Gagasan Luhut TNI Bisa Bertugas di Kementerian/Lembaga Ramai-ramai Dikritik: Seperti Orde Baru
Luhut Binsar Pandjaitan usulkan perubahan Undang-Undang TNI agar perwira aktif TNI dapat bertugas di kementerian/lembaga, dikritik semangat orde baru
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan perubahan Undang-Undang TNI agar perwira aktif TNI dapat bertugas di kementerian/lembaga.
Gagasan tersebut kemudian ramai-ramai dikritik organisasi masyarakat sipil.
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Rivanlee Anadar, misalnya.
Ia menilai gagasan Luhut soal revisi UU TNI dengan tujuan prajurit aktif bisa ditempatkan di lembaga sipil sebagai bukti semangat orde baru masih ada di pemerintahan.
"Penting bagi presiden untuk menegur sekaligus ‘membersihkan’ para pejabat dari pikiran semacam ini agar bisa fokus untuk menyejahterakan masyarakat dan melunasi janji yang sampai saat ini belum berhasil dituntaskan,” ujar Rivanlee dalam keterangannya, Selasa (9/8/2022).
Rivanlee menyebut, KontraS menilai usulan Luhut kontraproduktif dalam semangat profesionalisme militer yang mengamanatkan TNI fokus pada pertahanan.
Selain itu, upaya penempatan TNI pada kementerian atau jabatan sipil lainnya menunjukkan bahwa agenda pengembalian nilai orde baru semakin terang-terangan dilakukan.
KontraS juga beranggapan upaya penempatan TNI pada jabatan sipil lagi-lagi menunjukkan kegagalan manajerial dalam mengidentifikasi masalah di tubuh institusi.
Selama bertahun-tahun, TNI terjebak dalam wacana penempatan perwira aktif di berbagai jabatan sipil.
Gagasan itu lantas ingin dilakukan sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan berbagai masalah institusi seperti halnya menumpuknya jumlah perwira non-job.
Baca juga: Luhut Usul Perwira TNI Bisa Ditugaskan di Kementerian, Komisi I DPR: Perlu Kajian Khusus
“Alih-alih melakukan evaluasi mendalam dan menyasar pada akar masalah, wacana untuk membuka keran dwifungsi TNI terus diproduksi,” sebut Rivanlee.
KontraS mengkhawatirkan bahwa diperkenankannya TNI menempati jabatan sipil, salah satunya di kementerian akan menciptakan ketidakprofesionalan khususnya dalam penentuan jabatan.
Sebab, mekanisme bukan lagi berfokus pada kualitas seseorang dalam kerangka sistem merit, melainkan berdasarkan kedekatan atau "power" yang dimiliki.
"Belum lagi beberapa menteri yang menghuni kabinet Presiden Joko Widodo memiliki latar belakang militer, sehingga akan berpotensi besar melahirkan konflik kepentingan," kata Rivanlee.
Sementara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) misal menilai usulan revisi UU TNI adalah upaya pengkhianatan agenda reformasi, apalagi tujuannya mengembalikan prajurit TNI aktif ke institusi sipil seperti kementerian/lembaga.
“Pernyataan Luhut semakin memperjelas bahwa ada upaya serius untuk menghidupkan kembali dwifungsi TNI. Selama ini, telah banyak kebijakan rezim Jokowi yang menunjukkan gejala akan kembalinya rezim otoritarianisme orde baru,” ujar Ketua Umum YLBHI, M. Isnur, dalam keterangannya, Selasa (9/8/2022).
Isnur menjelaskan, gejala otoritarianisme muncul lewat upaya sistem Komando Cadangan bagi Aparat Sipil Negara (ASN) melalui Surat Edaran Menpan RB No. 27/2021 tentang Peran Serta Pegawai ASN sebagai Komponen Cadangan Dalam Mendukung Upaya Pertahanan Negara.
YLBHI juga melihat upaya TNI seperti di orde baru antara lain pengangkatan TNI aktif, yaitu Kepala BIN Sulawesi Tengah sebagai Penjabat Bupati Seram Bagian Barat, serta pengangkatan Penjabat Gubernur Aceh dari kalangan TNI yang mengakali peraturan perundang-undangan.
“Praktik lainnya yang dipertontonkan seperti perintah kepada prajurit untuk terjun ke sawah, menjaga aset vital nasional dan terlibat mengerjakan proyek infrastruktur. Di sisi lain, penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu serta penyelesaian konflik Papua yang melibatkan TNI belum mendapat titik terang,” tutur Isnur.
Isnur mengatakan, usulan revisi UU TNI seiring dengan menguatnya gejala otoritarianisme rezim Jokowi sangat membahayakan demokrasi sebagai buah dari reformasi.
Tak hanya itu, pernyataan Luhut sebagai pejabat negara merupakan bentuk kesewenang-wenangan (obuse of power) dan pengingkaran konstitusi.
Isnur mengingatkan konstitusi sudah mengatur peran serta TNI, antara lain, pertama, Pasal 30 ayat (3) UUD NRI 1945 yang mengatur peran serta TNI.
Kedua, TAP MPR Nomor: X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara yang tertuang pada BAB IV tentang Kebijakan Reformasi Pembangunan pada Sektor Hukum.
Ketiga, TAP MPR Nomor: VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan POLRI dan TAP MPR Nomor: VII/MPR/2000 yang menyinggung pemisahan TNI-Polri dan peran TNI di bidang pertahanan.
Keempat, Pasal 10 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang menyebutkan bahwa TNI berperan sebagai alat pertahanan negara.
Kelima, Pasal 5 UU 34/2004 yang menegaskan peran TNI adalah sebagai alat pertahanan negara yang pada implikasinya anggota TNI aktif terpisah dari institusi sipil negara.
Selain itu, Isnur juga menilai logika Luhut tidak masuk akal dengan penempatan personel TNI AD di kementerian lembaga.
Sebab, penyelesaian masalah efisiensi anggota justru ada pada pembenahan internal TNI.
“Jika alasan efisiensi TNI AD yang dimaksud adalah karena banyak bintang-bintang yang tidak perlu di lingkungan TNI AD, maka solusinya bukan ditempatkan pada jabatan sipil, melainkan pembenahan sistem dan kaderisasi di tubuh TNI AD untuk mewujudkan TNI yang profesional,” ujarnya.
Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Tujuannya agar TNI aktif bisa ditempatkan di kementerian maupun lembaga.
Undang-undang TNI itu sebenarnya ada satu hal yang perlu sejak saya Menko Polhukam, bahwa TNI ditugaskan di kementerian/lembaga atas permintaan dari institusi tersebut atas persetujuan Presiden," kata Luhut dalam acara Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD, Jumat (5/8/2022).
Menurut Luhut, jika itu terwujud, tidak ada lagi perwira-perwira tinggi TNI AD yang mengisi jabatan-jabatan tak perlu sehingga kerja TNI AD semakin efisien.
Para perwira tinggi AD, kata pensiunan jenderal itu, nantinya juga tidak perlu berebut jabatan karena mereka bisa berkarir di luar institusi militer.
"Sebenarnya TNI itu nanti bisa berperan lebih lugas lagi dan perwira-perwira TNI kan tidak semua harus jadi KSAD, bisa saja tidak KSAD tapi dia di kementerian," ujar Luhut.
Ia menambahkan, ketentuan yang ia usulkan itu sudah berlaku bagi perwira aktif Polri yang bisa ditugaskan di sejumlah kementerian/lembaga.
"Jadi saya berharap TNI dalam hal ini dengan Kemhan nanti kalau bisa supaya masukkan satu pasal ini kepada perubahan UU TNI," katanya.