Pemerintah Diharapkan Lakukan Kajian Terhadap Produk Tembakau Alternatif Sesuai Analisis Risiko
Penerapan teknologi pada produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan, terbukti mampu mengurangi risiko.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penerapan teknologi pada produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan, terbukti mampu mengurangi risiko paparan secara signifikan bagi penggunanya dibandingkan dengan rokok.
Hal ini dikarenakan produk tersebut menerapkan sistem pemanasan dalam penggunaannya, bukan pembakaran seperti pada rokok.
Akademisi dari Universitas Padjadjaran, Amaliya menjelaskan, penerapan sistem pemanasan pada produk tembakau alternatif menghasilkan uap, sehingga bebas TAR saat digunakan oleh konsumennya.
Baca juga: Regulasi Berbeda Diperlukan Demi Hindari Misinformasi Produk Tembakau Alternatif
“Bukti-bukti kajian ilmiah dari dalam dan luar negeri sudah banyak mengungkapkan bahwa sistem pemanasan dapat mengurangi risiko,” ujar Amaliya saat dihubungi wartawan, Minggu (8/5/2022).
Beberapa diantaranya adalah penelitian Konstantinos Farsalinos dari University of Petra, Yunani, dan Riccardo Polosa dari University of Catania, Italia, dan Peter Hajek dari Inggris.
Amaliya mengungkapkan penelitian ketiganya menyimpulkan bahwa produk tembakau alternatif mampu menurunkan zat berbahaya 75 persen hingga 90 persen.
“Risiko terpapar zat berbahaya pun menurun,” ucapnya.
Karena berhasil menurunkan zat berbahaya hingga 90 persen, para perokok yang beralih ke produk tembakau alternatif menunjukkan perbaikan fungsi paru-paru dan pembuluh darah.
“Penelitian di Indonesia masih terbatas, namun riset systematic review dengan validitas bukti yang tinggi yang dibuat tim Pusat Studi Unggulan Pelayanan Farmasi Universitas Padjadjaran memperlihatkan keamanan dan efektifitas yang baik untuk program berhenti merokok,” tuturnya.
Amaliya berharap produk tembakau alternatif dapat dimaksimalkan untuk membantu pemerintah menurunkan prevalensi merokok.
“Melihat bukti-bukti ilmiah yang ada, kita dapat percaya bahwa produk tersebut memang rendah risiko, hanya memang kita harus banyak menganalisis dan mempelajari bukti ilmiah tersebut dengan pikiran yang netral,” ujarnya.
Sependapat dengan Amaliya, Dosen Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung, Rahmana Emran Kartasasmita menyebutkan, proses pemanasan pada produk tembakau yang dipanaskan dengan suhu terkontrol maksimal 350 OC menghasilkan kandungan zat berbahaya (harmful and potentially harmful constituents atau HPHC) yang jauh lebih rendah dibanding rokok. Pada rokok, proses pembakaran mencapai suhu 800°C.
Data ilmiah terkait jenis dan kandungan HPHC pada uap produk tembakau yang dipanaskan dan asap rokok terdapat dalam berbagai jurnal ilmiah, seperti pada Evaluation of the Tobacco Heating System 2.2. Part 1: Description of the System and the Scientific Assessment Program oleh M. R. Smith dkk, Evaluation of The Tobacco Heating System 2.2. Part 2: Chemical Composition, Genotoxicity, Cytotoxicity, and Physical Properties of the Aerosol oleh J. P. Schaller dkk, dan beragam jurnal ilmiah lainnya.
Menilik profil risiko yang ada, Emran pun berpendapat bahwa produk tembakau alternatif bisa dijadikan alternatif bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari rokok.
“Namun, yang perlu dipahami bawah produk tersebut bukan atau tidak dimaksudkan untuk yang bukan perokok,” tegasnya.
Emran pun berharap, pemerintah sebagai risk manager dapat melakukan kajian dan penilaian terhadap produk tembakau alternatif sesuai dengan prinsip analisis risiko. Harapannya, kebijakan yang diambil terkait produk ini nantinya akan memiliki landasan ilmiah yang kuat.