Penunjukan TNI-Polri Aktif Jadi Penjabat Kepala Daerah Disebut Cederai Demokrasi Indonesia
Langkah pemerintah melantik sejumlah penjabat kepala daerah dari kalangan TNI-Porli menuai berbagai reaksi.
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah pemerintah melantik sejumlah penjabat kepala daerah dari kalangan TNI-Porli aktif menuai berbagai reaksi.
Bahkan, sejumlah pengamat menilai hal itu dapat mengganggu kualitas demokrasi Indonesia.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menilai pelantikan sejumlah penjabat kepala daerah dari TNI-Polri bisa mencederai demokrasi Indonesia.
Menurut dia, dengan maraknya pemilihan TNI-Polri sebagai penjabat tidak berbeda dengan kondisi pada zaman Orde Baru.
“Karena kita akan kembali kepada masa-masa yang lama. Buat apa reformasi ketika tata kelolanya negaranya sama dengan Orde Baru,” kata Ujang Komarudin saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (26/5/2022).
Adapun pemerintah melalui Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil putusan yang mengacu pada UU TNI dan UU Polri dalam Undang-Undang UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
Disebutkan bahwa prajurit TNI aktif dapat menduduki beberapa jabatan secara spesifik di kantor atau instusi tertentu, yakni kantor koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Desak Penunjukan TNI Jadi Penjabat Bupati Seram Bagian Barat Dibatalkan
“Walaupun memang secara ketentuan memang mereka membolehkan aturan-aturan itu melalui mahkamah konstitusi itu,” kata Ujang.
Sementara itu, Pengamat Sosial Politik Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) Herry Mendrofa menilai banyaknya penjabat dari kalangan TNI-Polri dapat menekan demokrasi di Indonesia.
Terlebih, sambung Herry, kualitas demokrasi di Indonesia cenderung tidak menarik.
“Bahkan 14 tahun terakir ditangan Joko Widodo, indeks demokrasi Indonesia malah menurun, buruk. Buruk sepanjang kehidupan demokrasi diterapkan di Indonesia,” ujarnya.
Terkait penilaian itu, dia menekankan agar pemerintah bisa segera memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia.
Dia ingin Presiden Joko Widodo turut mengevaluasi dan melakukan perbaikan pada tatanan pemerintahan saat ini.