Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hasyim Asy'ari: KPU Dikelola Manusia Biasa, Ingatkan Kalau Ada yang Kurang Pas

Apa antisipasi KPU mencegah berulang jatuhnya korban jiwa dalam penyelenggaran pemilu nanti?

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dodi Esvandi
zoom-in Hasyim Asy'ari: KPU Dikelola Manusia Biasa, Ingatkan Kalau Ada yang Kurang Pas
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari berpose usai wawancara khusus dengan Tribun Network di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (15/6/2022). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

PEMILU 2019 telah menimbulkan korban yang cukup banyak di kalangan penyelenggara pemilu.

Sebanyak 894 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal.

Kemudian 5.175 orang petugas lainnya mengalami sakit.

Dibanding pemilu 2019, pemilu serentak 2024 diperkirakan akan jauh lebih berat.

Bagaimana tidak, jika pada 2019 Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya menyelenggarakan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (pileg), dua tahun lagi tugas itu bertambah dengan pemilihan kepala daerah yang dilakukan sembilan bulan setelah pilpres dan pileg.

Lantas apa antisipasi KPU mencegah berulang jatuhnya korban jiwa dalam penyelenggaran pemilu nanti?

Berikut penjelasan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari saat diwacancara secara eksklusif oleh Tribun Network di kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta, Rabu (15/6).

BERITA REKOMENDASI

Apa yang akan dilakukan KPU mengantisipasi jatuhnya korban jiwa seperti pemilu 2019?

Jadi begini ya, kalau orang meninggal itu sudah ada takdirnya.

Penyebabnya bisa macam-macam.

Sebagai perbandingan, pemilu 2014 ada juga sekitar 400-an (petugas meninggal).

Kemudian di 2019 ada sekitar 600-an.

Ini bukan hanya soal angka, tapi aspek kemanusiannya.

Baca juga: Ajak Mahasiswa Jadi KPPS, Ketua KPU: Yang Suka Kritik Bisa Rasakan Situasi Lapangan

Maka berdasarkan evaluasi yang sudah disampaikan pemilu 2019 itu, soal petugas yang meninggal, itu ada tim dari UGM (Universitas Gajah Mada), Kementerian Kesehatan, dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Mereka masing-masing melakukan riset atau penelitian.

Kemudian kesimpulannya atau temuannya adalah kecenderungannya yang meninggal itu usianya di atas 50 tahun.

Yang kedua kecenderungannya punya komorbid atau penyakit tambahan.

Dan kalau kita cek komorbidnya itu di antara hipertensi, serangan jantung, dan gula darah tinggi.

Sudah ada bawaan itu ditambah beban kerja yang tinggi, jadi kerjanya kan enggak cuma kerja fisik, terutama teman teman pasti ada tekanan politik, tekanan mental.

Baca juga: Ketua KPU RI: Pemilu Buka Pesta, tapi Kerja Demokrasi, Maka Perlu Kerja Keras dan Kerja Sama

Pada saat itu kemudian ada titik pressure yang kemudian menjadikan orang drop. Ini yang menjadi problem.

Sehingga berdasarkan pengalaman tersebut, sudah kita adopsi di pilkada 2020 kemarin misalkan dengan situasi Covid di 2020 dan juga berdasarkan pengalaman yang lalu, disarankan penyelenggara maksimal 50 tahun.

Sehat, sehat atau bebas dari komorbid tiga jenis tadi.

Itu yang kita adopsi di Pilkada 2020.

Nanti akan kita adopsi lagi untuk persyaratan menjadi penyelenggara yang tadi itu.

Ditambah situasi percovidan, sebisa mungkin vaksin dua kali.

Juga merintis kampus-kampus kita ini itu kan ada program namanya ‘Merdeka Belajar’.

‘Merdeka Belajar’ itu didorong supaya mahasiswa itu lebih banyak magang.

Baca juga: Pemilu 2024 Resmi Diluncurkan, Pengamat: Publik Menaruh Harapan Besar pada KPU

Dan tampaknya teman-teman kampus banyak yang tertarik membangun kerja sama pemilu dengan KPU.

Ya rata-rata untuk topik ini, menugaskan mahasiswa menjadi anggota KPPS bertugas di TPS-nya masing-masing.

Karena ketentuan Undang-Undang Pemilu begini, bahwa anggota KPPS di setiap TPS itu bekerja di domisili yuridis sebagaimana KTP.

Dengan begitu maka ada beberapa keuntungan di dua pihak.

Di satu sisi kampus bisa mempraktikkan magang, dan juga yang membutuhkan program ‘Merdeka Belajar’ itu kemudian masuk menjadi petugas KPPS.

Di sisi lain, kami di KPU mendapatkan suntikan tenaga yang fresh, anak-anak muda, well edu campaign, dan tugasnya di kampung halamannya masing-masing.

Karena anggota KPPS kan harus sesuai KTP.

Baca juga: KPU Diingatkan Agar Efisien Gunakan Anggaran Pemilu 2024 Sebesar Rp 76,6 Triliun

Jadi kampus ketika menugaskan enggak usah ke mana-mana, tugasnya di kampung halamannya sendiri-sendiri.

Dan juga sisi lain, teman mahasiswa yang kritis-kritis, kalau kemudian kemarin mengkritisi pemilu, nanti bisa tahu sendiri situasi di lapangannya belajar berpolitik ya, tapi bukan sebagai kontestan.

Mahasiswa ini bolehkah yang termasuk organisasi ekstrakurikuler? HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) misalnya?

Apapun. Karena yang kita baca itu penugasan dari kampus, bukan dari organisasi.

