Penasehat Hukum: Apa Kolonel Priyanto Harus Tanggung Akibat dari Perbuatan yang Tak Dilakukan?
penjatuhan hukuman terhadap prajurit memiliki tujuan untuk mendidik agar prajurit yang bersangkutan dapat memperbaiki diri dan kembali menjadi prajuri
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penasehat hukum terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terkait kecelakaan di Nagreg Jawa Barat, Kolonel Inf Priyanto, meminta majelis hakim tinggi militer mempertimbangkan aspek non yuridis dalam perkara Priyanto.
Penasehat hukum Priyanto, Letda CHK Aleksander Sitepu, dalam nota pembelaan yang disampaikannya di persidangan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta mengatakan bahwa penjatuhan hukuman terhadap prajurit bukan semata-mata untuk menghukum.
Akan tetapi, lanjut dia, penjatuhan hukuman terhadap prajurit memiliki tujuan untuk mendidik agar prajurit yang bersangkutan dapat memperbaiki diri dan kembali menjadi prajurit yang memiliki nilai-nilai Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI.
Perkara yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta tersebut, kata dia, memang merupakan perkara yang menonjol dan menarik perhatian publik setidaknya dalam beberapa bulan terakhir.
Upaya untuk menghukum Priyanto, kata Aleksander, pada dasarnya telah terjadi sejak diunggahnya video peristiwa di media sosial.
Priyanto, lanjut dia, seolah telah dihukum terlebih dahulu tanpa adanya putusan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, kata dia, trial by the press dan tekanan masyarakat seolah hanya menunjukkan Priyanto, Kopda Andreas, dan Koptu Ajmad Soleh sebagai pembunuh keji yang telah membuang jenazah korban.
"Secara ksatria terdakwa telah mengakui perbuatannya dan siap untuk menanggung semua perbuatan yang terdakwa lakukan. Akan tetapi apakah terdakwa harus menanggung suatu akibat dari perbuatan yang tidak dilakukannya?" kata Aleksander di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Selasa (10/5/2022).
Baca juga: Bacakan Nota Pembelaan, Penasehat Hukum Minta Hakim Pertimbangkan Jasa Kolonel Priyanto
Hukum Indonesia, lanjut dia, menganut asas praduga tidak bersalah.
Oleh karena itu, kata dia, Priyanto sangat berharap agar Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta sebagai benteng terakhir dalam peradilan militer di Indonesia dapat mengambil sikap yang tegas.
Apabila memang Priyanto bersalah, kata dia, maka hukumlah sesuai dengan perbuatan yang ia lalukan.
"Akan tetapi, terdakwa tidak bersalah maka kiranya layak dan pantas jika terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan," kata dia.
Sebelumnya, dalam analisis yuridis yang dibacakan Aleksander menyatakan unsur-unsur dalam dakwaan dan tuntutan terhadap Priyanto tidak terpenuhi.
Dengan demikian, kata dia, Priyanto tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan penculikan sebagaimana didakwakan dan dituntut oditur militer.
Salah satu argumentasi yang disampaikan tim penasehat hukum di antaranya Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh tidak menemukan tanda-tanda kehidupan berupa gerakan napas dari korban saat memindahkan kedua korban ke pinggir jalan dan mengangkat kedua korban ke dalam mobil
Dengan demikian, kata dia, Priyanto berkesimpulan bahwa kedua korban tersebut sudah dalam keadaan meninggal.
Selain itu, kata dia, Priyanto panik dan bingung karena korban sudah meniggal dunia sehingga memutuskan untuk membawa korban kecelakaan ke daerah Banyumas dan membuang keduanya ke Sungai Serayu.
Pertimbangan Priyanto membuang korban kecelakaan, kata Aleksander, agar tidak diketahui dan menghilangkan jejak kedua korban sehingga tidak diketahui kejadian kecelakaan di Nagreg.
Oleh karenanya, lanjut dia, tim penasehat hukum unsur dari dakwaan ketiga sebagaimana dimaksud dalam pasal 181 KUHP telah terbukti secara sah dan meyakinkan sehingga kami sepakat dengan oditur militer tinggi.
"Namun demikian oleh karena dakwaan oditur militer tinggi disusun secara kumulatif, maka oleh dakwaan kesatu primer dan dakwaan alternatif pertama oditur militer tinggi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka seluruh dakwaan oditur militer tinggi harus ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima," kata Aleksander.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.