Kooperatif Jadi Alasan Purnawirawan Laksamana TNI Tak Ditahan Seusai Jadi Tersangka Korupsi Satelit
Mantan Dirjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) 2013-2016, Laksamana Muda (Purn) berinisial AP tak ditahan
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Dirjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) 2013-2016, Laksamana Muda (Purn) berinisial AP tak ditahan seusai menjadi tersangka dugaan kasus korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kemenhan 2012-2021.
Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung, Brigjen TNI Edy Imran menyampaikan alasan Laksamana AP tak ditahan karena tersangka disebut kooperatif.
Selain AP, kedua tersangka lainnya juga tak ditahan dalam kasus tersebut.
"Ini karena saya direktur penyidikan ya setiap saat mengawasi pelaksanaan ini. Para tersangka ini sangat koperatif. Dan tidak ada kekhawatiran dari kami para tersangka ini melarikan diri," kata Edy di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Baca juga: Kejagung Cegah Tiga Tersangka Kasus Korupsi Proyek Satelit Kemenhan Berpergian ke Luar Negeri
Namun begitu, kata Edy, pihaknya masih akan menimbang status penahanan terhadap Laksamana AP dan dua tersangka lainnya.
Dia bilang, tersangka bisa langsung diproses penahanan jika tidak kooperatif.
"Kalau misal nanti pada saat berstatus tersangka mereka mempersulit maka kita akan langsung tahan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menetapkan mantan Dirjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) 2013-2016, Laksamana Muda (Purn) berinisial AP dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kemenhan 2012-2021.
Penetapan tersangka tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Koneksitas Jaksa Agung RI Nomor : PRINT-02/PM/PMpd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022. Selain AP, total ada dua orang lain yang ditetapkan tersangka.
"Diperoleh bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan tiga tersangka yaitu pertama Laksamana Muda berinisial AP," kata Brigjen TNI Edy Imran, Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Baca juga: Purnawirawan Laksamana TNI Jadi Tersangka, Ini Perannya dalam Kasus Korupsi Satelit Kemenhan
Dijelaskan Edy, dua tersangka lainnya berasal dari pihak sipil.
Mereka adalah SCW selaku Direktur Utama PT. Dini Nusa Kesuma (PT.DNK) dan AW selaku Komisaris Utama PT. Dini Nusa Kesuma (PT. DNK).
Ia menjelaskan bahwa penetapan tersangka tersebut setelah pemeriksaan terhadap 47 orang sebagai saksi.
Adapun saksi yang diperiksa berasal dari TNI, sipil hingga saksi ahli.
"Tim penyidik koneksitas telah melakukan pemeriksaan terhadap 47 orang saksi yang terdiri dari Saksi TNI dan Purnawirawan berjumlah 18 orang, Saksi Sipil berjumlah 29 orang dan Permintaan Keterangan Ahli berjumlah 2 orang," jelas Edy.
Dalam kasus ini, tim penyidik juga telah melakukan penggeledahan terhadap 2 perusahaan swasta yaitu Kantor PT DNK di kawasan Prapanca Jakarta Selatan dan Panin Tower Lt.18A Kawasan Senayan City Jakarta Pusat.
"Selain itu satu unit apartemen yang merupakan tempat tinggal dari SW (Direktur Utama PT. DNK) serta mengumpulkan barang bukti termasuk barang bukti surat dan barang bukti elektronik (BBE)," pungkasnya.
Atas perbuatannya itu, para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Lalu, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Peran Tersangka
Eks Dirjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) 2013-2016, Laksamana Muda (Purn) berinisial AP ternyata memiliki peran sentral dalam dugaan kasus korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kemenhan 2012-2021.
Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung, Brigjen TNI Edy Imran menyampaikan bahwa Laksamana AP yang kini menjadi tersangka diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengadakan kontrak sewa satelit dengan pihak Avantee.
"Bahwa Tersangka Laksamana Muda (Purn) AP Bersama sama dengan SCW dan AW secara melawan hukum merencanakan dan mengadakan Kontrak sewa satelit dengan pihak Avantee bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan," kata Edy di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Baca juga: BREAKING NEWS: Purnawirawan Laksamana TNI Inisial AP Jadi Tersangka Kasus Korupsi Satelit Kemenhan
Edy menerangkan bahwa kontrak sewa satelit itu juga diduga tanpa adanya surat keputusan dari Menteri Pertahanan dalam hal penunjukan langsung kegiatan sewa satelit. Padahal, kontrak ini menyangkut pertahanan negara yang harus ditetapkan oleh Menhan.
Selain itu, kata Edy, kontrak itu juga tidak dibentuk Tim Evaluasi Pengadaan (TEP), tak ada penetapan pemenang oleh Menteri pertahanan selaku pengguna anggaran setelah melalui evaluasi dari Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) dan kontrak ditandatangani tanpa adanya anggaran untuk kegiatan dimaksud.
"Kontrak tidak didukung dengan adanya Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seharusnya melibatkan tenaga ahli dan kobtrak tidak meliputi Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) sebagaimana seharusnya kontrak pengadaan," ungkap dia.
Lebih lanjut, Edy menambahkan bahwa kontrak itu juga tidak terdapat kewajiban bagi pihak Avantee untuk membuat atau menyusun kemajuan pekerjaan atau sewa satelit Artemis. Selain itu, tidak adanya bukti dukung terhadap tagihan yang diajukan.
"Spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan satelit yang sebelumnya (satelit garuda) sehingga tidak dapat difungsikan dan sama sekali tidak bermanfaat," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.