Antisipasi Ancaman Terorisme, BNPT Matangkan Persiapan Pengamanan KTT G20
Jelang Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 di Bali pertengahan November 2022 mendatang, BNPT melakukan koordinasi
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Jelang Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 di Bali pertengahan November 2022 mendatang, seluruh tim gabungan keamanan di lintas kementerian dan lembaga di Indonesia melakukan rapat koordinasi (Rakor) yang diinisasi oleh BNPT.
Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol Ibnu Suhaendra mengatakan, koordinasi tersebut adalah langkah penting untuk memastikan agenda internasional tersebut berjalan aman dan lancar.
"Dengan hadirnya beberapa kepala negara berpengaruh, kita memiliki peran penting dalam membantu menyukseskan pelaksanaan KTT G20 di Bali dengan meningkatkan kewaspadaan dan koordinasi," kata Irjen Pol Ibnu dalam Rapat Koordinasi Kesiapsiagaan Nasional Dalam Rangka Persiapan Pengamanan KTT G20 Terhadap Ancaman Terorisme di Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (16/6/2022).
Pengamanan yang dilakukan oleh aparat keamanan ini pun merupakan atensi dari Presiden seluruh aparat keamanan bisa memastikan tidak ada satu insiden pun yang mengganggu keamanan.
"Hal tersebut dilakukan untuk mendukung pesan Presiden Jokowi untuk jangan ada satu letupan dalam pelaksanaan KTT G20," ujarnya.
Jenderal polisi bintang dua itu juga mengingatkan bahwa terorisme sebagai kejahatan luar biasa memerlukan penanganan khusus yang melibatkan kerja sama seluruh elemen negara.
Apalagi serangan terorisme kerap kali menargetkan agenda kenegaraan dan even internasional seperti penyelenggaraan KTT G20 2022 di Bali yang dihadiri oleh anggota G20 sejumlah 429 delegasi yang terdiri dari kepala negara anggota dan Uni Eropa yang berjumlah 28 negara.
Irjen Pol Ibnu juga mengatakan bahwa Jawa Timur adalah wilayah dengan angka penindakan tersangka terorisme tertinggi ketiga pada tahun 2021 setelah Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.
"Mengacu pada acara berskala internasional, maka sangat berpotensi pada timbulnya ancaman dan gangguan," katanya.
Baca juga: BNPT akan Rehabilitasi Siswa yang Belajar di 30 Lembaga Pendidikan Milik Khilafatul Muslimin
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Analis Baintelkam Polri, Brigjen Pol Hariyanta menjabarkan sejumlah potensi kerawanan di dalam pelaksanaan KTT G20, mulai dari ancaman penolakan agenda hingga serangan-serangan terorisme lone wolf.
"Potensi kerawanan yang mungkin timbul selama pelaksanaan KTT G20 yang terdiri dari penolakan terhadap kedatangan delegasi G20 dengan melakukan pemasangan spanduk, penyebaran pamflet, dan unjuk rasa," ujar Brigjen Pol Hariyanta.
Masih dalam kesempatan yang sama, Kepala Satuan Tugas Foreign Terrorist Fighters (Kasatgas FTF) BNPT, Kombes Pol Didik Novi Rahmanto juga memaparkan potensi ancaman serangan terorisme kelompok internasional untuk mengganggu acara KTT G20.
Dalam paparannya di hadapan komunitas aparat keamanan di Indonesia itu, perwira Polri itu menerangkan bahwa potensi ancaman terorisme internasional benar-benar harus diperhatikan. Agenda KTT G20 bisa saja dilihat oleh kelompok teror tersebut adalah momentum penting untuk menunjukkan eksistensi diri.
"Sehingga mereka berpotensi melakukan serangan balas dendam untuk menunjukkan eksistensi kelompok masing-masing," papar Kombes Pol Didik.
Selain itu, kunjungan para pimpinan negara asing maupun peserta G20 di Indonesia akan meningkat dan terpusat di wilayah-wilayah tertentu seiring penyelenggaraan kegiatan G20. Hal ini akan dipandang sebagai target yang sangat potensial karena mereka bisa menyasar para WNA dalam aksi teror yang mereka lakukan.
"Selain menargetkan lokasi diselenggarakannya agenda G20, tidak menutup kemungkinan kelompok teror melakukan aksi teror di lokasi lainnya karena dianggap pengamanannya lebih longgar," tuturnya.
Oleh karena itu, pihaknya akan menggunakan dua pendekatan yang berbeda dalam upaya penangana ancaman terorisme internasional.
"Untuk penanganan FTF, Satuan Tugas Penanggulangan FTF menggunakan pendekatan hard approach dan soft approach. Hard approach merupakan metode penegakan hukum. Sedangkan, soft approach merupakan pendekatan untuk mengembalikan FTF ke masyarakat," katanya.
Baca juga: Ada Agenda Terselubung, BNPT Ungkap Pola-pola Penyebaran Ideologi Khilafah oleh Khilafatul Muslimin
Dalam rapat koordinasi kesiapsiagaan tersebut, setidaknya 94 orang perwakilan pimpinan keamanan dari lintas kementerian dan kelembagaan, termasuk perwakilan semua Kapolsek di wilayah Jawa Timur.