Komnas HAM Ungkap Dugaan Penyiksaan oleh Polisi dalam Kasus Salah Tangkap Begal di Tambelang Bekasi
Komnas HAM RI menyimpulkan terjadi penyiksaan yang diduga dilakukan oknum polisi dalam kasus salah tangkap begal di Tambelang, Kabupaten Bekasi.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Subkomisi Penegakan HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI menyimpulkan terjadi penyiksaan yang diduga dilakukan oknum polisi dalam kasus salah tangkap begal di Tambelang, Kabupaten Bekasi tahun lalu.
Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Endang Sri Melani mengatakan dalam kesimpulan penyelidikan tim membenarkan bahwa Muhammad Fikry beserta 9 orang lainnya ditangkap personil unit Reskrim Polsek Tambelang dan unit Jatanras Satreskrim Polres Metro Bekasi.
Setelah penangkapan, kata Melani, para korban tidak langsung dibawa ke Mako Polsek Tambelang, tetapi dibawa dulu ke Gedung Telkom Tambelang.
Hal tersebut, kata dia, diperkuat dengan keterangan saksi-saksi dan dokumentasi foto yang diperoleh Tim Pemantauan dan Penyelidikan.
Sementara itu, berdasarkan keterangan pihak Penyidik Polsek Tambelang/Polres Metro Bekasi, kesembilan orang yang ditangkap tersebut langsung dibawa ke Polsek Tambelang.
"Benar telah terjadi penyiksaan yang diduga dilakukan personil unit Reskrim Polsek Tambelang dan unit Jatanras Satreskrim Polres Metro Bekasi terhadap Muhammad Fikry dan kawan-kawan (4 orang) saat melakukan interogasi di halaman Gedung Telkom Tambelang dalam berbagai bentuk kekerasan fisik dan juga kekerasan verbal," kata Melani saat konferensi pers, Rabu (20/4/2022).
Baca juga: Komnas HAM Pastikan Tidak Ada Pelanggaran HAM dalam Penembakan Dokter Sunardi
Secara faktual, lanjut dia, keempat korban tersebut berada di bawah penguasaan Polisi dan dibawa ke halaman Gedung Telkom Tambelang yang terletak di depan Polsek Tambelang untuk dimintai keterangan.
Kedua bangunan tersebut, kata diaz hanya dipisahkan oleh Jalan Sukarapih Raya, Sukarapih, Kecamatan Tambelang, Bekasi.
Ia memaparkan rentang waktu penyiksaan terjadi dalam beberapa waktu.
Pertama, kata dia, antara pukul 20.00 WIB tanggal 28 Juli 2021 hingga pukul 03.00 WIB tanggal 29 Juli 2021.
Kedua, kata dia, saat penahanan di Polsek Tambelang sejak 29 Juli 2021 hingga menjelang proses Praperadilan sekitar September 2021.
Baca juga: Komnas HAM: Tidak Ada Pelanggaran HAM Dalam Penembakan Dokter Sunardi
"Konteks terjadinya tindak Penyiksaan, saat Polisi melakukan interogasi terhadap Saudara M Fikry, dan kawan-kawan (4 orang) guna mengejar pengakuan keempatnya sebagai Tersangka atau keterlibatan dalam tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau pembegalan pada 24 Juli 2021 dini hari di Jalan Raya Sukaraja Tambelang, Bekasi," kata Melani.
Berdasarkan temuan tim Komnas HAM, kata dia, ditemukan setidaknya 10 bentuk tindak penyiksaan terhadap M Fikry dan kawan-kawan.
Pertama, kekerasan atau ancaman verbal.
Kedua, mata dilakban.
Ketiga, pemukulan dengan tangan kosong di bagian tubuh dan wajah.
Keempat, pemukulan di bagian kepala menggunakan tali gantungan kunci.
Kelima, ditendang di bagian tubuh, kaki, dan wajah.
Keenam, rambut dijambak.
Ketujuh didudukkan saat salah seorang di antaranya tersungkur.
Kedelapan, diseret menggunakan kain sarung.
Kesembilan, kaki ditimpa menggunakan batu.
