel menyampaikan kalau saat ini ada sembilan warga negara Jerman ditempatkan di Lapas dan Rutan di Indonesia.
Namun, dua di antaranya sedang menunggu konfirmasi lanjutan proses pengajuan bebas bersyarat dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham.
Baca juga: Dinilai Kurang Tepat, Henry Indraguna Berharap Pasal 282 Ditarik dari RUU KUHP
Dengan begitu, Lepel berharap pengajuan bebas bersyarat kedua WN Jerman tersebut dapat segera terealisasi.
Sebagai informasi, proses pengajuan pembebasan bersyarat dan cuti bersyarat bagi WBP Asing, telah diatur pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 3 Tahun 2018 sebagaimana diubah dengan Permenkumham No. 18 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.