Petinggi ACT Terbelit Kasus Lain Terkait Dugaan Penipuan, Polisi Klarifikasi Beberapa Pihak
Petinggi Aksi Cepat Tanggap (ACT) pernah dilaporkan dalam dugaan kasus penipuan pada 2021 lalu.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
Kemarin hingga hari ini ramai tagar #AksiCepatTilep dan #JanganPercayaACT lalu disusul #KamiPercaya ACT di media sosial Twitter.
Tagar ini muncul tak lama setelah Majalah Tempo mengeluarkan laporan utama berjudul 'Kantong Bocor Dana Umat'.
Dalam laporan tersebut terungkap petinggi ACT disebut bergaji Rp 250 juta sebulan dan menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard serta penggunaan dana donasi untuk operasional yang berlebihan.
Banyak warganet yang mencurigai penyelewengan amal di lembaga ACT.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyampaikan bahwa terkait kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan.
Kasus ini ditangani Bareskrim Polri.
"Info dari Bareskrim masih proses penyelidikan dulu," kata Dedi kepada wartawan, Senin (4/7/2022).
Baca juga: ACT Potong 13,7 Persen Donasi untuk Operasional, Petingginya Ternyata Sempat Dapat Gaji Rp 250 Juta
Terindikasi Dana Dipakai Kepentingan Pribadi Hingga Aktivitas Terlarang
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus adanya dugaan riwayat transaksi yang mengarah ke tindak pidana terorisme di lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan bahwa pihaknya telah mencurigai adanya transaksi mencurigakan di lembaga amal ACT.
Tak hanya dipakai kepentingan pribadi, akan tetapi adanya indikasi penyaluran kegiatan terorisme.
"Transaksi yang kami proses mengindikasikan demikian. Indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang," kata Ivan saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022).
Ivan menuturkan bahwa laporan hasil analisis juga telah dikeluarkan PPATK sejak lama.
Adapun laporan itu juga telah diteruskan kepada penegak hukum yaitu Densus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Sudah kami serahkan hasil analisisnya kepada aparat penegak hukum sejak lama. Ya, Densus dan BNPT," jelas Ivan.
Ivan menambahkan bahwa laporan hasil analisis itu harus dilakukan proses pendalaman terlebih dahulu.
Karena itu, aparat penegak hukum diminta segera melakukan pengusutan.
"Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.