Soal Pj Kepala Daerah, Anggota DPR Sebut Pemerintah Tidak Keliru Tunjuk Pati TNI Polri
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menghormati penjelasan Menko Polhukam Mahfud MD
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Adi Suhendi
Dalam pasal 3 disebutkan, pengisian jabatan di luar institusi TNI berdasarkan permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan nondepartemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud.
"Silahkan masyarakat yang keberatan dengan langkah pemerintah itu untuk mengajukan JR ke MK. Sebab ketentuan mengenai PJ dari TNI-Polri terdapat perbedaan pendapat," katanya lagi.
Sementara itu, Mahfud MD mengatakan acuan pemerintah adalah putusan MK tersebut yang menyatakan anggota TNI/Polri yang tidak aktif secara fungsional di institusi induknya.
Baca juga: Perludem Ingatkan Pemerintah Tak Abaikan Putusan MK Soal Penjabat Kepala Daerah
"Tapi ditugaskan di institusi atau birokrasi lain, itu bisa menjadi penjabat kepala daerah," ujarnya.
Menurut dia, contohnya sudah ada seperti penunjukan Kepala BIN Sulawesi Tengah (Sulteng) Brigjen TNI Chandra As'Aduddin sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat. Chandra merupakan anggota Polri aktif yang bertugas di BIN.
Terkait hal itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menegaskan penetapan perwira tinggi (Pati) TNI aktif sebagai penjabat (Pj) Kepala Daerah dibenarkan secara regulasi.
"UU Pilkada menyebutkan kriteria Pj. Gubernur adalah JPT Madya dan Pj. Bupati/Wali Kota adalah JPT Pratama. Jadi siapapun yang menduduki jabatan JPT Madya atau Pratama memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai Pj. Gubernur atau Pj Bupati/Wali Kota," jelas Bima dikutip dalam keterangan tertulis.
"Anggota Polri aktif juga dapat menjabat sebagai JPT Madya di instansi pemerintah sejauh bidang tugasnya berkesesuaian dengan bidang tugas di Polri dan mengikuti seleksi terbuka. Sedangkan untuk anggota TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan JPT Madya pada instansi di mana anggota TNI tersebut diperbolehkan," terang Bima.
Bima menambahkan Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan dalam Putusan MK tersebut ada dua hal yang disampaikan, salah satunya soal anggota TNI/Polri yang diberi jabatan madya atau pratama di luar induk institusinya boleh menjadi penjabat kepala daerah.
"Dalam Putusan MK itu mengatakan dua hal, satu, TNI dan Polri tidak boleh bekerja di institusi sipil, terkecuali di dalam sepuluh institusi kementerian/lembaga yang selama ini sudah diatur. Lalu kata MK sepanjang anggota TNI dan Polri itu sudah diberi jabatan tinggi madya atau pratama boleh menjadi penjabat kepala daerah. Itu sudah putusan MK Nomor 15/2022," jelas Bima mengutip penjelasan Mahfud.
"Sebenarnya realitanya aturan-aturan tersebut sudah digunakan sejak tahun 2017 untuk menetapkan penjabat kepala daerah yang daerah-daerahnya melaksanakan pilkada. Aturan tersebut sudah lama dijalankan," sambung Bima.
Lebih lanjut, keputusan Mendagri Tito Karnavian menunjuk Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin sebagai Pj, ditegaskan Bima tidak menyalahi aturan.
Ia menyebut posisi Brigjen Andi sebagai Kepala BIN Daerah (Kabinda) Sulteng adalah JPT Pratama, dan ini sudah sesuai pasal 201 UU Pilkada.
"Meskipun Pj Kepala Daerah adalah TNI/Polri aktif, tetapi terdapat pengaturan dan pengecualian bagi pejabat dimaksud karena menjabat pada instansi pemerintah yang dapat diduduki oleh TNI/Polri dalam Jabatan Pimpinan Tinggi," ungkap Bima.
"Jadi dari kacamata manajemen ASN, tidak ada aturan yang dilanggar," ujarnya.