Kuasa Hukum Maming: Penetapan Tersangka Berbarengan Sprindik Keluar Tidak Sah
Kuasa hukum Mardani H Maming, Abdul Qodir bin Aqil, mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka lebih dulu, baru mencari bukti
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Mardani H Maming, Abdul Qodir bin Aqil, mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka lebih dulu, baru mencari-cari bukti.
Hal ini terungkap dalam persidangan praperadilan yang diajukan Mardani Maming di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Penetapan klien kami sebagai tersangka dilakukan bersamaan dengan diterbitkannya Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) pada 16 Juni 2022,” kata Abdul Qodir anggota tim kuasa hukum Mardani Maming dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU dalam keterangannya, Rabu (26/7/2022).
“Selain tidak sah karena bertentangan dengan hukum acara pidana, ini juga berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang karena penegakan hukum ditujukan kepada orangnya, baru kemudian dicari-cari perkaranya," tambahnya.
Abdul bilang, cara-cara seperti itu bertentangan dengan hukum acara pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), melanggar due process of law, dan mengingkari prinsip pro-justitia.
Sesuai KUHAP, penetapan tersangka seharusnya hasil dari proses penyidikan sementara terbitnya Sprindik merupakan awal lahirnya wewenang penyidik untuk melakukan penyidikan.
“Mardani Maming ditetapkan sebagai tersangka didasarkan atas bukti permulaan yang dihasilkan dari Berita Acara Pemberian Keterangan,” kata dia.
“Padahal, KUHAP menegaskan bukti permulaan itu harus didasarkan atas bukti-bukti dari hasil pemeriksaan pro-justitia di tingkat penyidikan, dan bukan di proses penyelidikan," imbuhnya.
Baca juga: Polisi Belum Terima Surat dari KPK soal Pencarian Buronan Mardani Maming
Pendapat kuasa hukum Bendahara Umum PBNU itu diperkuat oleh keterangan ahli hukum pidana, Flora Dianti.
Dalam persidangan praperadilan, dia menegaskan bukti yang diperoleh untuk menentukan tersangka harus melalui proses penyidikan pro-justitia sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHAP.
Dalam persidangan, KPK berdalih bahwa mereka memiliki kekhususan berdasarkan atas Pasal 44 Undang-Undang KPK.
Menurut KPK, tidak seperti penegak hukum dari Kepolisian dan Kejaksaan yang hanya diperintahkan untuk menemukan suatu peristiwa pidana dalam tahap penyelidikan, KPK sudah diamanatkan untuk menemukan dua bukti permulaan yang cukup dalam tahap penyelidikan.
Namun, Abdul memandang KPK keliru menafsirkan pasal tersebut.
Dia menyatakan, Pasal 44 hanya mengatur tindakan KPK pada tahap penyelidikan untuk menemukan peristiwa pidana yang didukung dua alat bukti permulaan yang cukup.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.