Hewan Terkena PMK dengan Gejala Klinis Ringan Masih Sah sebagai Hewan Kurban
Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan hukumnya sah sebagai hewan kurban, sementara Hewan dengan gejala klinis berat tidak sah.
Penulis: Arif Fajar Nasucha
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) saat ini banyak diperbincangkan mengingat pelaksanaan Ibadah Kurban di Hari Raya Idul Adha sebentar lagi.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan 10 Zulhijah 1443 H atau Hari Raya Idul Adha 2022 jatuh pada Sabtu, 9 Juli 2022.
Di tengah wabah PMK, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Sah sebagai Hewan Kurban
Dikutip dari kompas.com, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan hukumnya sah dijadikan hewan kurban.
Adapun gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya.
Tidak Sah sebagai Hewan Kurban
Sementara untuk hewan terkena PMK gejala klinis kategori berat hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.
Gejala klinis kategori berat meliputi lepuh pada kuku sampai terlepas, pincang, tidak bisa berjalan, dan sangat kurus.
Namun apabila hewan terkena PMK gejala klinis kategori berat dapat sembuh dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
Dianggap Sedekah
Untuk hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis kategori berat tapi sembuh setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah.
Bukan sembelihan sebagai hewan kurban.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (31/5/2022).
Baca juga: MUI Terbitkan Panduan Ibadah Kurban di Tengah Wabah PMK: Hewan dengan PMK Berat Tak Sah untuk Kurban
Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK
Melalui akun Instagram resminya, @muipusat, dibagikan penjelasan terkait hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah PMK.
Panduan hewan kurban ini tertuang dalam Fatwa Nomor 32 Tahun 2022.
Ketentuan umum dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap/belah seperti sapi, kerbau dan kambing.
2. PMK dengan gejala klinis kategori ringan adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lesu, tidak napsu makan, demam, lepuh pada sekitar dan dalam mulut (lidan, gusi), mengularkan air liur berlebihan dari mulut namun tidak sampai menyebabkan pincang, tidak kurus, dan dapat disembuhkan dengan pengobatan luka agar tidak terjadi infeksi sekunder, dan pemberian vitamin dan mineral atau herbal untuk menjaga daya tahan tubuh dalam waktu sekitar 4-7 hari.
3. PMK dengan gejala klinis kategori berat adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan, dan menyebabkan kurus permanen, serta proses penyembuhannya butuh waktu lama atau bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan.
Hukum Umum
1. Hukum berkurban adalah sunah makkadah bagi umat Islam yang sudah baligh, berakal dan mampu.
2. Waktu penyembelihan kewan kurban dimulai pada saat usai shalat Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah sampai pada tanggal 13 Dzulhijjah sebelum magrib.
3. Orang islam laki-laki yang berkurban disunnahkan untuk menyembelih sendiri atau menyaksikan langsung jika memungkinkan dan tidak ada udzur syar'i.
4. Hewan yang dijadikan kurban adalah hewan yang sehat, tidak cacat seperti buta, pincang, tidak terlalu kurus, dan tidak dalam keadaan sakit serta cukup umur.
5. Hukum berkurban dengan hewan cacat, sakit atau terjangkit penyakit ditafshil sebagai berikut:
a. Jika cacat atau sakitnya termasuk katefori ringan seperti pecah tanduknya atau sakit yang tidak mengurangi kualitas dagingnya maka hewannya memenuhi syarat dan hukum kurbannya sah.
b. Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori berat seperti hewan dalam keadaan terjangkit penyakit yang membahayakan kesehatan, mengurangi kualitas daging, hewan buta yang jelas, pincang yang jelas dan sangat kurus maka hewan tersebut tidak memenuhi syarat dan hukum kurbannya tidak sah.
Hukum Berkurban dengan Hewan yang Terkena PMK
1. Hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK ditafshil sebagai berikut:
- Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban.
- Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.
- Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dalam rentang waktu yang dibolehkan, maka hewan terenak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
- Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh setelah lewat rentang waktu yang diperbolehkan berkurban, maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban.
2. Pelobangan pada telinga hewan dengan aer tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban.
Panduan Kurban untuk Mencegah Peredaran Wabah PMK
1. Umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.
3. Umat Islam yang menjadi panitia kurban bersama dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, dan limbah.
4. Dalam hal terdapat pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, maka umat Islam yang hendak berkurban:
a. dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (tawkil) kepada orang lain.
b. berkurban melalui lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan program pemotongan hewan kurban dari sentra ternak.
5. Lembaga Sosial Keagamaan yang memfasilitasi pelaksanaan kurban dan pengelolaan dagingnya agar meningkatkan sosialisasi dan menyiapkan layanan kurban dengan menjembatani calon pekurban dengan penyedia hewan kurban.
6. Daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan.
7. Panitia kurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan ibadah kurban diwajibkan menerapkan prinsip kebersihan dan kesehatan (higiene sanitasi) untuk mencegah penyebaran virus PMK secara lebih luas.
8. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan hewan kurban yang sehat dan memenuhi syarat untuk dijadikan kurban bagi masyarakat muslim. Namun, bersamaan dengan itu Pemerintah wajib melakukan langkah pencegahan agar wabah PMK dapat dikendalikan dan tidak meluas penularannya.
9. Pemerintah wajib memberikan pendampingan dalam penyediaan, penjualan, dan pemeliharaan hewan kurban untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan hewan kurban.
10. Pemerintah wajib mendukung ketersediaan sarana prasarana untuk pelaksanaan penyembelihan hewan kurban melalui rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal agar penyebaran virus PMK dapat dicegah semaksimal mungkin.
(Tribunnews.com/Fajar)(Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)