Pemilik Lapangan Golf dan Hotel di Bogor yang Asetnya Disita Satgas BLBI Gugat PUPN Jakarta Ke PTUN
PT Bogor Raya Development (BRD) dan PT Bogor Raya Estatindo (BRE) mengajukan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) yang ditujukan untuk PUPN.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilik lapangan golf dan dua hotel di Bogor yakni PT Bogor Raya Development (BRD) dan PT Bogor Raya Estatindo (BRE) mengajukan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) yang ditujukan untuk Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) cabang DKI Jakarta.
PUPN cabang DKI Jakarta digugat karena aset-aset miliki kedua PT tersebut disita oleh Satgas BLBI.
Sidang perkara gugatan tata usaha negara terhadap perintah penyitaan atas aset-aset milik PT Bogor Raya Development dan PT Bogor Raya Estatindo (Bogor Raya) pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta kini mulai bergulir.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta telah menggelar sidang pertamanya pada 27 Juli 2022 dengan agenda pemeriksaan persiapan.
Gugatan tersebut terdaftar pada 18 Juli 2022 dengan nomor 226/G/2022/PTUN.JKT (PT Bogor Raya Development) dan 227/G/2022/PTUN.JKT (PT Bogor Raya Estatindo).
Gugatan tersebut diajukan untuk mempertanyakan keabsahan perintah penyitaan yang mengasosiasikan aset-aset milik kedua perusahaan tersebut dengan para Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yakni Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono.
Kuasa hukum BRD dan BRE Leonard Arpan Aritonang mengatakan gugatan tersebut terutama meminta PTUN Jakarta untuk menunda keberlakuan surat perintah sita terhadap aset-aset kliennya tersebut.
Saat ini, kata dia, pihaknya menunggu pembuktian dari pemerintah di pengadilan terkait keabsahan surat perintah sita tersebut.
Ia pun meminta semua pihak menghormati gugatan tersebut karena gugatan tersebut merupakan jalur konstitusional yang diambil pihaknya.
Baca juga: Mahfud MD: Hubungan Lapangan Golf dan 2 Hotel Dengan BLBI yang Disita Satgas Sudah Dilacak PPATK
"Penundaan keberlakuan surat perintah sita itu. Itu yang paling pertama," kata Leonard saat ditemui di kantor LSM Law Firm Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada Kamis (28/7/2022).
Kuasa hukum BRD dan BRE lainnya, Lelyana Santosa, mengatakan kedua perusahaan tersebut adalah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang 90 persen sahamnya dimiliki perusahaan bernama Golden Horse dari Labuan Malaysia dan 10 % milik seorang warga negara Hong Kong.
Ia mengatakan pemilik saham kedua perusahaan tersebut merupakan Irawan Harjono dan Tjiandra sebelum berpindah kepada Golden Horse.
Namun demikian, kata dia, baik Irawan Harjono maupun Tjiandra bukanlah merupakan obligor BLBI.
"Irawan Harjono adalah adiknya Setiawan Harjono (obligor BLBI). Tetapi saham itu sudah dijual tahun 2004 sudah dijual ke Golden Horse di mana itu adalah perusahaan asing di Labuan dan seorang warga negara asing (Hong Kong)," kata Lelyana.
"Dan itu merupakan PMA yang dibuat sesuai dengan aturan kita, maksudnya melalui Kementerian Hukum dan HAM dan sebagainya. Entitas yang sangat berbeda," sambung Lelyana.
Lelyana mengatakan pihaknya telah berkali-kali dipanggil Satgas BLBI sebelum aset-aset kliennya di Bogor tersebut disita.
Ia pun menjelaskan pihaknya juga telah menjelaskan kepada pemerintah bahwa aset kliennya tersebut tidak berkaitan dengan obligor BLBI Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono.
Baca juga: Upaya Kejar Aset Obligor BLBI Kerap Tak Maksimal, Pemerintah Disarankan Pilih Cara Negoisasi
Namun demikian, menurutnya pemerintah bersikukuh aset milik kliennya terasosiasi dengan dua obligor tersebut.
"Kami sangat menghargai tentunya pemerintah harus mendapatkan kembali piutangnya. Tetapi tentu ada hukum yang mendasarinya. Apa rujukannya sehingga klien kami Bogor Raya Development menjadi salah satu pihak yang dirugikan?" kata Lelyana.