Baca juga: Komisi III Apresiasi Polda Sumut Undang Komnas HAM Hingga Kompolnas Tangani Kasus Kerangkeng Manusia
"Terakhir, tembakan ke udara sembari memberikan ancaman," kata Melani.
Selain itu, kata dia, setidaknya ditemukan 8 bentuk perkataan Polisi yang merupakan bagian dari kekerasan verbal terhadap kesembilan orang yang ditangkap di antaranya “Ngapain kamu nengok-nengok, mau saya tembak kayak teman kamu”.
Selain tangan kosong, kata dia, terdapat minimal 6 alat yang digunakan dalam penyiksaan, antara lain senjata api, lakban, kain sarung, tali gantungan kunci, batu koral, dan sepatu safety Polisi.
"Terdapat minimal tiga tempat terjadinya tindak penyiksaan terhadap M Fikry dan kawan-kawan, antara lain halaman Gedung Telkom Tambelang, ruang interogasi, ruang Sel Polsek Tambelang," kata dia.
Ia mengatakan dampak penyiksaan terhadap keempat orang korban, antara lain terdapat kondisi fisik akibat kekerasan berupa luka membekas pada bagian wajah, badan, jari-jari kaki korban, dan luka menyerupai sundutan rokok pada korban Abdul Rohman.
Selain itu, kondisi tertekan dan berada dalam ancaman yang membuat keempat korban mengakui terlibat dalam tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau pembegalan pada 24 Juli 2021.
Kemudian, trauma mendalam, khususnya terhadap lima orang yang ditangkap bersama dengan keempat lainnya tapi kemudian dibebaskan pada 29 Juli 2021.
"Hal ini dikarenakan mereka ikut ditangkap secara tiba-tiba, tanpa dasar penangkapan dan dilakukan secara sewenang-wenang. Bahkan salah satu di antaranya, R, ditendang dan dipukul seorang Polisi hingga korban jatuh tersungkur," kata dia.
Terhadap peristiwa penangkapan M Fikry dan kawan-kawan disertai dugaan penyiksaan yang dilakukan oleh Reskrim Polsek Tambelang dan Jatanras Satreskrim Polres Metro Kabupaten Bekasi, kata dia, telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia atas.
Pertama, hak untuk terbebas dari penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, penghukuman yang kejam, dan merendahkan martabat.
Kedua, hak atas rasa aman.
Ketiga, hak untuk memperoleh keadilan.
"Keempat, hak atas kesehatan," kata Melani.
Diberitakan sebelumnya Polda Metro Jaya buka suara terkait dengan dugaan salah tangkap pelaku begal yang dilakukan Polsek Tambelang di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol E Zulpan menjelaskan bahwa awalnya pihak Polsek Tambelang melakukan penangkapan terhadap terduga pelaku begal.
Kemudian setelah dilakukan proses pemeriksaan, maka dilakukan penyidikan terhadap para tersangka.
Dari proses itu, katanya kuasa hukum tersangka mengajukan praperadilan pada 1 September 2021 terkait penggeladahan dan penangkapan tersebut.
"Hasil praperadilan putusan pengadilan menolak esepsi pemohon. Setelah proses praperadilan dimenangi Polsek Tambelang," jelas Zulpan di Polda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Kamis (3/2/2022).
Kemudian, pada orang tua salah satu tersangka Muhammad Fikri mengadukan penyidik Polsek Tambelang ke Bidang Propam Polda Metro Jaya terkait dugaan salah tangkap dan rekayasa kasus.
Hasil penyelidikan Bidang Propam Polda Metro Jaya tidak ditemukan dugaan salah tangkap atau rekayasa kasus dalam kasus pencurian dengan kekerasan tersebut.
"Bidang Propam Polda Metro Jaya telah melakukan pemeriksaan dan penyelidikan dengan hasil tidak dilakukan salah tangkap dan rekayasa kasus," jelas Zulpan.
Akhirnya kuasa hukum tersangka mengadu ke Kompolnas pada 5 November 2021 lalu.
Hasil dari pemeriksaan Kompolnas proses penangkapan dan penyitaan dinyatakan telah sesuai prosedur.