Bawaslu Menilai Buzzer Penting Diawasi karena Cenderung Merusak Suasana Pesta Demokrasi
Penyebaran berita bohong, termasuk ujaran kebencian berbasis SARA hingga konten disinformasi menjadi salah satu yang akan diantisipasi selama Pemilu.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan mengawasi dan menindak buzzer-buzzer politik di media sosial menyusul dimulainya tahapan pemilu 2024 pada Selasa 14 Juni kemarin.
Bawaslu menilai buzzer penting diawasi karena cenderung merusak suasana pesta demokrasi.
"Betul (buzzer akan ditindak dan diawasi). Itu kan yang paling penting karena itu merusak, buzzer ini," ujar Ketua Bawaslu Rahmat Bagja kepada wartawan.
Bagja mengatakan persoalan penyebaran berita bohong, termasuk ujaran kebencian berbasis SARA hingga konten-konten disinformasi telah menjadi salah satu yang akan diantisipasi selama pemilu 2024.
Namun demikian Bagja mengakui pengawasan penyebaran berita bohong hingga konten yang memicu perpecahan oleh para buzzer politik bukanlah pekerjaan mudah.
Begitu pula penindakan hukum konten tersebut di media sosial.
Berkaca pada pengalaman-pengalaman sebelumnya, ia menilai dibutuhkan komitmen serius dari pelbagai pihak untuk dapat mengatasi persoalan utama penyebab polarisasi di masyarakat tersebut.
"Jika ada orang yang melakukan berita bohong, politisasi SARA, dan hoaks, bagaimana hukumnya di media sosial? Pertama kami takedown, tapi susah juga, karena begitu di-takedown 1 muncul 10 lagi," ujar dia.
Baca juga: Bawaslu Sebut KPU Sudah Sepakat Soal Durasi 10 Hari Penyelesaian Sengketa Pemilu
Berkenaan dengan itu Bawaslu merencanakan akan menjalin kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), perusahaan media massa, dan KPU dalam hal meningkatkan literasi digital pemilih.
Selain itu Bawaslu juga akan bekerja sama dengan divisi penindakan siber kepolisian untuk mengungkap aktor intelektual di balik kerja para buzzer.
"Ini yang susah. Tapi pasti kita akan melakukan kerja sama dengan lembaga kepolisian, Cyber Crime Mabes Polri biasanya sudah punya alatnya, atau kemudian teman-teman Kominfo," ungkapnya.
Tak hanya dengan lembaga-lembaga itu, Bawaslu juga bakal menjalin kerja sama dengan sejumlah platform media sosial guna mengawasi konten di Pemilu Serentak 2024.
Adapun platform medsos yang bakal digandeng antara lain Facebook, Twitter, dan TikTok.
Bagja berharap rencana kerja sama tersebut berbuah hasil adanya nota kesepahaman terkait pengawasan di medsos.
"Facebook, Twitter, lalu Tiktok juga masuk, pasti nih. Dulu ada LINE tapi sekarang nggak lagi. Facebook, Twitter, Instagram, kemarin (pemilu sebelumnya) sudah dilakukan," kata Bagja.
"Sekarang kami akan lakukan lagi dan semoga lebih detail lagi dalam proses-proses pencegahan maupun penanganan pelanggarannya," lanjutnya.
Bawaslu mengamini saat ini masih banyak celah-celah penegakan hukum terhadap pelaku penyebaran konten-konten bermasalah di media sosial, termasuk kepada buzzer.
Bagja pun berharap hal tersebut dapat segera terselesaikan mengingat saat ini tahapan pemilu 2024 sudah dimulai.
Sementara potensi polarisasi menjelang tahun politik masih terbuka.
Ia berharap melalui kerja sama para pihak yang disebutkan di atas akan menghasilkan nota kesepahaman terkait pengawasan konten media sosial yang mendetail.
Hal ini diharapkan potensi polarisasi di masyarakat akibat pemilu dapat semakin terhindar.
"Sekarang kami akan lakukan lagi dan semoga lebih detail lagi dalam proses-proses pencegahan maupun penanganan pelanggarannya," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menyebut pihaknya sedang berupaya menyamakan frekuensi dan persepsi tentang standar komunitas masing-masing platform medsos.
Baca juga: DPD RI Ingatkan KPU dan Bawaslu Jaga Integritas dalam Pemilu 2024
Sebab kata dia, standar komunitas antara media sosial beragam.
Misalnya konten yang memenuhi syarat untuk dihapus dari Twitter, namun konten serupa tidak memenuhi syarat untuk dihapus dari Facebook.
"Atau misalnya sikap pribadi untuk berpolitik. Dalam pandangan Bawaslu, itu (pernyataan sikap pribadi itu) bermuatan menghasut atau mengadu domba. Itu kan tidak boleh, jelas dalam aturan undang-undang. Tetapi, platform memandang ini adalah kebebasan berbicara, kebebasan berekspresi,” terang Lolly.
"Saat ini kami sedang menyamakan persepsi soal itu. Mudah-mudahan dalam 1-2 minggu ke depan sudah selesai," ujarnya.(tribun network/dng/dod)