"Jadi dalam hal ini tidak hanya BRD yang dirugikan, tetapi juga ada pihak-pihak lain misalnya orang-orang yang menggantungkan hidupnya dari itu. Kami berharap ini tidak terjadi lagi cara-cara seperti ini, karena belum dapat dibuktikan Bogor Raya terafiliasi dengan kedua obligor ini," sambung dia.
Diberitakan sebelumnya Satgas BLBI melakukan penyitaan terhadap aset seluas 89,01 Ha termasuk satu lapangan golf dan dua hotel di Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Rabu (22/6/2022).
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan sekaligus Ketua Dewan Pengarah Satgas BLBI Mahfud MD mengatakan aset tersebut terkait obligor PT Bank Asia Pasific atas nama Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono dan pihak terafiliasi.
"Berupa tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya atas nama PT Bogor Raya Development, PT Asia Pacific Permai, dan PT Bogor Raya Estatindo seluas total keseluruhan 89,01 Ha berikut lapangan golf dan fasilitasnya serta dua buah bangunan hotel," kata Mahfud di Kabupaten Bogor pada Rabu (22/6/2022).
Mahfud mengatakan perkiraan awal nilai aset yang disita sebesar kurang lebih Rp2 triliun.
Dengan demikian, lanjut dia, total perolehan aset yang disita Satgas BLBI hingga saat ini adalah seluas 22.334.833 m2 dengan nilai Rp22.678.608.179.526.
Ia mengatakan setelah penyitaan tersebut tentunya akan ada banyak protes dan pendapat baik dari pihak obligor langsung maupun pengacaranya.
Namun demikian, ia menegaskan pemerintah sudah enggan berdebat lagi terkait aset BLBI.
"Sekarang Pemerintah enggak mau berdebat, sita. Kalau gak puas ada jalur hukum. Kami akan menindaklanjutinya," kata Mahfud.
Kuasa hukum Keluarga Harjono, Didi Supriyanto, juga telah merespon langkah pemerintah tersebut.
Baca juga: Pengamat Nilai Kinerja Tim Satgas BLBI Kurang Profesional
Ia mengatakan Setiawan dan Hendrawan Harjono mengaku sangat terkejut dengan langkah Satgas BLBI yang menyita aset milik PT Bogor Raya Development (BRD) di Kawasan Bogor Raya Golf, Sukaraja, Bogor, Jawa Barat pada Rabu (22/6/2022) kemarin.
Didi mengatakan, Setiawan dan Hendrawan sangat menyesalkan penyitaan tersebut karena menurut mereka Satgas BLBI tidak bisa membedakan mana aset yang menjadi milik obligor ataupun aset yang dimiliki pihak lain yang tidak terkait sama sekali dengan obligor.
“Setiawan dan Hendrawan yang sejak awal telah bersikap kooperatif dengan Pemerintah dalam hal ini Badan Penyehatan Perbankan Nasional/BPPN mengenai besarnya estimasi jumlah kewajiban pemegang saham PT Bank Aspac sebesar Rp 1,2 triliun di 27 Februari 2004, tentu saja merasa terperanjat dengan penyitaan aset BRD," kata Didi dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (23/6/2022).
Didi juga membantah ada kaitan antara Aspac maupun Setiawan dan Hendrawan sebagai pribadi dengan BRD.
BRD, kata Didi, bukan obligor BLBI apalagi termasuk jaminan dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Pemerintah.
Menurut Didi langkah penyitaan aset BRD oleh Satgas BLBI membabi buta dengan menyamaratakan antara obligor yang bertanggungjawab dengan obligor yang “mengemplang” utang.
Atas kerugian yang mungkin timbul akibat penyitaan aset BRD oleh Satgas BLBI, kata Didi, bukan menjadi tanggungjawab Setiawan maupun Hendrawan.
Baca juga: Pakar Perbankan Sarankan Menkeu Sri Mulyani Belajar dari Amerika Serikat Soal Penyelamatan Aset BLBI
Didi menegaskan, baik Setiawan dan Hendrawan akan tetap memegang janjinya untuk membayar kewajiban Aspac asalkan nilainya mempunyai perhitungan yang jelas, transparan, serta akuntabel.
"Jangan lupakan juga aset-aset milik Bank Aspac yang disita dan telah dialihkan Pemerintah dengan melanggar prinsip good governance tanpa pijakan nilai lelang yang jelas," kata Didi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.