Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas Dorong Pembangunan Jamban Sehat
Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas terus berkomitmen membantu pembangunan jamban demi pemenuhan kebutuhan sanitasi dan peningkatan kesehatan masyarakat.
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas terus berkomitmen untuk membantu pembangunan jamban demi pemenuhan kebutuhan sanitasi dan peningkatan kesehatan masyarakat.
Setelah bergerak di Malang, Jawa Timur, dan di Desa Pucungrejo, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, gerakan pembangunan jamban sehat ini diharapkan dapat berlanjut serta diteruskan dalam skala yang lebih luas.
Acara serah terima laporan pelaksanaan pembuatan 40 jamban keluarga telah terlaksana pada 11 Mei 2022 di Kantor Desa Pucungrejo, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jateng.
“Berangkat dari Desa Pucungrejo, Muntilan, dan dari Malang, semoga gerakan pembangunan jamban sehat ini bisa menjadi gerakan yang dilakukan dalam skala lebih luas dan melibatkan lebih banyak komponen di masyarakat,” ujar Manajer Eksekutif YDKK, Anung Wendyartaka, dalam sambutan serah terima laporan pelaksanaan pembuatan 40 jamban keluarga.
Sebelumnya, DKK telah membantu memberikan 1.000 jamban untuk masyarakat, yang disalurkan melalui Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur.
Adapun pada 2021, pola pemberian bantuan diubah. Di Desa Pucungrejo, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, DKK membantu pembangunan jamban sehat dengan langsung melibatkan masyarakat, yaitu Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Semali Asri.
Kepada kelompok ini, disalurkan dana donasi dari pembaca Kompas sebesar Rp120 juta yang kemudian digunakan untuk membangun 40 jamban keluarga.
Pola penyaluran bantuan semacam ini kembali dilakukan untuk pembangunan jamban keluarga di Malang, Jatim.
Keberhasilan program pembangunan jamban ini kemudian juga ditiru oleh pembangunan sanitasi penyediaan air bersih oleh KSM Mojo Waras bersama YDKK di Kecamatan Mojo, Surakarta.
Kesulitan dari program dana pembangunan jamban ini terkait dari kesadaran warga untuk melakukannya dan harus siap.
Anung mengatakan, kesiapan masyarakat ini sangat dibutuhkan karena untuk membangun jamban dan membuat septic tank, warga harus membongkar lantai rumah.
”Karena keterbatasan lahan, warga di Malang, misalnya, ada yang terpaksa membobol lantai, membangun septic tank di teras atau di bagian dalam rumah. Bagi warga yang tidak siap dan kurang menyadari nilai penting jamban sehat, jelas hal ini akan sulit dilakukan,” ujarnya.
Pentingnya keberadaan jamban sehat, menurut dia, juga harus disadari oleh banyak pihak di masyarakat.
Karena tidak mungkin terus-menerus mengandalkan bantuan pemerintah dengan anggaran yang terbatas, maka inisiasi untuk membangun jamban ini semestinya muncul dari lingkup masyarakat sendiri dengan bekerja sama dengan berbagai pihak.
Menurut Anung, DKK sangat peduli pada masalah jamban ini karena jamban dan sanitasi yang kurang sehat pada akhirnya juga banyak memicu banyak masalah baru, termasuk tengkes.
Edy Triyanto, pegiat sosial dan pendamping masyarakat yang sebelumnya juga pernah bekerja untuk USAID-IUWASH PLUS, mengatakan, hal penting dalam program pembangunan jamban sehat ini semata-mata bukanlah sekadar menyiapkan teknis pembangunan, melainkan harus terlebih dahulu menyiapkan masyarakat untuk melakukannya.
Banyak orang, menurut dia, sering kali tidak memiliki kesadaran akan fungsi jamban dan justru bangga ketika jamban bisa lama dibiarkan tanpa pernah dilakukan penyedotan tinja. Padahal, ketika hal itu terjadi, maka jamban diduga bocor dan air limbahnya telah mencemari lingkungan sekitar.
Masalah tinja ini, menurut dia, harus diperhatikan pembuatannya secara benar. Pasalnya, sebanyak 1 gram limbah tinja saja sudah mengandung 3 miliar bakteri, sedangkan tiap orang bisa membuang 250 gram tinja per hari.
Ketua KSM Semali Asri, Fahrudin, mengatakan pembangunan 40 jamban keluarga tersebut setidaknya bisa membantu 160 jiwa untuk buang air besar (BAB) secara benar.
Desa Pucungrejo juga masih memiliki pekerjaan rumah, yaitu menggerakkan sekitar 200 keluarga lainnya untuk membangun jamban sehat dan tidak BAB sembarangan.
Namun, tugas itu tak mudah dilakukan karena rata-rata dari mereka enggan untuk membongkar rumah.
Alasan demi sanitasi dan penyediaan air bersih pun biasanya juga tidak cukup manjur untuk mendorong mereka membangun jamban sehat.
”Alasan demi penyediaan air bersih mendadak mentah karena banyak warga di Desa Pucungrejo sudah menjadi pelanggan PDAM,” ujarnya.
Meski demikian, Fahrudin tetap berusaha membujuk dan tidak henti memberikan sosialiasi tentang manfaat penting jamban sehat kepada warga.