Jadi supaya sinkron nanti ketika teman-teman organisasi kemasyarakatan yang muda ini, kita undang kita sampaikan bahwa nanti kita akan membuat program seperti ini, dan kita akan minta dorongan supaya ada insentif, berupa ini adalah kerja nyata di dunia politik kepemiluan supaya punya pengalaman teman-teman menghadapi pemilu sebagai penyelenggara.

Pelaksanaan pemilu nasional maupun pilkada menganggarkan Rp76,6 triliun, artinya 300 persen dari pemilu kemarin. Sedikit menyinggung, bagaimana supaya ini berjalan dengan baik?

Pertama begini, jadi dari Rp76,6 triliun itu anggaran untuk tiga tahun karena model penganggaran kita ada tahun anggarannya.

Karena pemilu dilakukan 2022, 2023, 2024, berarti istilahnya kan tahun jamak, multiyears, dan masing-masing tahun komposisi pembiayaannya beda-beda.

Dan sebagian besar dari Rp76,6 triliun, sekitar Rp34,4 triliun atau sekitar 40 persenan itu untuk membiayai honor anggota badan ad hoc, operasional badan ad hoc, dan pembentukan badan ad hoc.

Kalau yang lalu, honor KPPS Rp550 ribu. Nanti kita naikkan jadi tiga kali lipat, Rp1,5 juta.

Berarti kan tiga kali lipat. Maka Rp34,4 triliun di dalam Rp76,6 triliun itu sesungguhnya untuk membiayai badan ad hoc.

Baca juga: Sebut Pemilu 2024 Rumit, DPD RI Minta KPU Berpegang Teguh Pada Regulasi

KPU ini kan lembaga yang ditugasi menyelenggarakan pemilu, cara berpikirnya adalah pemimpin kenegaraan, presiden, anggota DPR, DPRD, gubernur, wali kota kan untuk jadi melalui proses pemilu yang diselenggarakan.

Karena itu prinsip good governance, tata kelola yang baik dan bersih di lingkungan KPU jadi pegangan dan patokan kami.

Itu sudah jadi instrumen dalam undang-undang ya, tentang pengelolaan aset, pengadaan barang dan jasa, kemudian kita rangkum, ada Peraturan KPU tentang tata kelola keuangan, menggunakan model standar pelaporan yang baku, itu dijadikan pedoman bagaimana mengelola tata kelola keuangan KPU serta bagaimana model akuntabilitasnya.

Zona integritas, pakta integritas itu jadi sebuah komitmen awal penyelenggara pemilu itu tidak terpengaruh godaan setan yang terkutuk.

Jadi takutnya hanya pada dua hal, pada aturan undang-undang, dan kode etik penyelenggara pemilu.

Komitmen pribadi seorang Hasyim Asy'ari?

Saya meyakini menjadi anggota KPU dimulai dari pengucapan sumpah dan janji atau pelantikan.

Di situ dimulai dijadikan catatan 'demi Allah'.

Bagi saya pribadi yang percaya Allah itu kita kan gerak gerik selalu termonitor, terbatas, dan kita meyakini di lengan kiri ada malaikat Roqib-Atid yang ditugaskan untuk mencatat perilaku kita.

Dan kita yakin kalau nanti saatnya ajal, sampai batas di dunia ini, ketika kembali menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa dikalkulasinya kan itu, akuntabilitasnya.

Bagaimana bisa ngelak seperti lembaga di penegakkan hukum kita, kalau ada rekaman CCTV, penyadapan telepon, kalau di pengadilan kan kita nggak bisa ngelak lagi, sama di pengadilan akhirat kira-kira begitu.

Nah ini kan semacam komitmen moral, kalau kita meyakini itu ya Insyaallah tidak ada yang lain yang aneh-aneh.

Makanya paling penting itu dimulai dari niat, kita tuh jadi anggota KPU niatnya apa.

Pesan untuk anak muda supaya gemar berorganisasi?

Jadi begini, yang namanya negara harus dikelola dengan baik dan benar, dan kemudian harus dikelola oleh seorang yang punya pengalaman, selain yang punya pengetahuan dan pengalaman.

Dan pengalaman mengelola organisasi besar yang namanya negara itu harus punya keterampilan juga, dimulai dengan mengelola organisasi yang kecil, ruang lingkupnya ada di kampus, di tingkat kabupaten dan seterusnya.

Atau pengalaman mengorganisir masyarakat dengan berbagai macam ragam pandangan, gagasan, kepentingan, pada satu titik tertentu akan memberi manfaat menjadi hikmah kita punya kemampuan untuk mengelola negara yang lebih besar.

Saya kira penting teman-teman muda itu tidak hanya menjadi mahasiswa, masuk kategori pemuda, tapi juga melibatkan diri aktif di dalam organisasi apapun, supaya apa, di situlah kita berlatih.

Prinsipnya, kalau mau pintar ya belajar, kalau mau terampil ya berlatih.

Maka ikut organisasi itu sedang melatih diri kita softskill, kemampuan berpikir sistematis,
kemampuan untuk public speaking, bicara di depan banyak orang.

Closing statement?

KPU ini dikelola manusia biasa, yang masih ada kemungkinan salah, khilaf.

Oleh karena itu kami di KPU mohon bantuan supaya kalau ada hal yang kurang pas tolong diingatkan, kalau ada kelemahan tolong dibantu supaya kelembagaan KPU semakin kuat.

Dan juga mohon bantuan dengan doa, karena kita manusia biasa hanya bisa ikhtiar.

Dengan doa itu menjadi perpaduan. Makin banyak yang mendoakan, itu kemudahan kelancaran keberkahan kita peroleh dalam penyelenggaraan pemilu.(tribunnetwork/dng/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas