Kontroversi Lili Pintauli Siregar Sebelum Mundur dari KPK: Gaji Dipotong hingga Lakukan Kebohongan
Lili Pintauli Siregar resmi mengundurkan diri dari pimpinan KPK. Inilah rekam jejak dan kontroversi Wakil Ketua KPK.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lili Pintauli Siregar resmi mengundurkan diri dari KPK.
Lili Pintauli Siregar mundur di tengah sidang etik yang dilakukan Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Senin (11/7/2022) hari ini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah menyetujui dan meneken surat pengunduran diri dari Lili Pintauli Siregar.
Diketahui, Lili Pintauli Siregar menjabat sebagai pimpinan KPK setelah dilantik Jokowi pada 20 Desember 2019.
Selama 2,5 tahun menjadi Wakil Ketua KPK, sosok wanita berusia 56 tahun ini cukup kontroversial.
Ia kerap berurusan dengan Dewas KPK lantaran sejumlah pelanggaran yang dilakukan.
Baca juga: Lili Pintauli Resmi Mundur dari Wakil Ketua KPK, Dewas KPK: Sidang Etik Dinyatakan Gugur
Bahkan Lili Pintauli Siregar pernah disanksi oleh KPK berupa pemotongan gaji.
Apa saja kasus atau kontroversi yang pernah dilakukan Lili Pintauli Siregar?
Inilah rekam jejak dan kontroversi Lili Pintauli Siregar yang resmi mengundurkan diri, dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Berkomunikasi dengan eks Wali Kota Nonaktif Tanjungbalai
Pada pertengahan 2021, Lili pernah dilaporkan karena melakukan pelanggaran etik dalam kasus eks Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.
Padahal saat itu, KPK tengah mengusut kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjungbalai yang melibatkan Syahrial.
Komunikasi terkait penyelidikan kasus itu terungkap dari keterangan mantan Penyidik KPK asal Polri, Stepanus Robin Pattuju (SRP).
Dikutip dari Tribunnews.com, Robin membongkarnya saat dihadirkan sebagai saksi di persidangan kasus dugaan suap penanganan perkara di KPK dengan terdakwa Syahrial di PN Medan.
Saat itu, Jaksa bertanya atas saran siapa Syahrial meminta bantuan kepada seseorang Fahri Aceh.
Robin pun menyebut nama Lili Pintauli Siregar yang diketahuinya sebagai wakil ketua KPK.
Baca juga: SOSOK Lili Pintauli, Mundur dari Jabatan Wakil Ketua KPK, Hartanya Capai Rp2,22 Miliar
2. Gaji Dipotong
Kasus Lili Pintauli Siregar tersebut pun naik dan disidangkan oleh Dewan Pengawas KPK.
Setelah menjalani proses sidang, Majelis Etik Dewan Pengawas KPK memutuskan, Lili dinyatakan terbukti bersalah melanggar etik.
Ia terbukti melanggar kode etik terkait dengan penyalahgunaan pengaruh sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak berperkara, yaitu Syahrial.
Lili pun dijatuhi sanksi pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan atau sebanyak Rp 1,85 juta per bulan bila mengacu pada aturan mengenai gaji pimpinan KPK.
Jika dihitung selama 12 bulan, maka gaji pokok Lili secara total dipotong senilai Rp 22.176.000.
Baca juga: Firli Bahuri: Terima Kasih Ibu Lili Pintauli atas Kerjanya Selama Jabat Pimpinan KPK
3. Lakukan Kebohongan
Masih dalam kasus komunikasinya dengan Syahrial, Lili terbukti melakukan pembohongan publik.
Hal ini terkait dengan konferensi pers yang dilakukannya pada 30 April 2021.
Pada saat itu, Lili menyangkal telah berkomunikasi Syahrial.
"Saya tegas menyatakan bahwa tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka MS (M Syahrial) terkait penanganan perkara yang bersangkutan."
