Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hukum dan Legalitas Pernikahan Sejenis di Indonesia

Pernikahan sejenis dilihat dari prespektif hukum positif di indonesia.

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Hukum dan Legalitas Pernikahan Sejenis di Indonesia
Tribun Jogja
Perkawinan sejenis dilihat dari prespektif hukum positif di indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM - Salah satu syarat pernikahan dikatakan legal jika pasangan tersebut terjadi antara seorang pria dan seorang wanita.

Namun, baru-baru ini pernikahan sejenis justru menjadi isu yang santer diperbincangkan publik. 

Lantas bagaimana legalitas dan hukum pernikahan sejenis di Indonesia?

Secara normatif pernikahan sejenis menyimpang dari Pasal 1 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). 

Baca juga: Berdalih Cari Sensasi, 2 Pria Bikin Konten Pernikahan Sejenis di Media Sosial

Baca juga: Pernikahan Sejenis di Soppeng Sulsel, Mempelai Pria yang Sebenarnya Wanita Jadi Tersangka

Dalam pasal tersebut dijelaskan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri.

Lebih lanjut, Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan, dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu sendiri .  

Advokat sekaligus Ketua Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DPC PERADI Surakarta Dyah Liestriningsih juga mengatakan, pernikahan sejenis bertentangan dengan dasar negara Indonesia. 

Berita Rekomendasi

Indonesia dengan Pancasila sebagai dasar negara tentu melarang keabsahan pernikahan sejenis. 

Di mana hal tersebut sesuai nilai moral yang terkandung dalam sila pertama Pancasila. 

"Negara kita ini kan negara pancasila dan sila pertama itu Ketuhanan Yang Maha Esa, jadi itu sudah jelas sangat bertentangan dengan moral,"

"Undang-undang perkawinan juga hanya memperbolehkan pernikahan jenis kelamin pria dan wanita," kata Dyah dalam program Kacamata Hukum Tribunnews, Senin (20/6/2022). 

Dikutip dari Jurnal bphn.go.id  mengenai perkawinan yang diakui oleh negara juga diatur dalam Pasal 34 ayat 1 UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). 

Dijelaskan bahwa, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Kemudian, perkawinan yang sah wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan. 

Di mana paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.

Prespektif HAM

Namun, masalah yang kemudian muncul adalah kebebasan hak asasi manusia (HAM) dalam menuntut kebebasan berekspresi.

Salah satu kebebasan yang dikehendaki tersebut yakni perkawinan sejenis yang dilakukan oleh kaum gay dan lesbian.  

Lanjut Dyah menjelaskan, meskipun Indonesia menganut HAM dan kebebasan berekspresi, tidak lantas membuat masyarakat apatis terhadap norma yang ada. 

Perikahan sejenis atas nama HAM justru melanggar HAM itu sendiri.

Pasalnya, HAM yang seharusnya diperjuangkan adalah hak yang sesuai dengan kodrat alam dan digariskan Tuhan. 

"Di Indonesia kebabasan berekspresi, pasal 28 E ayat 3 UUD 1945 maupun Undang-Undang No 39 tahun 1999 tentang HAM itu memang dijamin,"

"Tetapi walaupun kita menganut HAM, tetap ada batasannya,"

"Ada aturan yang mengikuti, menghormati undang-undang yg berlaku, nilai agama, moral dan kebiasaan yang berlaku dan juga mempertimbangkan kemananan dan ketertiban," jelas Dyah. 

(Tribunnews.com/Milani Resti)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas