Soal Pilpres 2024, Ketua HMI Bekasi: Elektabilitas Lebih Utama ketimbang Elitabilitas
Ketua HMI Cabang Bekasi yang juga anggota Kelompok Cipayung Bekasi, Khaqim Nurjawahir bicara soal dinamika jelang Pilpres 2024.
Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua HMI Cabang Bekasi yang juga anggota Kelompok Cipayung Bekasi, Khaqim Nurjawahir bicara soal dinamika jelang Pilpres 2024.
Menurutnya, rakyat Indonesia diperhadapkan oleh dua wacana mainstream yakni elektabilitas vis-a-vis elitabilitas.
Dia mengatakan publik perlu bersikap kritis terkait kehadiran kedua wacana tersebut.
"Mengapa publik perlu kritis? Sebab, ini menyangkut kedaulatan rakyat," kata Khaqim dalam Dialog Aktivis Bekasi yang dihadiri sejumlah aktivis mahasiswa mulai dari BEM hingga Kelompok Cipayung Bekasi di Cafe sekitaran Alun-alun Kota Bekasi pada Senin (25/7/2022).
Khaqim menilai, baik elektabilitas maupun elitabilitas, masing-masing mengandung pengertian yang cukup kontras.
"Elektabilitas dalam pengertian sederhana dapat diartikan sebagai derajat keterpilihan seseorang berdasarkan preferensi (dukungan) publik," ujarnya.
Sedangkan elitabilitas, kata dia, bermakna tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang di lingkungan elite atau besarnya dukungan seseorang di kalangan elite.
"Dengan demikian, antara elektabilitas dan elitabilitas tidak hanya berbeda secara pengertian, tapi juga memiliki perbedaan yang kontradiktif," paparnya.
Khaqim lebih lanjut menuturkan, rakyat saat ini butuh didengarkan suaranya.
Dia memisalkan kondisi warga Bekasi saat ini yang terkena imbas akibat dari dominannya pengaruh elitabilitas itu.
"Ambil contoh kenaikan harga minyak goreng, kenaikan BBM (Pertamax), hingga kuatnya pengaruh elite partai dalam penentuan bakal calon presiden dan wakil presiden jelang Pemilu 2024," beber dia.
Khaqim juga mengatakan bahwa selama ini demokrasi sedang dirampok oleh kekuatan elite oligarkis.
Baca juga: Begini Status Hukum 3 Mahasiswa HMI yang Diamankan Saat Demo di Istana
Implikasinya, ujar dia, kedaulatan rakyat menjadi nonsense (omong kosong).
"Fakta terkait hal ini dapat diamati dari keputusan publik yang justru teramputasi di lingkaran elite tanpa menimbang aspirasi ataupun kehendak rakyat. Inilah bahaya elitabilitas," kata dia.
Dia pun meminta kepada masyarakat agar kembali merebut hak daulatnya yang terampas.
"Untuk itu, bagi saya masyarakat perlu mempertegas pentingnya elektabilitas dari kuasa elitabilitas," pungkasnya.