"Apalagi membantu dalam penanganan perkara yang sedang ditangani oleh KPK," ucap Lili dalam konferensi pers saat itu, dikutip dari Kompas.com.
Faktanya, pada sidang etik yang digelar Dewas KPK, Lili kemudian mengakui telah melakukan pembohongan publik.
4. Intervensi Penanganan Kasus di Labura
Lagi-lagi, Lili Pintauli dilaporkan kepada Dewan Pengawas KPK terkait dugaan intervensi dalam penanganan kasus di Labuhanbatu Utara (Labura).
Dikutip dari Kompas.com, Lili diduga melakukan intervensi dalam kasus yang menjerat eks Bupati Labuhanbatu Utara, Khairuddin Syah Sitorus sebagai tersangka.
Lili diduga berkomunikasi dengan salah satu calon bupati Pilkada Labura 2020 bernama Darno.
Dia diduga diminta untuk mempercepat penahanan Khairuddin Syah Sitorus oleh Darno.
Saat itu, Khairuddin Syah Sitorus terjerat kasus dugaan suap terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P 2017 dan 2018.
Menurut para pelapor, Lili diduga memerintahkan Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Brigjen Setyo Budiyanto mempercepat penahanan terhadap Khairuddin.
Setyo pun diduga melanjutkan perintah dari Lili kepada Rizka.
Rizka sempat menolak, tapi penahanan terhadap Khairuddin tetap dilakukan sebelum Pilkada Labura 2020 digelar.
Kemudian, Lili memimpin konferensi pers KPK terkait penahanan tersebut.
Diduga, tujuan penahanan itu untuk menjatuhkan suara anak Khairuddin yang ikut dalam Pilkada Labura 2020 silam.
5. Dugaan Gratifikasi Tiket MotoGP
Terbaru, Lili dilaporkan terkait dugaan gratifikasi dari Pertamina saat menonton MotoGP di Mandalika, beberapa waktu lalu.
Lili dan rombongan dilaporkan mendapat tiket MotoGP Mandalika kategori Premium Grandstand Zona A selama tiga hari pada 18-20 Maret.
Harga tiket kategori ini selama tiga hari sebesar Rp2,82 juta per orang.
Lili juga dilaporkan mendapat fasilitas menginap di Amber Lombok Beach Resort selama sepekan pada 16-22 Maret 2022.
Saat perhelatan MotoGP Mandalika berlangsung, tarif kamar hotel ini sebesar Rp3-5 juta per kamar untuk satu malam.
Kasus ini pun dibawa dalam sidang kode etik oleh Dewas KPK yang digelar pada Senin hari.
Namun, sidang etik yang digelar untuk Lili Pintauli Siregar kini gugur karena ia sudah mengundurkan diri dari KPK.
5. Diterpa isu suap
Dalam proses dugaan pelanggaran etik kali ini, Lili Pintauli dikabarkan berencana menyuap Dewas KPK agar tak dilanjutkan ke sidang etik.
Namun, pihak Dewas KPK mengaku tidak mengetahui adanya dugaan rencana yang telah disiapkan Lili.
"Info dari mana itu? Kami tidak tahu," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean, Senin (4/7/2022).
Tumpak pun meminta pihak yang mengetahui dugaan adanya rencana tersebut untuk melaporkannya ke Dewas.
"Tolong, kalau jelas informasinya, laporkan, biar kita usut," ucap dia, dikutip dari Kompas.com.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris juga mengaku tidak mengetahui adanya rencana suap tersebut.
Senada dengan Tumpak, Syamsuddin pun meminta pihak yang mengetahui informasi tersebut agar melaporkannya ke Dewas untuk diusut lebih lanjut.
"Saya juga enggak tahu. Jika ada informasi akurat tentang isu suap tolong dikirim ke Dewas, agar kami bisa mengusutnya," ucapnya.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Ilham Rian) (Kompas.com)