Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dana Korban Lion Air yang Diselewengkan Tersangka ACT Bertambah 2 Kali Lipat Jadi Rp 68 Miliar

Total dana korban Lion Air JT-610 yang diselewengkan para tersangka Aksi Cepat Tanggap (ACT) bertambah menjadi Rp 68 miliar.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Dana Korban Lion Air yang Diselewengkan Tersangka ACT Bertambah 2 Kali Lipat Jadi Rp 68 Miliar
Kloase Tribunnews.com/ istimewa
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah (paling kiri), Presiden ACT Ibnu Khajar (kedua kiri), Logo ACT, dan eks Presiden ACT Ahyudin (paling kanan). Polri mengungkap total dana korban Lion Air JT-610 yang diselewengkan para tersangka Aksi Cepat Tanggap (ACT) kini berjumlah Rp 68 miliar. 

Selanjutnya, kata Helfi, uang itu disalrukan untuk koperasi syariah 212 Rp 10 miliar, dana talangan CV Vun Rp 3 miliar dan dana talangan PT MBGS Rp 7,8 miliar.

Baca juga: Bareskrim Ungkap Dasar Penyidikan Kasus ACT Pakai Laporan Polisi Model A dan Model B

"Total semua Rp 34,573,069,200. Kemudian selain itu juga digunakan untuk gaji para pengurus. Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami yang tadi disampaikan yaitu akan dilakukan audit pada ini," katanya.

Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut.

Keempatnya pun sudah dilakukan penahanan.

Keempat tersangka itu adalah Ahyudin selaku Pendiri ACT, Ibnu Khajar sebagai pengurus ACT, Hariyana Hermain selalu Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy, dan Novariadi Imam Akbari selaku sekretaris ACT periode 2009 hingga 2019 dan saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.

Keempat tersangka dijerat pasal berlapis.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan bahwa keempatnya kini disangkakan melanggar pasal tindak pidana penggelapan, ITE hingga pencucian uang.

Berita Rekomendasi

"Persangkaan pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi Elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7/2022).

Adapun hal itu termaktub dalam Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Lalu, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Berikutnya, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 KUHP jo Pasal 56 KUHP.

Dalam kasus ini, kata Ramadhan, pihaknya juga telah memeriksa 26 orang sebagai saksi.

Adapun saksi yang diperiksa berasal dari saksi ahli pidana hingga ITE.

"Penyidik memeriksa saksi 26 saksi yang terdiri 21 saksi dan lima saksi ahli, di antaranya satu ahli ITE, satu ahli bahasa, 2 ahli yayasan, satu ahli pidana," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Helfi Assegaf menyatakan para tersangka terancam hukuman paling lama selama 20 tahun penjara.

"Kalau TPPU sampai 20 tahun dan penggelapan 4 tahun," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas