Soal Promosi Miras Holywings, YLBHI hingga Paritas Institute Menilai Tidak Ada Unsur Pidana
YLBHI hingga Paritas Institue menilai promosi miras yang dilakukan Holywings tidak memiliki unsur pidana. Sementara ada tiga poin penilaian tersebut.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Institute for Criminal Justice (ICJR), dan Paritas Institute menyebut kasus promosi minuman keras (miras) bagi pengunjung bernama Muhammad dan Maria yang dilakukan Holywings tidak memiliki unsur pidana.
Berdasarkan siaran persnya, pendekatan yang dilakukan pihak kepolisian tidak perlu dengan unsur pidana.
“Kami tekankan bahwa mungkin perbuatan yang dilakukan Holywings bersifat sensitif dan kontroversial di masyarakat, namun pendekatan yang digunakan jelas bukan pidana,” katanya dalam keterangan tertulis dikutip Rabu (29/6/2022).
Menurut ketiga lembaga tersebut, terdapat tiga pertimbangan yang membuat kasus promosi miras Holywings ini tidak memiliki unsur pidana yaitu:
Pertama, penggunaan pasal berita bohong tidak tepat.
Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, atau yang patut diduga berita bohong dengan segaja untuk menimbulkan keonaran.”
Baca juga: UPDATE Penutupan Holywings: Terjadi di Bekasi hingga 3 Gerai di Surabaya
Terdapat syarat bahwa orang yang disangkakan harus mengetahui atau patut mengetahui bahwa informasi yang diberitakan bohong, lalu harus dipastikan bahwa niatnya adalah menimbulkan keonaran yang lebih dari sekedar kegoncangan hati masyarakat.
Juga perlunya mengarah pada keonaran secara fisik semisal kerusuhan.
“Sedangkan dalam kasus ini penyidik sudah memberikan keterangan bahwa niat yang dilakukan untuk melakukan promosi bukan untuk membuat keonaran apalagi menyiarkan berita bohong, sehingga pasal ini jelas tak dapat digunakan,” tulsi siaran pers YLBHI dan LSM lainnya, Selasa (28/6/2022).
Kedua, pasal ujaran kebencian pada pasal 28 ayat 2 UU ITE tidak ditujukan untuk perbuatan ini.
Menurut ketiga lembaga, pasal 156 dan pasal 156 a KUHP harus terdapat perbuatan pertanyaan di muka umum perasaan permusuhan, hingga kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.
Sedangkan yang dilakukan Holywings semata-mata untuk meningkatkan penjualan seperti apa yang dikatakan Kapolres Metro Jakarta Selatan saat jumpa pers dan bukannya menyatakan permusuhan.
Terakhir, pasal ujaran kebencian yaitu pasal 28 Ayat 2 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dipakai polisi untuk kasus Holywings ini dinilai tidak tepat.
Menurut YLBHI, ICJR, dan Paritas Institute, perbuatan yang dapat dijerat dengan pasal ini adalah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuah nindividu tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).