Idul Adha 2022 Berpotensi Beda Tanggal, Ini Bocoran dari Muhammadiyah dan Pemerintah
Penetapan Hari Raya Idul Adha 2022 berpotensi berbeda. Simak berikut ini bocoran tanggal Idul Adha dari Muhammadiyah dan Pemerintah.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Hari Raya Idul Adha 2022 berpotensi akan berbeda tanggal antara Muhammadiyah dengan Pemerintah.
Perlu diketahui, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan Hari Raya Idul Adha 2022.
Penetapan tersebut sesuai Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah 1443 Hijriah.
Dalam maklumat tersebut, PP Muhammadiyah menetapkan 10 Zulhijah 1443 H atau Hari Raya Idul Adha 2022 jatuh pada Sabtu, 9 Juli 2022.
Baca juga: Kapan Idul Adha 2022? Ahli Sebut Ada Potensi Perbedaan Tanggal
Baca juga: Kapan Idul Adha 2022 atau 10 Zulhijah 1443 H?
Sementara, Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) belum menetapkan kapan Hari Raya Idul Adha dilaksanakan.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kemenag, Kamaruddin Amin mengatakan Idul Adha 222 akan menunggu hasil sidang isbat.
Sidang isbat sendiri akan dilakukan akhir Juni 2022 mendatang.
"Kita menunggu hasil sidang isbat yang insya Allah akan dilaksanakan tanggal 29 Zulkaidah (bertepatan 29 Juni)," ujarnya.
Berpotensi Beda Tanggal
Profesor riset astronomi dan astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin mengungkap kemungkinan potensi perayaan Idul Adha tahun 2022 berbeda tanggal.
Menurutnya, hal ini terlihat dari analisis garis tanggal.
"Garis tanggal dibuat dengan menggunakan kriteria yang berlaku di masyakat," kata Thomas, dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com.
Baca juga: Muhammadiyah Tetapkan Idul Adha 9 Juli 2022, BRIN Ungkap Potensi Beda Tanggal
Baca juga: Idul Adha 2022 Berapa Hari Lagi? Ini Jadwal Menurut Muhammadiyah dan Pemerintah
Saat ini, terdapat dua kriteria utama yang digunakan di Indonesia, yaitu kriteria wujudul hilal dan kriteria baru MABIMS.
Thomas menjelaskan, kriteria wujudul hilal yang digunakan Muhammadiyah berdasarkan pada kondisi Bulan yang terbenam setelah Matahari.
Artinya, tidak melihat pada berapapun ketinggian hilal, selama berada di atas ufuk saat Matahari terbenam.
Sementara kriteria baru MABIMS, berdasarkan pada batasan minimal terlihatnya hilal atau visibilitas hilal.
Adapun MABIMS adalah kepanjangan dari Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Kesepakatan baru MABIMS, hilal dinyatakan dengan elongasi (jarak sudut Bulan-Matahari) minimum 6,4 derajat dan fisis gangguan cahaya syafak (cahaya senja) dengan parameter ketinggian minimum 3 derajat.
Baca juga: Jelang Iduladha, Mentan SYL Pastikan Pasokan Daging dan Sapi Aman
Baca juga: Peternak di Kabupaten Lamongan Jatim Kesulitan Jual Sapi Jelang Iduladha
"Kriteria baru MABIMS digunakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) dan beberapa ormas (organisasi masyarakat) Islam," tutur Thomas.
Posisi hilal pada 29 Juni 2022, posisi Bulan di Indonesia sudah berada di atas ufuk.
Artinya, imbuh Thomas, kriteria wujudul hilal telah terpenuhi.
"Itu sebabnya Muhammadiyah di dalam maklumat menyatakan 1 Dzulhijah 1443 H jatuh pada 30 Juni 2022 dan Idul Adha jatuh pada 9 Juli 2022," katanya.
Sementara itu, garis tanggal kriteria baru MABIMS menunjukkan bahwa di Indonesia pada saat maghrib 29 Juni 2022, tinggi Bulan umumnya kurang dari 3 derajat dan elongasi kurang dari 6,4 derajat.
Artinya, kata Thomas, hilal terlalu tipis untuk dapat mengalahkan cahaya senja yang masih kuat.
"Akibatnya, hilal tidak mungkin dapat dirukyat (diamati)," imbuh Thomas menjelaskan.
Adapun secara hisab imkan rukyat atau visibilitas hilal, menunjukkan bahwa 1 Dzulhijah 1443 H akan jatuh pada 1 Juli 2022 dan Idul Adha jatuh pada 10 Juli 2022.
"Konfirmasi rukyat akan dilakukan pada 29 Juni dan diputuskan pada sidang isbat awal Dzulhijah 1443 H," ujar Thomas.
Baca juga: Idul Adha Mendekat, Tabungan Haji pun Meningkat
Baca juga: Kapan Idul Adha 2022? Ini Jadwal Menurut Muhammadiyah dan Pemerintah
Panduan Ibadah Kurban
Terkait dengan pelaksanaan kurban, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan panduan tentang ibadah Kurban.
Panduan hewan kurban tertuang dalam Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK.
Fatwa ini ditetapkan pada Selasa (31/5/2022), yang disampaikan langsung oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh.
Berikut 10 panduan ibadah berkurban untuk mencegah hewan terpapar PMK, dikutip dari laman MUI:
1. Umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.
3. Umat Islam yang menjadi panitia kurban bersama dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, dan limbah.
4. Dalam hal terdapat pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, maka umat Islam yang hendak berkurban:
a. dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (tawkil) kepada orang lain.
b. berkurban melalui lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan program pemotongan hewan kurban dari sentra ternak.
5. Lembaga Sosial Keagamaan yang memfasilitasi pelaksanaan kurban dan pengelolaan dagingnya agar meningkatkan sosialisasi dan menyiapkan layanan kurban dengan menjembatani calon pekurban dengan penyedia hewan kurban.
6. Daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan.
7. Panitia kurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan ibadah kurban diwajibkan menerapkan prinsip kebersihan dan kesehatan (higiene sanitasi) untuk mencegah penyebaran virus PMK secara lebih luas.
8. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan hewan kurban yang sehat dan memenuhi syarat untuk dijadikan kurban bagi masyarakat muslim.
Namun, bersamaan dengan itu Pemerintah wajib melakukan langkah pencegahan agar wabah PMK dapat dikendalikan dan tidak meluas penularannya.
9. Pemerintah wajib memberikan pendampingan dalam penyediaan, penjualan, dan pemeliharaan hewan kurban untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan hewan kurban.
10. Pemerintah wajib mendukung ketersediaan sarana prasarana untuk pelaksanaan penyembelihan hewan kurban melalui rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal agar penyebaran virus PMK dapat dicegah semaksimal mungkin.
(Tribunnews.com/Whiesa/Renald)